Friday 19 April 2024

Kajian Jumat: Larangan Mengambil Ilmu dari Ahli Bid'ah // Ustadz Mohamad Nursamsul Qamar hafizhahullah

Kajian Jumat
Kitab Syarhus Sunnah karya Imam Al Barbahariy rahimahullah 
Larangan Mengambil Ilmu dari Ahli Bid'ah
Oleh: Ustadz Mohamad Nursamsul Qamar hafizhahullah 
Jumat, 19 April 2024 / 11 Syawal 1445
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan 

Abdullah Ibnu Mubarak (Tabi'in) adalah seorang imam yang luar biasa. Bahkan Sufyan Ats-Tsauri
"Aku mencoba mengikuti ibadahnya Abdullah Ibnu Mubarak 3 hari saja, aku sudah tidak sanggup."

Sebagian muridnya mengatakan
"Dahulu kami pernah membandingkan antara yang ada dari Abdullah Ibnu Mubarak dengan apa yang ada dalam diri para Sahabat, ternyata semua yang ada di dalam diri para Sahabat semua terkumpul pada diri Abdullah Ibnu Mubarak"

Adz-Dzahabi berkata
"Abdullah Ibnu Mubarak memiliki lebih dari 5000 Syaikh di mana beliau mendapatkannya setelah melakukan perjalanan seperempat dari permukaan bumi."

Apa yang diucapkan oleh Abdullah Ibnu Mubarak berikut ini
"Jangan sekali-kali kalian mengambil dari penduduk Kuffah berkaitan dengan Rafidhah, yaitu mereka yang menolak Abu Bakr, Umar bin Khattab. Karena dari mereka keluarlah kelompok Syiah."

Manusia terbaik dari umat ini setelah Rasulullah ﷺ adalah Abu Bakar dan Umar.

Di antara penyebab munculnya Syiah karena ada Abdullah Ibnu Saba, seorang Yahudi yang berpura-pura sebagai Muslim untuk menghancurkan Islam.

Abdullah Ibnu Mubarak melanjutkan
"Dan janganlah kalian ambil berita apapun tentang angkat senjata dari penduduk Syam."

Sebagian dari penduduk Syam adalah mereka yang terprovokasi atas pembunuhan Utsman bin Affan.

Abdullah Ibnu Mubarak melanjutkan,
"Jangan kalian ambil berita apapun tentang Takdir dari penduduk Bashrah." Pembahasan takdir di sini mencakup sekte Qadariyah yang menafikan takdir dan sekte Qadariyah yang ekstrim.

Beriman kepada takdir adalah Rukun Iman ke-6

Abdullah bin Umar berkata tentang kaum Qadariyah:
"Percuma mereka menginfakkan emas sebesar gunung Uhud hingga mereka beriman kepada takdir."

Seorang tidak beriman takdir maka sama dengan tidak beriman kepada seluruh ketetapan Allah.

Abdullah Ibnu Mubarak melanjutkan 
"Dan jangan kalian mengambil bid'ah Murjiah dari penduduk Khurasan."

Murjiah adalah kelompok yang merasa keimanannya tetap sama walau mereka bermaksiat. Ini adalah kesesatan.

Abdullah Ibnu Mubarak melanjutkan 
"Dan jangan kalian ambil berita apapun tentang praktik sharaf dari penduduk Makkah."

Kalau seorang menjual emas dengan emas, perak dengan perak, atau kurma dengan kurma, maka harus terpenuhi 2 syarat yaitu,
1. Dari sisi kuantitasnya sama
2. Harus diselesaikan dalam satu majelis

Seseorang banyak yang bermudah-mudahan dengan riba nasyi'ah.

Abdullah Ibnu Mubarak melanjutkan,
"Dan jangan kalian mengambil sebagian pendapat penduduk Madinah tentang bolehnya nyanyian."

Setiap ucapan atau pembuatan Sahabat yang bukan ranah ijtihad, maka hukumnya sama dengan apa yang diucapkan atau dilakukan oleh Rasulullah ﷺ.

Abdullah Ibnu Mubarak menegaskan bahwasanya jangan mengambil ilmu dari ahli bid'ah.

Banyak yang tidak bisa membedakan antara menuntut ilmu dari ahli bid'ah dengan menerima kebenaran dari ahli bid'ah.

Siapapun yang menyampaikan kebid'ahan, walaupun dia adalah ahlussunnah, maka tidak ilmu yang disampaikan tersebut tidak bisa diambil. Tolok ukur kebenaran adalah Alquran dan Sunnah.

Dalam Shahih Bukhari disebutkan kisah di atas secara lengkap sebagai berikut,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِى آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ ، وَقُلْتُ وَاللَّهِ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . قَالَ إِنِّى مُحْتَاجٌ ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ ، وَلِى حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ . قَالَ فَخَلَّيْتُ عَنْهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ » . قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mewakilkan padaku untuk menjaga zakat Ramadhan (zakat fitrah). Lalu ada seseorang yang datang dan menumpahkan makanan dan mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Demi Allah, aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu ia berkata, “Aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku pun sangat membutuhkan ini.” Abu Hurairah berkata, “Aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku melepaskannya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.”

فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِنَّهُ سَيَعُودُ . فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . قَالَ دَعْنِى فَإِنِّى مُحْتَاجٌ ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ لاَ أَعُودُ ، فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ، مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً ، فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ »

Aku pun tahu bahwasanya ia akan kembali sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan. Aku pun mengawasinya, ternyata ia pun datang dan menumpahkan makanan, lalu ia mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu ia berkata, “Biarkanlah aku, aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku tidak akan kembali setelah itu.” Abu Hurairah berkata, “Aku pun menaruh kasihan padanya, aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan padanya sehingga aku melepaskannya pergi.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.”

فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، وَهَذَا آخِرُ ثَلاَثِ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ لاَ تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ . قَالَ دَعْنِى أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا . قُلْتُ مَا هُوَ قَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) حَتَّى تَخْتِمَ الآيَةَ ، فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ . فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِى كَلِمَاتٍ ، يَنْفَعُنِى اللَّهُ بِهَا ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « مَا هِىَ » . قُلْتُ قَالَ لِى إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) وَقَالَ لِى لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ ، وَكَانُوا أَحْرَصَ شَىْءٍ عَلَى الْخَيْرِ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ » . قَالَ لاَ . قَالَ « ذَاكَ شَيْطَانٌ »

Pada hari ketiga, aku terus mengawasinya, ia pun datang dan menumpahkan makanan lalu mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini sudah kali ketiga, engkau katakan tidak akan kembali namun ternyata masih kembali. Ia pun berkata, “Biarkan aku. Aku akan mengajari suatu kalimat yang akan bermanfaat untukmu.” Abu Hurairah bertanya, “Apa itu?” Ia pun menjawab, “Jika engkau hendak tidur di ranjangmu, bacalah ayat kursi ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum …‘ hingga engkau menyelesaikan ayat tersebut. Faedahnya, Allah akan senantiasa menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.” Abu Hurairah berkata, “Aku pun melepaskan dirinya dan ketika pagi hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya padaku, “Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?” Abu Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengaku bahwa ia mengajarkan suatu kalimat yang Allah beri manfaat padaku jika membacanya. Sehingga aku pun melepaskan dirinya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa kalimat tersebut?” Abu Hurairah menjawab, “Ia mengatakan padaku, jika aku hendak pergi tidur di ranjang, hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai yaitu bacaan ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum’. Lalu ia mengatakan padaku bahwa Allah akan senantiasa menjagaku dan setan pun tidak akan mendekatimu hingga pagi hari. Dan para sahabat lebih semangat dalam melakukan kebaikan.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Adapun dia kala itu berkata benar, namun asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai tiga malam itu, wahai Abu Hurairah?” “Tidak”, jawab Abu Hurairah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dia adalah setan.” (HR. Bukhari No. 2311)

Faidah dari Hadits di atas adalah mengajarkan kita bahwa kebenaran wajib diambil walau setan yang menyampaikannya.

Para ulama membagi Hadits menjadi 3 yang kemudian muncul ilmu Hadits, yaitu:
1. Shahih
2. Hasan
3. Dhaif

Jangan pernah mendekati syubhat, karena kita bisa terjerumus dalam penyimpangan Aqidah.

Allah Ta'ala berfirman:
"Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanatNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir." (QS. Al Maidah : 67)

Ketika seorang Muslim menyadari inilah Manhaj Salaf, maka sekali-kali kita tidak akan memalingkan wajah kepada syubhat. Syubhat menyambar-nyambar, sedangkan hati kita lemah.

Ketika ada orang yang melakukan pengeboman di mana kaum Muslimin tersebar seperti di tempat wisata, mall, atau di tempat yang mereka anggap sebagai thagut, mereka merasa berada di atas kebenaran karena telah membersihkan kemaksiatan. Inilah salah satu bahayanya bid'ah.

Friday 5 April 2024

Kajian Jumat: Malam 26 Ramadhan 1445 // Ustadz Yovin Abu Hammam hafizhahullah

Kajian Jumat
Malam 26 Ramadhan 1445
Oleh: Ustadz Yovin Abu Hammam hafizhahullah 
Jumat, 5 April 2024
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan

Ibadah-ibadah kaum Salaf

Kaum Salaf adalah generasi terbaik dari umat ini. Tidak ada yang lebih afdhol beribadah kecuali mereka. Tidak ada satu generasi di mana Allah memberikan rekomendasi atas ibadah yang mereka lakukan, kecuali generasi para Allah. Mereka adalah orang-orang terbaik. Orang-orang yang menentang jalan mereka maka akan disesatkan.

Barangsiapa yang menentang jalan Rasulullah ﷺ setelah jelas kebenaran di hadapan matanya dan mereka mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, akan Kami jauhkan mereka dari kebenaran dan akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka jahannam. Itulah seburuk-buruk tempat kembali.

Ketika ayat ini turun, tidak ada yang beriman kepada Rasulullah ﷺ kecuali para Sahabat.

Rambu-rambu di dalam ibadah:
1. Ibadah hanya murni milik Allah.

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyyat : 56)

Dakwahnya para Nabi dan Rasul yaitu mengajak kepada Tauhid. Apapun babnya, harus ada yang dikaitkan dengan Tauhid, termasuk dalam Fiqh.

Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan." (QS. An Nahl : 36)

Di antara tipuan iblis adalah membuat seseorang keluar dari inti dari ibadah.

Manusia telah banyak yang keluar dari tujuan diturunkannya Alquran. Termasuk melagukan Alquran. Setiap irama Alquran seperti Nahawand, Rost, Jiharkah, tidak ada asal dari Sunnah.

Apapun ibadahnya, inti dari segala ibadah adalah mentauhidkan Allah.

2. Ibadah tidak akan diterima Allah kecuali memenuhi 2 syarat

Islam adalah agama yang terang.

Tidaklah diterima semua ibadah kecuali memenuhi 2 syariat yaitu Ikhlash karena Allah dan harus mengikuti tuntunan Rasulullah ﷺ.

Di masa sekarang, banyak yang tertipu dengan Fiqh Madzhab. Sebagian tidak lagi mencari kebenaran ketika mempelajari Fiqh Madzhab melainkan mencari pendapat yang sesuai hawa nafsu.

Ketika ada perbedaan pendapat para ulama, maka tugas kita bukanlah memilih mana pendapat yang cocok atau yang kita suka, tapi timbang seluruh pendapat dengan Alquran dan Sunnah.

Dalam agama Islam, seseorang yang mengikuti Rasulullah ﷺ, maka dia akan selamat.

Allah memuji para Sahabat, karena ketika mengalami kesulitan, mereka kembali pada dalil, kembali pada Rasulullah ﷺ.

Tidak sah sebuah ucapan kecuali dengan amal. Tidak sah sebuah amalan kecuali dengan niat. Tidak sah sebuah niat kecuali sesuai dengan Sunnah.

3. Ibadah harus berdasarkan dalil
Dalam ibadah, yang kita tunggu adalah contoh atau dalilnya, bukan menunggu larangannya. Jangan mengamalkan sebuah ibadah tanpa dalil. Namun dalam urusan dunia, maka yang kita tunggu adalah larangannya.

"Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang menetapkan aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan (diridhoi) Allah? Dan sekiranya tidak ada ketetapan yang menunda (hukuman dari Allah) tentulah hukuman di antara mereka telah dilaksanakan." (QS. Asy-Syura : 21)

Para Sahabat, ketika melihat Rasulullah ﷺ beribadah, mereka tidak mengetahui hikmahnya, tidak tahu alasan beliau beribadah, tapi mereka hanya langsung mengikutinya dengan ittiba'.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
Dulu Imam Ahmad dan para ahli hadits berkata bahwa ibadah adalah menunggu datang dalil. Ibadah tidak disyariatkan kecuali dengan apa yang sudah ditetapkan Allah.

4. Ittiba' (mengikuti Rasulullah ﷺ) tidak akan terwujud kecuali ibadah seseorang berada dalam 6 perkara
1. Sebab kita beramal
Jika seorang beribadah kepada Allah dengan satu ibadah yang disertai dengan sebab tidak syar'i, maka ibadah ini ditolak.

2. Jenis ibadah
Seorang ketika menyembelih hewan kurban

3. Ukuran dalam ibadah
Jika ada orang shalat lalu dia tambah jumlahnya, maka amalannya tertolak.

4. Tata cara dalam ibadah
Banyak orang yang beribadah namun tata caranya keliru, maka amalan tersebut tertolak.

5. Waktu dalam ibadah
Ada orang yang berangkat Haji tapi di bulan Ramadhan, maka amalan ini tertolak.

6. Tempat dalam ibadah
Ada orang I'tikaf tapi di rumah, maka amalan ini tertolak.

Ada 3 pendapat ulama tentang I'tikaf.
1. I'tikaf tidak sah kecuali 3 masjid yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa 
2. I'tikaf tidak boleh di rumah, tetapi harus di Masjid.
3. I'tikaf boleh dilakukan di rumah.

5. Menjauhkan dari hal yang mengganggu saat beribadah
Seseorang harus bisa menjauhkan diri dari sesuatu yang mengganggu ketika beribadah.

6. Tujuan seorang hamba dalam beribadah adalah masuk surga dan selamat dari api neraka
Ada sebagian orang yang beribadah tapi tidak memiliki tujuan di atas, padahal kita diperintahkan untuk itu.

7. Ketika kita sudah berada di atas Sunnah, kita jangan terlalu yakin, karena belum ada yang bisa memastikan amal-amal kita diterima.

Seseorang yang belajar Manhaj Salaf, maka hatinya lembut.