Reuni di Surga bersama Keluarga
Oleh: Ustadz Abu Hamzah Sudarmoko hafizhahullah
TK Islam Al A'raaf, Poltangan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Ahad, 27 Oktober 2024
Kita perlu memahami terkait Kehidupan dunia, bahwa dunia adalah kehidupan yang sangat sementara. Dunia itu bermakna sangat singkat, dan dalam arti lain bermakna hina. Di dunia ada pertemuan dan ada perpisahan.
Di dunia terkadang kita punya waktu senggang, terkadang kita sibuk. Di dunia ada hidup dan mati, ada muda dan tua.
Di akhirat tidak ada lagi sedih, tidak ada lagi tua, dan tidak ada lagi kematian. Allah akan matikan kematian. Kita harus mempersiapkan reuni di surga bersama dengan keluarga.
Sudah masyhur di tengah-tengah kita bahwa kita seperti orang asing atau musafir, sehingga Kondisi orang-orang tersebut menuntut kita untuk berhati-hati. Jangan sampai kita salah bertindak dan berbuat sehingga kita celaka.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
"Rasulullah ﷺ pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (HR. Bukhari)
Perjalanan setelah dunia sangat panjang.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yg bisa melampaui umur tersebut” (HR. Ibnu Majah No. 4236)
Usia hidup di dunia dengan di barzakh lebih lama di barzakh.
Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhu jika melihat perkuburan beliau menangis mengucurkan air mata hingga membasahi jenggotnya.
Suatu hari ada seorang yang bertanya:
“Tatkala mengingat surga dan neraka engkau tidak menangis, mengapa engkau menangis ketika melihat perkuburan?” Utsman pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya liang kubur adalah awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari (siksaan)nya maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika ia tidak selamat dari (siksaan)nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih kejam.” (HR. Tirmidzi)
Barzakh menentukan langkah kita berikutnya di akhirat. Kalau kita selamat di barzakh, maka langkah berikutnya akan mudah. Sebaliknya kalau kita tidak selamat di barzakh, maka dia akan mengalami fase yang lebih sulit.
Sekaratnya orang beriman bisa jadi lebih sakit daripada sekaratnya orang kafir.
Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata
"Bisa jadi sekaratnya orang beriman lebih sakit daripada orang kafir karena itu berguna untuk menghapuskan dosa."
Ujian akan terus bergulir, yang dimaksud adalah ujian dalam sakaratul maut dan itu akan menimpa kaum Muslimin sampai dia berjumpa dengan Allah.
Sebagai balasan kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang kafir di dunia, Allah memberikan sakaratul maut yang lebih ringan. Disempurnakan nikmatnya di dunia hingga dia mengalami sakaratul maut, namun akan dibalas dengan yang lebih buruk ketika di akhirat kelak.
Syafaat antara teman itu berlaku. Ketika ada sebagian orang beriman diangkat dari neraka menuju surga, mereka ingat kepada temannya.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata kepada sahabat-sahabatnya:
"Wahai sahabatku, jika engkau tidak melihatku di surga, maka panggillah namaku agar aku juga bisa masuk ke dalam surga."
Hasan Al Bashri rahimahullah berkata
"Perbanyaklah kalian berteman dengan teman-teman yang beriman, karena sesungguhnya teman yang beriman itu berpotensi memberikan syafaat di hari Kiamat kelak."
Tentu kita sangat ingin untuk bahagia bersama dengan keluarga, apalagi dalam bingkai kebahagiaan yang abadi.
Persiapkan Reuni di Surga
Kita sangat mempersiapkan reuni di dunia seperti reuni sekolah, bahkan kita rela mencurahkan seluruh kemampuan Kita termasuk harta kita. Namun bisa jadi banyak sandiwara di situ. Apakah kita sudah mempersiapkan diri kita untuk reuni bersama Keluarga? Sudahkah kita mempersiapkan iman kita sehingga kita bisa masuk ke dalam surga?
Hendaknya kita terus memperbaiki iman kita, kemudian memperbaiki iman istri dan anak-anak kita. Rezeki datang dari Allah, dan itu harus kita yakini.
Suatu ketika Imam Syafi'i dan Imam Malik berdiskusi.
Imam Syafi'i berkata bahwa rezeki itu harus diusahakan. Namun Imam Malik berkata bahwa rezeki itu ada yang tidak perlu diusahakan. Kemudian Imam Syafi'i membawa hasil yang diusahakan dan memberikan sebagiannya kepada Imam Malik. Maka pendapat keduanya benar. Namun hakikatnya adalah rezeki berasal dari Allah.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sungguh di surga ada pasar yang didatangi penghuni surga setiap Jumat. Bertiuplah angin dari utara mengenai wajah dan pakaian mereka hingga mereka semakin indah dan tampan. Mereka pulang ke istri-istri mereka dalam keadaan telah bertambah indah dan tampan. Keluarga mereka berkata, ‘Demi Allah, engkau semakin bertambah indah dan tampan.’ Mereka pun berkata, ‘Kalian pun semakin bertambah indah dan cantik” (HR. Muslim no. 7324)
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini. Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan dosa. Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan. Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling berbincang-bincang. Mereka berkata: "Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diadzab)". Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembahNya. Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang." (QS. At Thur : 21-28)
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Allah Ta'ala berfirman: "“Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan hunafa’ (Islam) semuanya. Kemudian setan datang. Lalu memalingkan mereka dari agama mereka, mengharamkan atas mereka apa yang Aku halalkan, dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak Aku turunkan keterangannya.” (HR. Muslim No. 2865)
Ilmu adalah menjadikan kita semakin takut kepada Allah. Setiap bertambahnya ilmu seseorang, maka semakin bertambah pula rasa takutnya kepada Allah. Maka berikan hanya sesuatu yang halal kepada keluarga.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik." (HR. Muslim)
Jangan sampai kita bermudah-mudahan di dalam dosa, karena adzab paling ringan yang diterima oleh Paman Nabi ﷺ adalah ditusuknya bara api di telapak kakinya dan otaknya mendidih. Naudzubilllah.
Imam Nawawi rahimahullah berkata:
"Sungguh setan selalu ingin ikut serta dalam urusan harta dan anak manusia."
Dengan iman yang terus dijaga sampai akhir hayat, maka Allah berkenan mempertekukan antara orang tua dan anak keturunannya di tingkat surga yang sama.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang kondisi derajat seseorang di surga:
1. Orang tua mengangkat derajat surga anak
Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu berkata
"Sesungguhnya Allah benar-benar akan mengangkat derajat surga anak keturunannya karena amal shalih orang tuanya." (As-Silsilah Ash-Shahihah No. 2490)
2. Anak mengangkat derajat surga orang tua
"Sungguh Allah benar-benar akan mengangkat derajat surga orang tuanya karena doa anaknya yang shalih." (As-Silsilah Ash-Shahihah No. 2490)
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: 1) Sedekah Jariyah, 2) Ilmu yang bermanfaat, dan 3) Doa anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya" (HR. Muslim No. 1631)
Iman itu lahir dengan ilmu. Jika kita ingin ilmu, maka kita harus belajar. Ilmu itu tidak akan diraih dengan badan yang santai.
Syaikh Al Uhsoimi hafizhahullah berkata:
"Di antara memuliakan ilmu adalah kita harus bersungguh-sungguh untuk meraih ilmu tersebut."
Imam Syafi'i berkata bahwasanya ilmu tidak akan diraih kecuali dengan 6 syarat di antaranya adalah bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Ada sekitar 17 tempat percakapan antara orang tua dengan anak di dalam Alquran. 14 tempat ada dialog antara ayah dengan anak, 2 tempat adalah dialog antara Ibu dengan anak, dan 1 tempat adalah dialog ayah Ibu dan anak.
Jangan sampai terjadi Fatherless, yaitu memiliki ayah tapi seolah-olah tidak memiliki ayah.
Dialog ayah dan anak memiliki porsi paling banyak dibandingkan dialog ibu dengan anaknya.
POIN PENTING dalam Mendidik Anak
1. Perhatikan baik-baik masa pertumbuhan anak-anak
2. Masa merekam dan meniru
3. Tercetak dalam dirinya apapun yang dilihat dan didengar
4. Sehingga ketika sudah dewasa, maka akan menjadi PR besar orang tua dan walinya.
5. Seringkali kesalahan menghadapinya
6. Jadilah guru untuk anak-anak
7. Guru itu didengar ucapannya dan ditiru tingkah lakunya.
Solusi Fatherless
1. Mengajarkan cara menyelesaikan masalah dengan logika yang baik dengan penuh kasih sayang
2. Memberikan keteladanan berperilaku yang benar dan baik serta bertanggung jawab
3. Menyediakan waktu berkualitas untuk bermain dan berinteraksi dengan anak.
4. Menunjukkan rasa sayang dan perhatian secara verbal dan non verbal
5. Mendengarkan dan memahami perasaan dan kebutuhan anak
6. Memberikan dukungan dan motivasi untuk prestasi dan minat anak
7. Memberikan penghargaan kepada istri dan sebutkan kebaikan-kebaikan ibunya kepada anak.
Allah Ta'ala berfirman:
"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. Al Ahqaf : 15)
Nasihat Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah tentang bagaimana Rasulullah ﷺ menunjukkan pendidikan sikap kepada anak, di antaranya adalah:
Kecup anak kita
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dikisahkan bahwa Rasulullah ﷺ mengecup Hasan bin Ali, sementara di samping beliau ada Al Aqra' bin Habis at Tamimi sedang duduk. Lalu dia berkata, "Aku mempunyai 10 anak, namun aku belum pernah mengecup seorang pun dari mereka."
Mendengar penjelasan tersebut, Rasulullah ﷺ pun melihat ke arahnya seraya bersabda:
"Siapa tidak menyayangi maka tidak akan disayangi." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ayah wajib memberi nafkah keluarga, tapi anak juga butuh nafkah cinta.
Untuk menumbuhkan kasih sayang, maka masing-masing harus saling menumbuhkan perhatian kepada anak.
No comments:
Post a Comment