Friday, 7 February 2025

Kajian Jumat: Toxic Marriage // Ustadz Taufiq Al Haddad hafizhahullah

Kajian Jumat
Toxic Marriage
Oleh: Ustadz Taufiq Al Haddad hafizhahullah
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Jumat, 9 Sya'ban 1446 / 7 Februari 2025

Pernikahan sering dikatakan menempuh bahtera antara suami dan istri, mengarungi luasnya lautan kehidupan, hingga sampai ke tujuan bersama, yaitu surga.

Pernikahan adalah salah satu tanda keagungan Allah yang diberikan kepada kita.

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum : 21)

Dengan adanya istri, rumah tangga menjadi tenang dan tenteram. Betapa Allah adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang memberikan pasangan yang sejuk bagi kita.

Namun ada pula konflik di dalam rumah tangga, bahkan hingga perceraian. Bukan hanya masyarakat umum, tetapi Sahabat Nabi pun ada yang mengalami perceraian, bahkan Rasulullah ﷺ pun merasakan perceraian.

Ada kalanya pernikahan berjalan baik, namun seiring jalannya waktu, ada keadaan yang menjadikan pernikahan itu toxic, racun dalam pernikahan. Racun bisa berbahaya terkandung kadarnya. Semakin banyak kadarnya, maka semakin cepat mati.

Bagaimana hubungan suami dan istri yang dipenuhi oleh perilaku yang merusak, baik dalam fisik atau psikologis?

Toxic Marriage sangat bertentangan dengan syariat.

Ciri-ciri Toxic Marriage adalah:
1. KOMUNIKASI YANG BURUK
Kurangnya komunikasi bisa berujung pada pertengkarana. Apalagi jika suami-istri saling bekerja. Pada saat keadaan sama-sama letih, keduanya bisa saja saling bertengkar.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An Nisaa : 19)

Memang terkadang berat untuk bersabar dengan perilaku istri, tapi kita diperintahkan untuk bersabar.

2. ADANYA SU'UDZON, CURIGA YANG TIDAK SEHAT

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ

Waspadalah dengan buruk sangka karena buruk sangka adalah sejelek-jeleknya perkataan dusta.” (HR. Bukhari no. 5143 dan Muslim no. 2563)

3. TIDAK ADA HUBUNGAN EMOSIONAL ANTARA SUAMI-ISTRI

Suami-istri walaupun hidup bersama, tapi keduanya tidak merasakan ketenangan. Saling sibuk masing-masing.

Walaupun berada dalam rumah tangga yang sah, memiliki anak-anak, namun ketika suami-istri tidak ada hubungan emosional, maka akan menyebabkan salah satunya atau keduanya merasa kesepian sehingga mencari pelampiasan dan perhatian di luar.

Ketika suami terkena fitnah syahwat dari wanita di luar rumah, maka hendaknya suami mendatangi istrinya. Karena apa yang dimiliki oleh wanita lain, juga dimiliki oleh istrinya.

Dari Jabir radhiyallahu 'anhu, ia berkata
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah melihat seorang wanita, lalu beliau masuk ke rumah Zainab istri beliau yang sedang menyamaki kulit miliknya. Lalu beliaupun menyelesaikan hasratnya (kepada istrinya). Setelah itu beliau keluar mengunjungi para sahabatnya dan bersabda, ‘Sesungguhnya wanita itu datang bagaikan bentuk setan dan pergi bagaikan bentuk setan. Barangsiapa yang mendapati hal demikian, hendakanya ia mendatangi istrinya. Karena hal tersebut bisa meredam gejolak syahwat yang ada dalam dirinya.” (HR. Muslim: 3473)

4. ADANYA KDRT (KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA)

Menurut Kementerian, Indonesia sedang darurat KDRT karena kasus yang meningkat 51% KDRT. Di antara macam KDRT adalah:
1. Fisik
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah” (HR. Bukhari)

Jika seorang istri mendapatkan kekerasan fisik, maka Islam memberikan solusi yaitu Khulu', yaitu menggugat cerai suaminya.

2. Verbal
Kekerasan verbal bukan berarti harus saling berbantah-bantahan, namun saling berdiam diri juga termasuk di dalamnya atau yang biasa dikenal sebagai silent treatment.

3. Ekonomi
Suami yang tidak memberikan nafkah kepada istrinya, ini termasuk KDRT dalam perkara ekonomi.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kecuali jika suami memiliki udzur seperti sakit atau kecacatan fisik, maka ini bisa ditoleransi.

Jika suami pelit dalam memberikan nafkah, maka istri boleh mengambil harta suami dengan cara yang ma'ruf dan menggunakannya hanya untuk sesuatu yang dibutuhkan, bukan untuk membuat mewah diri sendiri.

Dari ‘Aisyah bahwa Hindun binti ‘Utbah berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan (suamiku) seorang laki-laki yang bakhil. Dia tidak memberi (nafkah) kepadaku yang mencukupi aku dan anakku, kecuali yang aku ambil darinya sedangkan dia tidak tahu”. Maka beliau bersabda: “Ambillah yang mencukupimu dan anakmu dengan patut”. (HR. Bukhari No. 5364 dan Muslim No. 1714)

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (QS. Ath-Thalaq : 7)

Memberikan nafkah kepada istri adalah sesuai kemampuan.

5. NPD (Narcissistic Personal Disorder)
Masalah ini termasuk dalam gangguan kejiwaan.

Di antara ciri dari NPD adalah:
✓ Memiliki rasa superior secara berlebihan, merasa lebih unggul daripada yang lain
✓ Selalu mencari validasi terhadap dirinya sendiri. Ingin selalu dipuji oleh orang lain
✓ Tidak berempati, semua harus tertuju kepadanya, dan selalu playing victim dalam setiap peristiwa
✓ Memiliki hubungan yang manipulatif, selalu bermain dengan pikirannya sendiri
✓ Suka mengabaikan perasaan pasangannya
✓ Suka memutarbalikkan fakta

Penyebab Toxic Marriage:
1. Bodoh dalam perkara agama

Rasulullah ﷺ bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Suami-istri harus belajar agama, agar rumah tangga yang dijalankan jauh dari konflik.

2. Tidak memerhatikan dan tidak menerapkan agama Islam

Suami atau istri selalu menerobos larangan dalam syariat, padahal mereka sudah tahu hukumnya.

Kalau suami-istri saling kerja, maka keduanya akan sama-sama letih. Itu bisa menjadi pemicu konflik dan ribut dalam rumah tangga. Jangankan mau melayani suami, diajak berhubungan pun istri menolak. Naudzubilllah.

3. Tidak mengikuti tuntunan Islam dalam memilih pasangan

Rasulullah ﷺ bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعِ : لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرُ بِذَاتِ الدَيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

"Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung." (Muttafaqun 'Alayh)

4. Pengaruh media
Sekarang zamannya sosial media, salah satu yang menjadikan toxic marriage karena melihat standar hidup orang lain.

"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. An Nisaa : 32)

Cara Menghindari Toxic Marriage:
1. Mendidik keluarga kita

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At Tahrim : 6)

Harus bisa saling support antara suami-istri, terutama di dalam perkara ketaatan kepada Allah.

2. Melatih diri untuk berakhlaq baik

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku“ (HR. Tirmidzi)

3. Berusaha memenuhi kebutuhan

Kita tidak boleh mementingkan diri sendiri dalam hal biologis, karena itu termasuk perbuatan dzalim. Maka hendaknya suami-istri saling memenuhi kebutuhannya dalam segala hal, termasuk dalam perkara biologis.

4. Terlibat dalam tarbiyah (Pendidikan) istri dan anak

5. Bersikap lembut dan berkata baik dengan pasangan

"Sesungguhnya Allah Maha Lembut yang mencintai kelembutan. Dan Allah memberi pada kelembutan apa yang tidak diberikan pada kekerasan, tidak pula diberikan kepada selainnya“. (HR. Muslim No. 2593)

Ketika kita mampu berlemah lembut dengan pasangan, maka dia akan merasakan bagaimana rumah tangga yang seharusnya.

Wednesday, 5 February 2025

Kajian Rabu: Jangan Risaukan Masa Lalumu // Ustadz Hamdi Solah Albakry hafizhahullah

Kajian Rabu with The Rabbaanians
Jangan Risaukan Masa Lalumu
Oleh: Ustadz Hamdi Solah Albakry hafizhahullah
Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Rabu, 7 Sya'ban 1446 / 5 Februari 2025

Tidak semua orang mau belajar, tidak semua orang mau upgrade ilmu soal agama. Banyak orang yang semangat untuk meningkatkan kualitas dirinya, tapi sangat sedikit yang mau meningkatkan ilmu dalam agama.

"Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yg bisa melampui umur tersebut” (HR. Ibnu Majah: 4236)

Dari hadits ini, Nabi ﷺ mengingatkan bahwasanya umur kita cuma sebentar. Kita harus sadar apa yang seharusnya kita persiapkan.

Wafatnya seseorang, sebetulnya dia tidak wafat melainkan hanya berpindah dari kehidupan yang satu kepada kehidupan yang lain.

لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَن طَبَقٍ

"Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)" (QS. Al Insyiqaq : 19)

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang berangkat ke masjid hanya untuk mempelajari ilmu agama atau mengajarkannya, maka ia diberikan pahala seperti pahala ibadah haji yang sempurna hajinya." (HR At-Thabarani).

Allah menguji kita dengan kebaikan dan keburukan.
Allah Ta'ala berfirman:

وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. Al Anbiya : 35)

Nabi ﷺ mengajarkan kita sebuah doa:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ، وَقَهْرِ الرِّجَالِ

"Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kebingungan dan kesedihan, aku berlindung kepadaMu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepadaMu dari ketakutan dan kekikiran, aku berlindung kepadaMu dari lilitan utang dan tekanan orang-orang."

Al Hamm, kesedihan masa lalu
Al Hazan, musibah yang dahulu pernah dirasakan

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:
"Sesungguhnya Nabi ﷺ menjadikan Al Hazan kesedihan masa lalu termasuk bagian yang Nabi ﷺ ajarkan untuk berlindung kepada Allah. Karena sesungguhnya kesedihan masa lalu bisa melemahkan hati, tekad menjadi pudar, dan tidak ada yang lebih disenangi oleh setan daripada perasaan sedih yang dirasakan oleh manusia" (Kitab Madarijus Salikin)

Allah mengatur Islam dengan sangat sempurna, sehingga agama ini menyehatkan hati dan pikiran kita. Seseorang yang memiliki keimanan yang benar, maka dia akan lepas dari kesedihan masa lalu.

Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata:
"Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasulullah ﷺ. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata: “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah ﷺ menjawab, ”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata, ”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi ﷺ menjawab, ”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi ﷺ menjawab, ”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi: “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi ﷺ menjawab, ”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”
Nabi ﷺ menjawab, ”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi ﷺ bertanya kepadaku: “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab, ”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.” (HR. Muslim No.8)

Keimanan tentang takdir adalah sesuatu yang sangat penting. Betapa kasihan orang-orang yang tidak mengerti konsep takdir. Untuk mengusir kesedihan di dalam diri adalah beriman kepada takdir. Seseorang tidak dikatakan beriman sampai dia beriman kepada takdir.

Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata:
"Takdir adalah aturan Tauhid, barangsiapa mengesakan Allah dan beriman dengan takdir maka inilah tali yang kuat yang tidak akan terlepas. Dan barangsiapa mentauhidkan Allah dan mendustakan takdir maka dia telah melepaskan tauhidnya.” (Atsar ini dikeluarkan oleh Al Firyabi di dalam Kitab beliau Al-Qadar, hal 143)

Dari Yahya bin Ya’mar, beliau mengatakan, “Orang yang pertama kali berbicara masalah takdir di Bashrah adalah Ma’bad Al Juhani. Aku dan Humaid bin ‘Abdirrahman kemudian pergi berhaji –atau ‘umrah- dan kami mengatakan, “Seandainya kita bertemu salah seorang sahabat Rasulullah ﷺ, kita akan mengadukan pendapat mereka tentang takdir tersebut”

Kami pun bertemu dengan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu yang sedang memasuki masjid. Lalu kami menggandeng beliau, satu dari sisi kanan dan satu dari sisi kiri. Aku menyangka sahabatku menyerahkan pembicaraan kepadaku sehingga akupun berkata kepada Ibnu ‘Umar, “Wahai Abu ‘Abdirrahman (panggilan Ibnu ‘Umar), sungguh di daerah kami ada sekelompok orang yang berpandangan takdir itu tidak ada, dan segala sesuatu itu baru ada ketika terjadinya (tidak tertulis di catatan takdir dan tidak pula diketahui oleh Allah sebelumnya).

Maka Ibnu ‘Umar berkomentar, “Kalau kamu bertemu dengan mereka, beritahukan mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka berlepas diri dariku! Demi Dzat yang Ibnu ‘Umar bersumpah denganNya, seandainya mereka memiliki emas sebanyak gunung Uhud lantas menginfaqkannya, niscaya Allah tidak akan menerima infaq mereka tersebut sampai mereka mau beriman kepada takdir” (HR. Muslim)

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya." (HR. Tirmidzi)

Takdir adalah ketetapan Allah untuk segala sesuatu yang terjadi di alam semesta, berdasarkan ilmu yang luas dan hikmah yang sempurna.

Kita mendapatkan harta, kehilangan harta, pernah terkena musibah, terkena penyakit, itu adalah takdir dari Allah.

إِنَّا كُلَّ شَىْءٍ خَلَقْنَٰهُ بِقَدَرٍ

"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdirnya." (QS. Al Qomar: 49)

Seseorang dikatakan beriman kepada takdir ketika dia meyakini 4 perkara:
1. Meyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu tanpa batasan 
2. Meyakini bahwa Allah menuliskan segala sesuatu yang terjadi dalam Lauhul Mahfudz.

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِى كِتَٰبٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ

"Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah." (QS. Al Hajj : 70)

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan (setelah ‘arsy, air dan angin) adalah qalam (pena), kemudian Allah berfirman, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang harus aku tulis.’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya.’” (HR. Tirmidzi No. 2155)

Orang yang tidak beriman kepada takdir akan terus mencari tahu dan menganalisa, walaupun sesuatu itu tidak bisa dianalisa. Seperti kenapa kita dilahirkan dari orang tua Fulan dan Fulanah. Kita tidak akan bisa menganalisanya. Namun ketika kita beriman kepada takdir, maka kita akan tenang dan hidup kita akan bahagia ketika beriman kepada takdir.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Allah telah mencatat, menuliskan takdir (ketentuan) semua makhlukNya 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit-langit dan bumi. Rasulullah ﷺ bersabda, “’Arsy Allah sudah berada di atas air.” (HR. Muslim No. 4797)

3. Meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ

"Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam." (QS. At Takwir : 29)

4. Meyakini bahwa segala sesuatu adalah ciptaaan Allah

Seluruh peristiwa yang terjadi adalah ciptaan Allah.

وَٱللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

"Padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS. Shaffat : 96)

Barangsiapa beriman kepada 4 perkara ini, maka dia sudah beriman dengan takdir yang benar.

Seluruh perbuatan Allah pasti baik. Seluruh takdir Allah pasti baik.

Kenapa ada kaidah dari para ulama bahwa seluruh takdir Allah adalah baik?
Para ulama menyebutkan bahwa takdir baik dan buruk adalah berdasarkan pandangan manusia, tapi ketika takdir itu sudah ditetapkan Allah, maka seluruh takdir Allah adalah baik.

Rasulullah ﷺ bersabda:
"…dan keburukan tidak disandarkan kepadaMu.” (HR. Muslim)

"Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Ahmad, 3:117)

Takdir Allah pasti mengandung banyak hikmah, mengandung banyak kebaikan. Karena Allah adalah Al Hakim, Yang Maha Bijaksana. Sehingga takdir Allah diputuskan berdasarkan kebijaksanaan Allah.

مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. At-Taghabun : 11)

Orang yang beriman kepada takdir, hatinya akan tenang dan akan ridho walaupun musibah yang terjadi kepada dirinya.

Maksud dari ayat di atas adalah orang yang terkena musibah dan dia meyakini takdir tersebut berasal dari Allah lalu dia berserah diri.

Takdir terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Takdir yang bisa diusahakan
2. Takdir yang tidak bisa diusahakan

Pada saat berjuang untuk keluar dari takdir yang Allah tetapkan kepada dirinya, kisah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu ini bisa menjadi pelajaran.

Ketika Umar bin Khattab dan pasukan kaum muslimin hendak memasuki negeri Syam. Mereka mendengar adanya wabah penyakit menular (Tha’un) tepatnya di daerah Sirg.

Mendengar hal ini, Umar segera mengumpulkan para sahabat Muhajirin dan Anshar untuk meminta pendapat mereka; apakah kafilah akan terus memasuki negeri Syam atau justru pulang kembali ke Madinah.

Sebagian berkata, “Kita keluar mencari keridhaan Allah, jangan sampai hal ini menghalangi kita.” Sebagian lainnya berkata, “Itu adalah wabah penyakit, kami berpendapat kita jangan mendatanginya.”

Lalu Umar mengumpulkan para sahabat, kemudian mereka menganjurkan Umar untuk pulang. Lantas Umar menyeru kepada orang-orang, “Besok pagi aku akan menaiki untakku (pulang).”

Abu Ubaidah berkata pada Umar, “Apakah engkau lari dari takdir Allah?”

Umar kemudian menjawab, “Benar, aku lari dari takdir Allah menuju takdir Allah lainnya. Apa pendapatmu jika engkau memiliki seekor unta, lalu engkau menyusuri sebuah lembah. Lembah itu memiliki dua sisi, salah satunya subur dan yang lainnya gersang.

Jika engkau menggembalakan untamu pada sisi lembah yang subur, bukankah itu karena takdir Allah? Dan jika engkau menggembalakannya pada sisi yang gersang, bukankah itu juga karena takdir Allah?”

Mendengar itu, Abdurrahman bin ‘Auf menghampiri mereka dan berkata, “Aku memiliki pengetahuan tentang ini, aku mendengar Rasulullah bersabda, “Jika kalian mendengar ada wabah (penyakit) dalam suatu negeri, maka janganlah kalian mendatanginya.

Namun, jika wabah itu menyebar ketika kalian berada di negeri tersebut, maka janganlah kalian lari keluar darinya.” (HR. Muslim no. 2219)

Allah memberikan fasilitas dunia yang luas untuk dijelajahi.

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلنُّشُورُ

"Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezekiNya. Dan hanya kepadaNyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan." (QS. Al Mulk : 15)

Kalau masih ada yang kita bisa usahakan, maka usahakan. Bahkan ketika kita sakit, maka salah satu cara kita untuk mengusahakan takdir adalah dengan berobat.

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Wahai hamba Allah, berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah Subhaanahu tidak menurunkan penyakit melainkan kecuali Dia juga menurunkan obatnya, kecuali sakit pikun." (HR. Ibnu Majah)

Beriman kepada takdir dan husnudzon kepada Allah.

وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al Baqarah : 216)

Takdir Allah adalah rahasia Allah di muka bumi ini. Kita punya keyakinan bahwasanya Allah adalah Al-Hakim sehingga kita meyakini bahwa akan selalu ada kebaikan dari takdir tersebut. Ini harus menjadi keyakinan 

Di antara nama Allah yang lain adalah Al-Lathif, yaitu Allah sedang memberikan kasih sayang dan kebaikan kepada hambaNya dengan cara yang tidak kita sadari. Maka penting untuk kita mempelajari nama Allah ini agar kesedihan kita di dalam diri bisa hilang.

Setiap kesedihan yang Allah berikan, itu adalah jalan untuk kita mendapatkan kenikmatan yang sangat besar.

Jika takdir sudah ditetapkan, kenapa kita masih harus berusaha?
Karena kita tidak mengetahui takdir yang Allah tuliskan kepada kita. Allah memberikan kita kehendak dan keinginan. Takdir bukanlah paksaan kepada manusia.

Takdir yang dituliskan terdiri dari 4 hal, yaitu:
1. Takdir yang dituliskan di Lauhul Mahfudz 
2. Takdir yang dituliskan oleh malaikat ketika ada di rahim ibu
3. Takdir yang dituliskan tahunan oleh malaikat, yaitu saat Lailatul Qadar
4. Takdir yang dituliskan setiap hari oleh malaikat

Takdir yang bisa diubah adalah takdir yang berada di catatan malaikat, bukan catatan di Lauhul Mahfudz.

يَمْحُوا۟ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِندَهُۥٓ أُمُّ ٱلْكِتَٰبِ

"Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)." (QS. Ar-Ra'd : 39)

Kita tidak boleh bermalas-malasan atau hanya pasrah dengan takdir. Islam melarang kita untuk menjadi orang yang pemalas.

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: 'qadarullah wa ma sya'a fa'al' (ini sudah jadi takdir Allah). Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan kalau (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim)

“Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit kurma maka apabila dia mampu menanamnya sebelum terjadinya kiamat maka hendaklah dia menanamnya.” (HR. Imam Ahmad 3/183, 184, 191, Imam Ath-Thayalisi no.2068, Imam Bukhari di kitab Al-Adab Al-Mufrad No. 479)