Semua berawal dari munculnya aku ke permukaan dunia. Mulai mengenal
banyak manusia yang tentunya punya nama, seperti Joni, Deni, Mia, Santi,
dan yang lainnya.
Aku beradaptasi dengan mereka yang sebelumnya tak kukenal. Banyak
karakter yang bisa kupelajari dari masing-masing kepala.
Joni misalnya, ia seorang pria penyuka sesama jenis dan berkepribadian
wanita, tapi menurutku ia adalah seorang pria yang menyenangkan. Dia
sangat menyukai film, dan sekarang sedang, katakanlah terkena movie
syndrome. Selain berkuliah, sehari-hari hidupnya dihabiskan oleh naskah,
skenario, syuting, editing, atau apapun yang berhubungan dengan itu. Ia
rela mengorbankan kegiatan lain bersama teman-temannya demi kesibukan
filmnya itu. Maklum, namanya juga syndrome!
Sudahlah. Joni adalah contoh betapa aku sangat mempelajari karakter
setiap orang, entah yang kukenal atau tidak.
Aku percaya bahwa orang lain pasti juga akan mempelajari bagaimana aku,
sifatku, sikapku, hingga penampilanku.
Pasti tak sedikit orang yang menilaiku (mungkin) arogan, sombong, atau
diktator. Tapi tak sedikit juga orang yang menilaiku baik, senang
menolong, jarang mengeluh, dan sebagainya.
Tapi itu hanya anggapan dan penilaian mereka saja terhadapku, dan selama
apa yang menurutku benar, pasti aku lakukan. Bahkan Joni dan
teman-teman yang lain juga akan melakukan hal yang sama.
Buruknya, masih banyak orang yang membicarakan keburukan orang lain di
belakang. Seperti “eh, si A sok artis ya, coba deh perhatiin gayanya”,
atau bermain kata lewat sindiran.
Menurutku itu menyedihkan! Seharusnya orang yang membicarakan keburukan
di belakang atau menyindir orang lain itu bisa langsung menujukan
penilaiannya kepada yang bersangkutan.
Karena faktanya, tidak semua orang akan senang jika dirinya dibicarakan
orang lain di belakang. Itu bisa sangat menyakitkan untuknya, bahkan
melebihi sakitnya ditinju berkali-kali.
Tapi di antara sedikit orang yang senang dibicarakan di belakang,
mungkin aku adalah salah satunya.
Bahkan dibenci orang sekalipun, aku masih bisa tersenyum dan terus
berpikir positif pada mereka. Tak ada dendam sama sekali, dan tak ada
keinginan untuk melakukan hal seperti itu. Lebih baik kalau aku tak
suka, aku bicara langsung ke orangnya.
Frontal itu baik, karena mengarah pada kejujuran. Dan tak ada yang salah
dengan kejujuran, selama itu dibicarakan di depan yang bersangkutan.
Aku termasuk orang yang bisa dikatakan frontal, berbicara tentang apa
yang aku ingin bicarakan.
Aku pikir mereka baik hati karena sudah menyisihkan waktunya untuk
membicarakanku dan (mungkin) menjelekan aku di belakang. Perhatian
sekali ya.
Semakin aku dibicarakan, itu berarti semakin membuatku mengerti tentang
kedewasaan. Setidaknya mengajarkan aku bahwa aku tidak boleh seperti
mereka.
Itu sebabnya AKU BAHAGIA JIKA BANYAK ORANG MEMBICARAKANKU.
No comments:
Post a Comment