Kajian Sabtu
Biografi Imam Syafi'i rahimahullah
Oleh: Ustadz Firanda Andirja hafizhahullah
Live Streaming dari kediaman Ustadz Firanda Andirja
3 Rabiul Awwal 1443 / 9 Okt 2021
Imam Syafi'i adalah seorang imam yang smagat istimewa di dalam imam 4 mazhab.
Bahkan ketika menuliskan tentang biografi Imam Syafi'i, Imam Adz-Dzahabi sampai membutuhkan 90 halaman lebih di dalam kitabnya.
Kita tahu bahwa imam Mazhab yang paling tua adalah Imam Abu Hanifah, kemudian disusul oleh Imam Malik, lalu Imam Syafi'i, kemudian setelahnya adalah Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu jami'an.
Di antara imam yang mengagungkan koneksi dengan 3 imam lainnya adalah Imam Syafi'i rahimahullah.
Beliau berguru kepada Imam Malik rahimahullah di Madinah. Kemudian di antara guru beliau juga adalah Muhammad Hasan Asy-Syaibani yang merupakan murid Imam Abu Hanifah ketika di Baghdad. Imam Syafi'i memiliki murid yaitu Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Inilah keterkaitan Imam Syafi'i dengan 3 Mazhab sekaligus.
Di antara keistimewaan Imam Syafi'i adalah beliau belajar dari 2 madrasah berbeda, yaitu madrasah hadits Imam Malik, di mana di kota Madinah bertebaran hadits-hadits Nabi ﷺ yang sangat banyak, karena banyak para Sahabat yang tinggal di kota Madinah, kemudian ilmu mereka berlanjut kepada para ulama di kota Madinah di antaranya adalah kepada Imam Malik di mana beliau memiliki kitab yang bernama Al-Muwatho'.
Imam Syafi'i juga belajar di Baghdad, yaitu di madrasah ahli ro'yu metode belajar agama yang dibentuk oleh Imam Abu Hanifah. Hadits-hadits Nabi ﷺ memang tidak banyak tersebar di Baghdad, sehingga mereka butuh mengolah akal. Di sinilah Imam Syafi'i mempelajari qiyas secara luar biasa. Kemudian beliau menggabungkan 2 madrasah tersebut dan menjadi Mazhab Syafi'i.
Nasab Imam Syafi'i
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-'Abbas bin Utsman bin Syaafi' bin As-Saaib bin 'Ubaid bin 'Abd Yazid bin Haasyim bin Al Mutholib bin 'Abd Manaf bin Qushay bin Kilab, sehingga nasab beliau bermuara kepada 'Abd Manaf kakek buyut Nabi ﷺ. Al Mutholib adalah saudaranya Hasyim, Ayahnya Abdul Mutholib kakek Nabi ﷺ. Dan kepada Syaafi' bin As-Saaib penisbatan Imam Syafi'i rahimahullah. Beliau adalah salah satu imam yang berasal dari suku Quraisy.
Beliau lahir di Ghozzah, Palestina. Pendapat lain mengatakan di Asqolan pada tahun 150 Hijriyyah. Beliau lahir di tahun wafatnya Imam Abu Hanifah.
Ketika beliau lahir, kemudian ayah beliau meninggal, Imam Syafi'i dibesarkan oleh Ibunya dalam kondisi yatim. Karena khawatir terhadap anaknya, maka sang Ibu membawa beliau yang masih berumur 2 tahun ke kampung halaman aslinya yaitu, Mekkah.
Beliau menghapal Alquran ketika berusia 7 tahun dan menghapal kitab Al-Muwatho' karya Imam Malik pada usia 10 tahun. Ini menunjukkan betapa cerdasnya Imam Syafi'i.
Imam Syafi'i pun belajar dari para ulama Mekkah, di antaranya adalah Muslim bin Khalid Az-Zanji Al-Makky yang telah memberi ijazah kepada Imam Syafi'i untuk boleh berfatwa, padahal umur beliau masih 15 tahun. Lalu beliau hijrah ke kota Madinah dan berguru kepada Imam Malik selama bertahun-tahun.
Abdurrahman bin Mahdi, salah seorang ahli Hadits pernah menulis surat kepada Imam Syafi'i agar beliau membuat sebuah Kitab tentang makna dan kaidah Alquran, tentang Hadits, tentang hujjahnya ijma', sehingga akhirnya Imam Syafi'i menulis kitab berjudul Ar-Risalah.
Hal ini menjadikan Abdurrahman bin Mahdi berkata:
"Tidaklah aku shalat kecuali aku doakan Imam Syafi'i di dalam shalatku tersebut."
Kitab Ar-Risalah yang ditulis oleh Imam Syafi'i termasuk kitab pertama tentang Ushul Fiqh dan Ushul Hadits secara teratur.
Kalau sekarang kita melihat banyak Kitab Ushul Fiqh, maka itu adalah pengembangan. Bisa dikatakan, penemu pertama yang membentuk ilmu Ushul Fiqh dan Ushul Hadits adalah Imam Syafi'i.
Pada tahun 195 Hijriyyah, beliau pergi ke Baghdad ketika berusia 45 tahun, dan beliau mengajar di sana sehingga banyak ulama yang berputar haluan dari Mazhab ahli ro'yu menuju Mazhab Syafi'i. Di Badghad, beliau banyak menulis buku lama beliau, kemudian beliau kembali ke Mekkah.
Pada tahun 198, beliau kembali lagi ke Baghdad dan menetap di sana selama sebulan. Lalu beliau meninggalkan Baghdah. Di antara sebabnya adalah karena di sana ada kaum Sufiyyah yang membuat taghbir, yaitu nasyid yang dipadukan dengan musik sehingga banyak yang lalai dan memalingkan orang-orang dari Alquran dan Sunnah.
Di antara guru beliau di Mekkah adalah Muslim bin Kholid Az-Zanji Al Makky, kemudian ia berguru kepada pamannya yaitu Muhammad bin Ali bin Syaafi', kemudian juga belajar kepada Imam Sufyan bin Ibnu Uyainah.
Sedangkan guru beliau di Madinah adalah Imam Malik bin Anas, Abdul Aziz Ad-Darawurdy, dan yang lainnya.
Di antara murid beliau adalah Iman Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Harmalah, Abdul Aziz Al Makky penulis Kitab Al Haidah, Ishaq bin Rohaway, dan murid lain beliau yang sangat cemerlang.
Aqidah Imam Syafi'i adalah berada di atas Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Oleh karenanya banyak sekali nukilan dari beliau yang membantah orang-orang yang sibuk dengan ilmu kalam.
Imam Syafi'i berkata:
"Hukumanku kepada orang yang belajar ilmu kalam adalah seperti hukum Umar kepada Shobiq yang dipukul oleh Umar bin Khattab karena selalu bertanya tentang mutasyabihat"
"Hukumanku kepada orang yang belajar ilmu kalam yaitu dipukul dengan pelepah kurma kemudian diarak di atas unta, kemudian diarak di kabilah-kabilah, kemudian diserukan kepadaNya, 'inilah balasan bagi orang yang belajar ilmu kalam dan filsafat'"
Imam Syafi'i juga berdebat kepada Bisyr Al Marisi yaitu tokoh Jahmiyyah dan Mu'tazilah ketika beliau diminta oleh Ibunya Bisyr Al Marisi untuk menasihati anaknya.
Imam Syafi'i berkata kepada Bisyr Al Marisi:
"Kabarkanlah kepadaku, Aqidah apa yang engkau serukan? Apakah ayat dalam Alquran yang engkau serukan? Ataukah engkau serukan kewajiban yang diwajibkan oleh Allah dan RasulNya, ataukah Alquran dan Hadits yang engkau takwil? Apakah kau dapati bahwa Salaf juga berpendapat seperti itu?"
Bisyr Al Marisi berkata,
"Tidak. Namun kita tidak bisa menyelisihinya."
Imam Syafi'i berkata,
"Engkau telah mengakui bahwa dirimu di atas kesalahan. Bagaimana kemudian engkau sibuk dengan ilmu kalam, sementara engkau meninggalkan Fiqih dan riwayat-riwayat yang shahih?"
Kemudian Bisyr pergi dan Imam Syafi'i berkata,
"Orang seperti ini tidak akan bisa menerima nasihat."
Bisyr Al Marisi selalu mentakwil nama dan sifat-sifat Allah.
Imam Syafi'i berkata:
"Alquran adalah Firman Allah. Barangsiapa mengatakan Alquran adalah makhluk, maka dia telah kafir."
Murid Imam Syafi'i berkata
"Apakah aku boleh shalat di belakang Rafidhoh?"
Imam Syafi'i berkata:
"Janganlah engkau shalat di belakang Rafidhoh, jangan juga di belakang Qadariyyah dan Murjiah."
Kemudian muridnya berkata lagi,
"Wahai guru, sebutkanlah sifat mereka kepada kami"
Imam Syafi'i berkata,
"Siapa yang mengatakan iman hanya perkataan tanpa amal, maka dia Murjiah. Siapa yang berkata bahwa Abu Bakar dan Umar bukan imam Kaum Muslimin, maka dia adalah Rafidhoh. Siapa yang berkata bahwa kita berkehendak tanpa kehendak Allah, maka dia adalah Qadariyyah. Jangan bermakmum di belakang mereka."
Imam Syafi'i berkata Rabi', murid beliau
"Terimalah dariku 3 hal. (1) Jangan kau tenggelam berbicara tentang kesalahan dan fitnah terhadap Sahabat Nabi ﷺ. Kalau kau mencela dan berbicara keburukan terhadap Sahabat Nabi, musuhmu nanti di hari Kiamat adalah Nabi Muhammad. (2) Jangan sibuk dengan ilmu kalam dan filsafat, karena aku lihat bahwasanya ahlul kalam menolak sifat-sifat Allah, dan (3) Jangan engkau belajar tentang ilmu nujum (perbintangan)."
Imam Syafi'i juga pernah berkata,
"Aku tidak pernah melihat orang yang paling sering berdusta seperti Rafidhoh."
"Kelompok Ahlul Bid'ah paling parah adalah Rafidhoh"
Imam Syafi'i dikenal sebagai Nashirul-Hadits. Sebelum belajar ke Baghdad, Imam Syafi'i pernah belajar kepada Imam Malik sehingga beliau banyak menghapal Hadits.
Ketika Imam Syafi'i datang ke Badghad, di masjid paling besar ada lebih dari 40-50 halaqah, dan beliau berdiskusi dengan Syaikh di halaqah-halaqah tersebut. Imam Syafi'i hanya menyampaikan QalAllah wa QalaRasul, sementara orang-orang disebut selalu menyampaikan pendapat imam-imam mereka. Sehingga pada akhirnya hanya tersisa halaqah Imam Syafi'i di sana. Itulah di antara sebab beliau disebut sebagai Nashirul-Hadits.
Imam Syafi'i berkata kepada Imam Ahmad
"Wahai Ahmad, engkau lebih tahu tentang Hadits-hadits shahih. Jika engkau mengetahui hadist shahih, maka beritahukanlah kepadaku sehingga aku berpendapat dengan Hadits tersebut."
Imam Syafi'i juga berkata kepada Harmalah,
"Jika semua pendapatku menyelisihi Hadits Nabi ﷺ, maka Hadits Nabi ﷺ lebih utama dan kalian jangan taqlid kepadaku."
Dari Rabi', dia berkata bahwa dia mendengar Imam Syafi'i berkata:
"Jika dalam kitab-kitabku kalian dapati menyelisihi Hadits Nabi ﷺ, maka Ikutilah pendapat Nabi ﷺ dan tinggalkan apa yang aku katakan."
"Kapan aku mendapati Hadits Nabi ﷺ namun aku tidak berpendapat dengan Hadits yang shahih tersebut, maka sesungguhnya akalku sedang pergi."
Suatu hari Imam Syafi'i meriwayatkan suatu Hadits, kemudian Al Humaidy bertanya,
"Wahai Imam Syafi'i, apakah engkau menerima Hadits ini?" Kemudian Imam Syafi'i berkata, "Mengapa engkau bertanya demikian? Apakah engkau melihat aku baru keluar dari gereja?"
Ini menunjukkan perhatian Iman Syafi'i terhadap Sunnah Nabi ﷺ.
Ibadah Imam Syafi'i sangat luar biasa.
Beliau membagi sepertiga malam menjadi 3 dan beliau melakukannya dengan belajar, shalat malam, dan tidur.
Berkata Rabi' bin Sulaiman:
"Imam Syafi'i mengkhatamkan Alquran di bulan Ramadhan sebanyak 60x dan semuanya dilakukan di dalam shalat."
Imam Al-Humaidy berkata di antara dermawannya imam Syafi'i adalah ketika beliau datang ke Mekkah dengan membawa 10.000 Dinar (1 Dinar = 4kg emas). Kemudian dia membuat kemah dan orang-orang datang untuk menerima dinar dari Imam Syafi'i sampai habis seluruhnya.
Imam Al-Humaidy juga berkata,
"Suatu hari Imam Syafi'i dipertemukan dengan Amirul Mukminin, Harun Al-Rasyid, kemudian beliau berdebat dengan Bisyr Al Marisi dan berhasil mengalahkannya di hadapan Harun Al-Rasyid. Lalu Harun Al-Rasyid memberikan hadiah 50.000 dirham (sekitar 5.000 dinar) kepada Imam Syafi'i. Sebelum sampai ke rumahnya, dirham tersebut sudah habis karena dibagikan kepada orang lain."
Al Muzany berkata,
"Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih dermawan daripada Imam Syafi'i. Suatu hari aku keluar bersamanya di malam Idul Fitri, dari masjid aku bertanya tentang ilmu, hingga sampai di depan pintu rumahnya ada seorang datang dan berkata 'Tuanku kirim salam untukmu, wahai Syafii', kemudian diberikan hadiah. Imam Syafi'i menerimanya, lalu ada murid Imam Syafi'i datang dan berkata 'istriku baru saja melahirkan dan aku tidak punya apa-apa." Lalu Imam Syafi'i memberikan hadiah yang diberikan oleh orang tadi kepada muridnya tersebut."
Imam Syafi'i adalah orang yang pandai memanah. Beliau juga pandai dalam berbahaya, karena beliau belajar di Arab Badui bertahun-tahun.
Kalau Imam Syafi'i ingin menulis buku, ia bisa saja menulis dengan bahasa Arab yang fasih, tapi kemungkinan orang tidak akan paham. Maka, Iman Syafi'i menuliskan kitabnya dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami. Itulah bentuk tawadhu dari Imam Syafi'i.
Begitu hebatnya kemampuan berbahasa Imam Syafi'i, beliau memiliki syair-syair di antaranya
"Aku bunuh sifat tamak yang ada pada diriku, maka akupun menenangkan diriku. Karena jiwa kapan ia tamak, maka rendahlah jiwa tersebut."
"Dan aku sifat qana'ah pada diriku yang tadinya telah mati. Maka dengan menghidupkan ya harga diriku pun terjaga."
"Jika sifat tamak telah menetap di hati seorang hamba. Maka ia akan didominasi oleh kehinaan dan dikuasai kerendahan."
Beliau berkata:
"Kita mencela zaman kita, padahal celaan itu ada pada diri kita sendiri. Dan zaman kita tidaklah memiliki aib atau celaan kecuali kita sendiri."
"Tatkala aku memaafkan maka akupun tidak membenci seorangpun. Akupun menenangkan diriku dari kesedihan dan kegelisahan yang timbul akibat permusuhan."
"Aku memberi dalam kepada musuhku tatkala bertemu dengannya, untuk menolak keburukan agar tidak menimpaku dengan memberi salam."
"Aku menampakkan senyum kepada orang yang aku benci, sebagaimana jika hatiku telah dipenuhi dengan kecintaan."
Karena begitu luasnya ilmu Imam Syafi'i, maka beliau dicintai oleh banyak orang.
Lihatlah bagaimana cintanya Imam Ahmad, beliau pernah berkata,
"Enam orang yang aku selalu doakan di waktu sahur, salah satunya adalah Imam Syafi'i" (Taarikh Al-Islam, Adz-Dzahabi 14/321)
Abu Tsaur pernah ditanya,
"Manakah yang lebih faqih, Asy-Syafi'i atau Muhammad bin Al Hasan?"
Muhammad bin Al Hasan adalah gurunya Imam Syafi'i, beliau menimbang ilmu darinya ketika menetap di Baghdad.
Abu Tsaur berkata,
"Asy-Syafi'i lebih faqih dari Muhammad bin Al Hasan dan juga Abu Yusuf (murid senior Abu Hanifah) dan lebih faqih dari Abu Hanifah dan juga lebih faqih dari Hammadi (gurunya Abu Hanifah) dan lebih faqih dari Ibrahim (gurunya Hammadi) dan lebih faqih daripada Alqomah (gurunya Ibrahim) dan lebih faqih dari Al Aswad (gurunya Alqomah)." (Mukhtasor Taarikh Dimasyq, 6/434)
Padahal Abu Tsaur dahulunya mengikuti Mazhab Ahlu Ro'yu di Baghdad sebelum datangnya Imam Syafi'i. Jawaban Abu Tsaur ini menunjukkan kecintaan yang sangat dalam kepada Imam Syafi'i.
Di antara nasihat Imam Syafi'i adalah:
"Setiap orang yang berkata di atas Alquran dan Sunnah, maka itu adalah kebenaran. Tetapi jika seorang berkata bukan di atas keduanya, maka itu hanya omong kosong."
"Menuntut ilmu lebih afdhol daripada shalat sunnah."
Ini adalah bentuk pengagungan memuliakan ilmu dari Imam Syafi'i.
"Aku berharap semua ilmu yang aku miliki diketahui oleh manusia, dan aku dapat pahala, dan aku tidak perlu orang lain memujiku."
"Mustahil kita selamat dari perkataan manusia. Kita tidak akan pernah selamat darinya. Ingin diridhoi oleh semua manusia, itu mustahil. Maka carilah ridho Allah saja."
Yunus bin Abdil A'laa berkata tentang nasihat Imam Syafi'i kepadanya:
"Wahai Yunus, kau menyendiri membuat orang-orang jengkel kepadamu. Tetapi kau juga terlalu lapang kepada orang lain. Maka tetaplah berada di tengah antara keduanya. Jangan terlalu menyendiri dan jangan pula terlalu lepas dengan orang-orang."
Imam Syafi'i berkata:
"Seburuk-buruk bekal untuk bertemu hari Kiamat adalah permusuhan dengan manusia."
"Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah dia yang tidak pernah merasa dirinya tinggi. Dan orang yang paling hebat kebaikannya adalah dia tidak pernah memandang jasanya."
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata
"Demi Allah, kita tidak akan dicela kalau kita mencintai Imam Syafi'i, karena dia adalah orang yang luar biasa dalam ilmunya, ibadahnya, dermawannya, taqwanya, zuhudnya, dan semuanya."
Imam Syafi'i wafat di usia yang masih cukup muda, yaitu sekitar 54 tahun.
Al Muzany berkata:
"Aku menemui Imam Syafi'i ketika ia sakit dan hendak meninggal dunia. Kemudian aku bertanya kepadanya, 'Wahai Abu Abdillah, bagaimana kondisinya hari ini?'"
Imam Syafi'i mengangkat kepalanya kemudian berkata,
"Aku akan meninggalkan dunia dan aku akan meninggalkan teman-temanku. Aku bertemu dengan buruknya amalanku, dan aku akan bertemu dengan Allah. Aku tidak tahu apakah ruhku akan menuju surga kemudian aku mengucapkan selamat baginya, ataukah ruhku akan menuju neraka, maka aku takziyah kepada ruhku."
Kemudian Imam Syafi'i menangis dan berkata,
"Ketika hatiku menjadi keras dan seluruh harapanku pupus. Aku jadikan harapanku sebagai tangga untuk menuju ampunanmu Yaa Allah. Dosaku sangat banyak, tapi ketika aku bandingkan dengan ampunanMu Yaa Rabb, aku tahu bahwasanya ampunanMu lebih besar. Engkau senantiasa memaafkan atas dosa-dosa sebagai karunia dariMu terhadap hamba-hambaMu. Meskipun aku dimasukkan ke dalam neraka jahannam, aku tidak akan pernah putus asa kepadaMu, Yaa Allah. Aku akan tetap berhusnudzon kepadaMu, Yaa Allah."
Imam Syafi'i wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya di hari terakhir bulan Rajab dan dimakamkan pada hari Jumat tahun 204 Hijriyyah.
No comments:
Post a Comment