Friday, 21 October 2022

Kajian Jumat: Sebab Kesesatan Jahmiyah

Kajian Jumat
Kitab Syarhus Sunnah karya Imam Al Barbahariy rahimahullah
KESESATAN JAHMIYAH
Oleh: Mohamad Nursamsul Qamar, Lc
Jumat, 21 Oktober 2022
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan 

Sebab kehancuran dan kesesatan Jahmiyah adalah dikarenakan mereka menggunakan logika pada dzat Allah, lalu mereka menambahkan kata "kenapa?" dan "bagaimana?" kepada dzat Allah. Perkara ini tidak pernah dikenal dan tidak pernah dilakukan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.

Sebab terbesar mereka terjatuh adalah mereka meninggalkan manhaj seperti Rasulullah dan para sahabatnya meyakini tentang sifat-sifat Allah.

Jahm ibn Sofwa, pendiri Jahmiyah.

Mereka pertama kali menggunakan qiyas (logika) di dalam menghukumi syariat, ayat-ayat Allah dan hukum-hukum Allah. Seandainya semua tidak sesuai dengan akal mereka, maka mereka menafikannya. Apa yang mereka lakukan adalah kekufuran yang nyata.

Jahmiyyah adalah pemgikut Jahm ibn Sofwa, di mana dia bukanlah yang pertama menafikan dzat Allah.

Allah tidak berbicara, karena jika kita mengatakan Allah bicara maka kita telah menyamakan Allah dengan makhluk. Ini syubhat.
Tidak boleh mengatakan Allah memiliki wajah.
Ucapan ini bukanlah dia yang memulai kepada umat, tetapi dia Ja'd ibn Dirham, Aban ibn Sam'an, Thalut bin Ukhti Labid ibn A'shom.

Ja'd ibn Dirham berasal dari daerah bernama Harran. Mereka sudah memiliki peradaban, keyakinan dan agama sendiri bernama as-Soyba (menyembah astronomi di langit).

Dia pertama kali yang terkenal menafikan sifat Allah berbicara.

Dengan Alquran kita bisa mengetahui segala hal yang tidak bisa ditembus oleh akal-akal manusia.

Kebanyakan orang salah memahami Alquran karena mereka tidak memahami dzahir ayatnya melainkan mereka pahami dengan dzahir akal dan logikanya, sehingga mereka keliru.

Ibnul Qayyim berkata:
"Ketika hari Idul Adha, seorang gubernur kala itu mengatakan: wahai kaum muslimin, silakan kalian berqurban, sedangkan aku akan menyembelih Ja'd ibn Dirham."

Bersyukurlah karena Allah memberikan kita petunjuk untuk beragama seperti cara beragama Rasulullah dan para sahabatnya.

Ibnul Qayyim berkata:
Ilmu adalah apa yang difirmankan oleh Allah.

Ketika wahyu telah datang, maka tidak boleh dibenturkan dengan logika. Kita mengimani apa yang terdapat dalil sesuai dengan dzahirnya.

Setiap ada ayat Alquran atau hadits yang menunjukkan makna menyerupai makhluk, maka segera takwil. Asy'ariyyah mengambil aqidah dari Jahmiyyah.

Manhaj ahlussunnah yang diyakini Rasulullah ﷺ bahwasanya setiap ayat Alquran yang menyebutkan tentang dzat dan sifat Allah, maka yang mereka lakukan adalah mengimaninya apa yang berasal dariNya.

Para sahabat menghindari 4 hal, melengkapi makna
1. Tidak boleh seseorang mentahrif
2. Ta'thiil
3. Taqyif
4. Takwil

No comments:

Post a Comment