Sunday, 26 May 2024

Kajian Ahad: Kitab Tauhid // Ustadz Arman Amri hafizhahullah

Kajian Ahad
Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah 
Bab : Asma was-Shifat
Oleh: Ustadz Arman Amri hafizhahullah 
Masjid, Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Ahad, 26 Mei 2024 / 18 Dzulqo'dah 1445

Allah telah menegaskan dalam Alquran tentang nama-namanya, yaitu Asmaul Husna. Berdoalah dengannya. Di dalam nama-nama Allah tersebut terdapat sifatNya yang Mulia.

Nabi ﷺ menegaskan tentang jumlah nama-nama-nama dan sifat-sifat Allah yang mulia

إنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, 100 kurang 1. Barangsiapa yang ahshoohaa, maka dia akan masuk surga"

Makna ahshoohaa memiliki 3 tingkatan, yaitu:
1. Mempelajari
2. Memahami
3. Mengamalkannya dengan baik

Tujuan dari mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah 
1. Tauhid Asma was-Shifat setengah dari bab pembahasan beriman kepada Allah.
2. Tauhid Asma was-Shifat semulia-mulia dan sepenting-pentingnya ilmu, karena ini berkaitan langsung dengan dzatnya Allah.

"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmuNya benar-benar meliputi segala sesuatu." (QS. Ath-Thalaq : 12)

3. Tauhid Asma was-Shifat adalah pokok dari ilmu agama, karena mencakup seluruh Rukun Iman.

4. Tauhid Asma was-Shifat adalah pokok yang terpenting dalam Manhaj Salaf, yaitu hal yang sangat penting dalam hidup ketika mempelajari Manhaj Salaf, atau ketika kita menempuh cara beragama para Sahabat, maka wajib untuk mempelajari Tauhid, memahaminya dengan benar, mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, serta mendakwahkannya kepada umat.

5. Mempelajari Tauhid Asma was-Shifat berarti mempelajari atau untuk mengenal Allah.
Berkaitan dengan Allah, ini adalah termasuk perkara ghaib. Kita tidak akan mengetahui tentang Allah kecuali melalui kabar yang terdapat di dalam sumber yang shahih, termasuk mengetahui nama-nama dan sifat-sifatNya yang mulia.

6. Mempelajari Tauhid Asma was-Shifat adalah dasar atau azas tentang ilmu yang shahih.

7. Mempelajari Tauhid Asma was-Shifat adalah sebagai hidupnya hati manusia.
Tidak akan baik hati seseorang ketika dia tidak memahami tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah yang mulia. Allah-lah yang menguasai hati para hamba.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, ia berkata bahwasanya:
“(Doa) yang sering dibaca oleh Nabi ﷺ adalah, ’Ya muqollibal quluub tsabbit qolbii ‘ala diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamaMu)’.” (HR. Ahmad)

8. Mempelajari Tauhid Asma was-Shifat adalah untuk meningkatkan keimanan kepada Allah, karena dengan mempelajarinya otomatis akan meningkatkan keimanan dan kuat keyakinannya.

9. Mempelajari Tauhid Asma was-Shifat yaitu agar selamat dari berbagai penyimpangan.

Kaidah-kaidah dalam Asma was-Shifat:
1. Pembahasan tentang Asma was-Shifat bersifat Tauqifiy, yaitu wahyu yang hanya bersumber dari Alquran dan Sunnah, tidak boleh dimasuki oleh akal pemikiran manusia.

2. Tidak ada perbedaan antara dalil seluruh mengenai Asma was-Shifat, Alquran dan Sunnah adalah wahyu dari Allah.

Apa yang Nabi ﷺ jelaskan tentang Allah, selamat itu sumbernya shahih, maka wajib kita ambil.

3. Seluruh nama dan sifat Allah adalah sifat yang sempurna.

Allah Maha sempurna.
Ketika Allah dikatakan sebagai Ar-Rahiim, maka Allah memiliki sifat penyayang yang sempurna.

4. Wajib beriman kepada nama dan sifat Allah dengan menjauh 4 hal yang tercela, yaitu ta'thil (menolak sifat Allah), takyif (menanyakan bagaimana tentang sifat Allah), tamtsil (menyamakan Allah dengan makhluk), takwil (menyimpangkan makna dari sifat-sifat Allah)

Di antara yang dilakukan oleh Ahlul bid'ah agar Allah tidak sama dengan makhluk, maka mereka menolak sifat-sifat Allah. Pada dasarnya mereka menganggap bahwa Allah itu tidak ada.

Imam Malik rahimahullah ketika ditanya tentang sifat istiwa Allah, ia berkata:
"Makna istiwa telah diketahui, bertanya tentang bagaimananya kita tidak diketahui, dan menanyakan seperti itu adalah bid'ah."

5. Tetap berpegang pada lafadz-lafadz syar'i dan menjauhi lafadz-lafadz yang bid'ah.

Kita harus menggunakan lafadz-lafadz yang biasa digunakan oleh para ulama dan tidak mengikuti lafadz-lafadz yang baru didengar belakangan.

Di antara contohnya adalah lafadz pada 20 sifat Allah yang digunakan oleh kaum Asy'ari. Ini sangat berbeda dengan Aqidah Nabi Muhammad ﷺ.

6. Asal dari mengetahui Allah adalah penetapan, bukan penolakan.

Kita wajib menetapkan apa yang telah Allah tetapkan di dalam Alquran, dan apa yang dikabarkan oleh Nabi ﷺ di dalam Hadits. Ini adalah sikap benar, bukan malah membenarkan.

7. Pembagian sifat-sifat Allah kepada bagian-bagian tertentu dengan ungkapan yang berbeda.

Pembagian kaidah ini adalah hasil dari bacaan para ulama, sehingga lahir ungkapan atau istilah untuk menjelaskan sifat-sifat Allah.

8. Menetapkan sifat-sifat Allah adalah menetapkan wujud Allah dan bukan penetapan untuk mengetahui atau untuk menanyakan bagaimananya.

9. Sifat-sifat Allah telah diketahui pada satu sisi, dan tidak diketahui pada sisi yang lain (yaitu tentang bagaimananya)

Alquran turun dalam bahasa Arab, yang diketahui oleh seluruh para Sahabat. Namun tidak diketahui oleh kita yang berbeda bahasa tanpa mengetahui tafsirnya.

10. Membiarkan atau memahami nash-nash Asma was-Shifat Allah secara zhahir yang sesuai dengan kesempurnaan Allah.

Nash-nash yang ada tidak boleh diubah apalagi ditolak karena lebih mengikuti akal kita.

Siapa saja yang memahami nama-nama dan sifat-sifat Allah tanpa memiliki pemahaman sesuai pemahaman para Sahabat, maka akan memiliki pemahaman yang menyimpang.

No comments:

Post a Comment