Saturday, 10 August 2024

Kajian Sabtu: Muamalah Harta Dalam Keluarga // Ustadz Ammi Nur Baits hafizhahullah

Kajian Sabtu
Muamalah Harta Dalam Keluarga
Oleh: Ustadz Ammi Nur Baits hafizhahullah
Masjid Nurul Hidayah, Brawijaya, Jakarta Selatan
Sabtu, 10 Agustus 2024 / 5 Shafar 1446

Orang tidak boleh mengambil harta orang lain kecuali dengan cara yang saling ridho dan tidak melanggar syariat.

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu" (QS. An Nisaa: 29)

Kita tidak boleh mengambil harta dengan cara yang bathil seperti berjudi, riba. Walaupun saling ridho, tapi tetap tidak boleh 

Hukum asal harta suami adalah hak suami. Istri tidak punya hak untuk memilikinya kecuali dengan cara yang benar. Begitupun dengan istri.

Seorang istri ketika memakai harta suaminya maka dia wajib izin. Jika istri mengambil harta itu tanpa izin suami, maka istri akan tetap dihisab walau mungkin dianggap remeh oleh manusia. Tidak bisa dipastikan apakah suami ridho atau tidak. Sebagian istri mungkin tidak berpikir bahwa dia akan dihisab oleh Allah di hari Kiamat.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi No. 2417)

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula." (QS. Az-Zalzalah : 7-8)

Proses perpindahan harta dari suami ke istri:
1. Nafkah
Nafkah berarti sesuatu yang habis pakai. Maka objek nafkah adalah harta yang diserahkan suami kepada istrinya untuk mencukupi kebutuhannya.

Batasan nafkah adalah cukup untuk menutupi kebutuhan normal sang istri sesuai kondisi waktu dan tempat. Besaran nafkah berbeda-beda juga disesuaikan dengan kondisi waktu dan tempat.

Seorang wanita wajib diberi nafkah sejak terpenuhi 2 keadaan yaitu:
1. Sudah terjadi akad nikah yang sah
2. Memungkinkan bagi mereka untuk melakukan jima' 

Jika setelah akad nikah tapi kedua mempelai dikembalikan, maka suami belum wajib memberikan nafkah. Maka, kedua syarat tersebut harus terpenuhi semuanya.

Rukun itu harus hadir dalam akad
Rukun nikah
1. Suami
2. Wali
3. 2 orang saksi
4. Akad

Wajib itu harus ada walau tidak hadir
Wajib nikah:
1. Mahar

Cakupan nafkah meliputi 3 hal yaitu
1. Makanan
2. Pakaian
3. Tempat tinggal

Mengenai makanan dan pakaian, Allah tegaskan di dalam Alquran:

Para Ulama tidak mengharuskan untuk memiliki rumah sendiri. Tidak apa-apa jika mengontrak rumah.

Sedangkan untuk tempat tinggal, Allah berfirman:
"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya." (QS. Ath-Thalaq : 6)

Jika ada yang beranggapan bahwa nafkah adalah uang bulanan atau uang jajan untuk istri, maka ini keliru. Nafkah adalah yang mencakup makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

2. Hibah/Hadiah
Hibah adalah pemberian tanpa sebab. Hadiah adalah pemberian dengan sebab.

Hibah bernilai sah dan pindah kepemilikan jika sudah diserahkan. Jika hanya secara lisan, maka belum sah.

Ketika suami membeli rumah atas nama istri, maka tergantung niat suami. Ketika suami hanya membeli barang tanpa niat memberikan ke istri, maka hukum asalnya adalah milik suami.

3. Warisan

Warisan bersifat ijwari (otomatis), karena Allah sendiri yang membaginya. Sehingga harta waris tidak diserahkan kepada hambaNya untuk membagi semuanya.

Konsekuensi ijwari:
1. Sifatnya otomatis
2. Tidak butuh akad
Seorang Bapak walau tidak pernah bicara akan memberikan warisan kepada anaknya, maka warisan itu akan tetap menjadi hak anak.
3. Tidak bisa dibatalkan
Apapun upaya manusia, misalnya sedang emosi dengan anaknya, lalu tidak mau membagi warisannya kemudian Bapaknya meninggal, maka hak warisannya tetap harus dibagi.

Nabi Muhammad ﷺ mengutuk keras bagi seseorang yang menggunakan dirinya kepada yang bukan nasabnya kepada Bapaknya. Di antara yang tidak bisa dinasabkan kepada Bapaknya adalah anak zina dan anak angkat.

Allah melarang anak angkat sebagai anak nasab.

Seorang Muslim tidak memberikan warisan kepada orang kafir. Sebaliknya, seorang Muslim tidak menerima warisan dari orang kafir.

Apakah istri yang dicerai tetap dapat warisan?
Cerai terbagi dalam kondisi:
1. Cerai Raj'i, yaitu cerai yang masih bisa rujuk.
Ini terjadi ketika istri ditalaq 1 dan 2 di masa iddah. Jika suami meninggal dalam posisi cerai Raj'i, ulama sepakat bahwa istri tetap dapat warisan di masa iddah.

2. Cerai Ba'in, yaitu cerai yang tidak bisa rujuk.
Ada 2 keadaan
1. Cerai Tiga di 3 kesempatan yang berbeda;
2. Cerai 1 dan 2 setelah masa iddah selesai.
Setelah masa iddah selesai, maka tidak bisa rujuk selain nikah ulang seperti saat nikah pertama kali.

Para Ulama memberikan rincian:
1. Jika ada niat suami menghalangi untuk dapat warisan seperti dalam keadaan marah, maka dalam hal ini, istri tetap dapat warisan.
2. Jika cerai dalam kondisi normal, tidak ada niat suami untuk menghalangi istri mendapatkan warisan, maka istri tidak dapat warisan.

Inilah 3 jalur di mana istri halal memilikinya.

Proses perceraian dibagi 3 yaitu:
1. Thalaq
2. Khulu'
3. Fasah

Pembagian harta orang tua dan anak juga memiliki aturan yang sama, yaitu:
1. Nafkah
Ciri nafkah terbagi 3:
1) Bersifat wajib
2) Sesuai kebutuhan 
3) Tidak harus sama dengan anak yang lain

Nafkah tidak mengoreksi warisan.
Jika anak memiliki kebutuhan yang lebih besar, maka hukum warisan tetap berlaku sesuai syariat.

2. Hibah/Hadiah
Di antara syarat hibah adalah:
1. Sifatnya tidak wajib
2. Wajib sama kadarnya
3. Di luar kebutuhan
4. Sah jika sudah diserahkan 

3. Warisan

No comments:

Post a Comment