Dauroh Sabtu
Amalan-Amalan yang Dapat Menambah Keimanan
Oleh: Ustadz Maududi Abdullah hafizhahullah
Masjid Nur Salma, Gatot Subroto, Jakarta Selatan
Sabtu, 28 September 2024
Mari kita bersyukur kepada Allah, Rabb yang telah menundukkan hati kita untuk mendekat kepadaNya. Di tengah kehidupan zaman sekarang, Allah berkehendak dan kehendakNya pasti berlaku karena Dia yang mengatur segalanya, bahwa dengan diutusnya Nabi Muhammad ke permukaan bumi, maka tidak ada lagi jahiliyyah, dengan cara Allah senantiasa akan menjadikan generasi orang beriman selalu ada di permukaan bumi, dari satu generasi disambung oleh generasi berikutnya sampai dunia akan kiamat.
Rasulullah bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الحَقِّ، حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
"Selalu akan ada sekelompok umatku akan membela kebenaran hingga datang hari kiamat." (HR. Muslim)
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُولُهُ
"Yang akan mengemban ilmu agama ini dari setiap generasi adalah orang-orang baik di generasi itu." (HR. Al Baihaqi)
Hadits ini menunjukkan bahwa kebenaran akan ada di bumi Allah, karena Nabi mengatakan ada pada setiap generasi. Maka begitu ada generasi, kebaikan ada pada generasi itu. Datang generasi berikutnya, maka kebaikan juga ada pada generasi itu.
Kita tidak boleh berkata "Sayalah orangnya", namun kita hanya bisa berkata, "Semoga saya orangnya", atau "Semoga saya adalah salah seorang di antara orangnya".
Sehebat apapun iblis menggoda manusia lari dari agama Allah, Allah akan tetap jaga agama ini dengan hamba-hambaNya. Hikmah Allah sangat luas. Namun jangan bertanya mengapa Allah menjaga dengan menggunakan hamba-hambaNya? Akal kita tidak akan bisa menembus alam ghaib bagaimana hikmah Allah. Sadar dan berdirilah sesuai dengan posisi kita. Jangan sampai apa yang Allah lakukan justru kita pertanyakan, karena tak layak orang seperti kita mempertanyakan apa yang Allah lakukan, karena Allah tidak mungkin melakukan kesalahan karena Allah adalah Maha Tahu, Maha Adil, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Bijaksana.
Sebagaimana Allah menjaga agamanya dengan para nabi dan rasul, kemudian para sahabat, kemudian para tabi'in, kemudian para tabiut tabi'in, dan akan ada generasi yang mengikuti mereka, walaupun jumlahnya semakin kecil hingga mendekati hari kiamat. Namun pemahaman yang tersambung, tidak terputus, warisan kebenaran yang didatangkan Allah kepada para nabi dan rasul dan generasi setelahnya akan ada sampai kiamat. Tugas kita adalah berusaha untuk bergabung di dalamnya dengan menggunakan 2 hal, yaitu hati dan batin.
Alquran adalah tali Allah sebagai penghubung antara Allah dengan kita.
Allah Ta'ala berfirman:
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah." (QS. Ali Imron : 103)
Kenapa Allah menyebutkan itu?
Karena dari kita kepada generasi sebelumnya, sebelumnya, sebelumnya, hingga kepada Nabi Muhammad, terlihat tali yang sangat jelas, yang bukan tali zhahir namun tali bathin. Tali yang menghubungkan antara kita dan Rabb kita melalui Alquran yang Allah turunkan. Bukankah Alquran adalah perkataan Allah yang didengar oleh malaikat Jibril, kemudian Jibril menyampaikannya kepada Nabi Muhammad, kemudian disampaikan kepada para Sahabat, kemudian disampaikan kepada Tabi'in, lalu disampaikan kepada Tabiut Tabi'in, hingga sampai kepada kita, kemudian kepada generasi setelah kita, begitu seterusnya.
Jangan tertipu dengan jumlah, tapi berpeganglah dengan hakikat. Karena banyak manusia mengatakan bahwa kebenaran ada pada jumlah terbesar. Justru jumlah yang terbesar berada di neraka.
Semoga kita mau menjadi orang yang beriman, terpanggil hati kita untuk berada di barisan orang beriman, namun iman dengan sebenarnya iman. Allah mengatakan iman, kita mengatakan iman. Allah memerintahkan kita untuk beriman, lalu kita mengatakan "saya beriman", ternyata ini berbeda makna. Ketika kita mengatakan "saya beriman", apakah Allah mengakui kita beriman? Kita tidak pernah tahu, sampai Allah mengatakan dan mengakui kita beriman. Di antara yang bisa membuktikannya adalah bagaimana kita wafat nanti. Apakah kita wafat di atas ketaatan atau kita wafat di atas kemaksiatan. Bahkan ada seorang yang hidup di zaman Nabi, sehingga dia digelari sahabat Nabi akhirnya mati dalam keadaan murtad kemudian masuk neraka. Kita tidak akan aman dari fitnah.
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ketika beliau sedang duduk bersama Sahabat yang lain, kemudian Rasulullah lewat dan beliau bersabda:
"Di antara kalian ada satu orang yang gerahamnya lebih besar dari gunung Uhud." (HR. Muslim)
Kalaupun sekarang kita telah menjalankan ketaatan demi ketaatan, belum ada jaminan bahwa kita akan meninggal di atas keimanan. Sesungguhnya amal seseorang tergantung dari akhir amalnya. Dari seluruh amalan harian kita, apakah semua telah sesuai dengan keimanan? Atau sebagian sesuai, sedangkan sebagiannya lagi menyimpang? Sibukkan diri kita untuk menilai diri sendiri daripada sibuk menilai orang lain.
Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu berkata:
"Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, itu akan memudahkan hisab kalian kelak." (Az-Zuhud lii Ibnil Mubarak)
"Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, itu akan memudahkan hisab kalian kelak." (Az-Zuhud lii Ibnil Mubarak)
Kita mempelajari ilmu agama untuk memperbaiki diri sendiri, bukan untuk memperbaiki orang lain. Kita dengan aqidah kita, biarkan dia dengan aqidahnya. Di hari kiamat kita akan mempertanggung jawabkan diri kita sendiri, bukan orang lain. Semakin hari kita semakin dekat dengan kematian, maka sudah sepantasnya kita semakin sering menghisab diri sendiri. Kematian tidak menanti usia tua.
Aqidah kita ahlussunnah wal jamaah tentang iman adalah apa yang diucapkan dengan lisan, diyakini di dalam hati, dan dibuktikan dengan amalan. Iman bisa bertambah dengan ketaatan, dan iman bisa berkurang jika kita melakukan maksiat.
Aqidah yang menyimpang mengatakan bahwa iman cukup di hati, iman tidak bisa bertambah dan berkurang. Kita tidak perlu mengetahui aqidah yang menyimpang tersebut, karena kita diperintahkan untuk memiliki aqidah yang benar, aqidah yang lurus.
Orang yang beriman akan menjaga dirinya dari maksiat dan selalu sibuk dengan amalan ibadah. Kita harus bangga menjadi orang yang dipilihkan Allah untuk menjadi hamba yang diturunkan Alquran, kita harus bangga menjadi umat Nabi Muhammad. Kita juga harus bangga kalau dari kecil kita diajarkan Rukun Iman. Tugas kita sekarang adalah memperkuat iman kita dari rukun iman tersebut, maka dengannya iman kita akan bertambah. Gunakan majelis ilmu untuk itu, membaca Alquran dan mentaddaburinya, gunakan berteman dan bersahabat untuk itu, dan yang semisal untuk mendukung iman kita kepada rukun iman tersebut.
Jadikan perhatian kita kepada rukun iman tersebut terutama pada dua bab, yaitu Iman kepada Allah dan Iman kepada Hari Akhir. Inilah bab yang paling kuat untuk menambah keimanan, jika kita sering berbicara tentang keduanya, menambah ilmu kita tentang keduanya. Oleh karena itu, mayoritas isi Alquran adalah tentang Allah dan Hari Akhir.
Siapapun yang selalu mengajarkan kita tentang Allah, yang selalu mengingatkan kita kepada Allah, nasihat apapun yang kita terima tentang Allah, itulah di antara yang bisa menambah keimanan kita. Inti dari Rukun Iman adalah Iman kepada Allah, sedangkan yang lainnya adalah cabang.
Iman kepada Allah adalah inti dari Rukun Iman
Iman kepada malaikat, mereka adalah hamba yang ditugaskan oleh Allah
Iman kepada rasul, mereka adalah utusan-utusan Allah
Iman kepada kitab Allah, adalah kitab-kitab yang Allah turunkan kepada rasul-rasulnya
Iman kepada hari Akhir adalah hari di mana kita menghadap Allah untuk mempertanggung jawabkan semua yang pernah kita lakukan.
Iman kepada takdir, adalah keputusan Allah
Ketika kita duduk di majelis ilmu, kita mengetahui ilmu, namun tidak kita amalkan, itu lebih parah daripada kita tidak memiliki ilmu lalu terjebak dalam maksiat. Maka carilah majelis yang menuntun dan membimbing kita untuk benar-benar mengamalkan ilmu yang dipelajari, bukan sekadar teori.
Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu
pernah mengatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, itu
akan memudahkan hisab kalian kelak. Timbanglah amal kalian sebelum
ditimbang kelak. Ingatlah keadaan yang genting pada hari kiamat,
Sumber https://rumaysho.com/16979-khutbah-jumat-cara-muhasabah-diri.html
Sumber https://rumaysho.com/16979-khutbah-jumat-cara-muhasabah-diri.html
Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu
pernah mengatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, itu
akan memudahkan hisab kalian kelak. Timbanglah amal kalian sebelum
ditimbang kelak. Ingatlah keadaan yang genting pada hari kiamat,
Sumber https://rumaysho.com/16979-khutbah-jumat-cara-muhasabah-diri.html
Sumber https://rumaysho.com/16979-khutbah-jumat-cara-muhasabah-diri.html

No comments:
Post a Comment