Dauroh Bedah Buku
Bersabar Ketika Disakiti
Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal hafizhahullah
Sabtu, 9 November 2024
Masjid Nur Salma, Centennial Tower lantai 22, Gatot Subroto, Jakarta Selatan
[SESI 1]
Mukadimah
Kita bersyukur kepada Allah atas karunia dan nikmat karena kita bisa duduk di majelis ini.
Ini adalah buku terjemahan dari kitab karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berjudul Qaa'idah fii Ash-Shabr, yaitu kaidah tentang sabar. Ada 20 poin penting yang di antaranya diambil dari penjelasan beberapa ulama.
Doa agar Tidak Malas, Disucikan Jiwa, Diberi Hati yang Khusyuk
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ وَالكَسَلِ ، والبُخْلِ والهَرَمِ ، وَعَذَابِ القَبْرِ ، اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا ، وَزَكِّها أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا ، اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ؛ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ؛ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
"Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kelemahan, kemalasan, kekikiran, ketuaan—kepikunan–, dan siksa kubur. Ya Allah, datangkanlah pada jiwaku ini ketakwaannya dan bersihkanlah ia. Engkaulah sebaik-baik yang dapat membersihkannya, Engkaulah Pelindungnya dan Rabbnya. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim No. 2722)
Al-'Ajzi = Berkeinginan tapi lemah atau tidak mampu bergerak
Al-Kasal = Mampu bergerak tapi malas
Kita butuh interaksi dengan orang lain karena kita makhluk sosial, tetapi karakter setiap orang tidak sama baik dari cara berpikir, pembiasaan, budaya, dan sangat variatif perbedaannya sehingga kita perlu berinteraksi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi ﷺ bersabda:
النَّاسُ مَعَادِنُ كَمَعَادِنِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ خِيَارُهُمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِي اْلإِسْلاَمِ إِذَا فَقُهُوا وَالْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Manusia ibarat barang tambang berharga seperti tambang emas dan perak. Orang yang mulia pada masa jahiliyah, akan menjadi orang yang mulia juga dalam Islam apabila ia berilmu. Ruh ibarat pasukan yang dikumpulkan, ia akan bersatu jika serasi dan akan berselisih jika tidak serasi“. (HR Muslim No. 2638)
Seseorang ada yang merasa dirinya tinggi, ada yang berada di bawahnya layaknya emas dan perak. Namun semua itu baru dikatakan berharga ketika dia berilmu.
Seseorang akan berkumpul dengan orang yang setipe dengannya. Jika dibahas dalam agama, orang yang memerhatikan shalatnya, maka dia juga akan berkumpul dengan orang yang setipe. Yang beda, pasti tidak akan bersatu.
Ketika berhubungan pasti ada gesekan-gesekan dan ada rasa tidak nyaman, padahal ada yang tidak sengaja menyakiti perasaan.
Kiat penting dalam berinteraksi dengan manusia adalah bersabar dengan gangguan manusia, tidak memasukkan semua gangguan ke dalam hati.
Kunci bergaul hanyalah sabar. Maka dalam kehidupan rumah tangga, kunci bertahannya rumah tangga pun hanya dengan sabar.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
المؤمنُ الذي يخالطُ الناسَ ويَصبرُ على أذاهم خيرٌ منَ الذي لا يُخالطُ الناسَ ولا يصبرُ على أذاهمْ
“Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka” (HR. At Tirmidzi No. 2507)
Orang punya pilihan. Ada yang memilih untuk mengasingkan diri, dan ini pernah dilakukan oleh Nabi ﷺ ketika hendak menerima wahyu. Beliau mengasingkan diri ke gua Hiro.
Di antara pilihan seseorang dalam bergaul, yaitu:
1. Kalau memang lingkungannya sudah rusak, maka pilihannya adalah mengasingkan diri
2. Kalau dia masih bisa bertahan, maka ini lebih utama dia bersabar dan tetap bergaul dengan orang lain.
Syaikh Abdurrazzaq bin Muhsin Al Badr hafizhahullah berkata:
"Manusia di dunia tidak ada yang selamat dari gangguan orang lain. Karena manusia bermacam-macam. Akhlak, asal, tabiat, dan cara berinteraksi dengan setiap orang itu berbeda-beda. Seorang Muslim sudah seharusnya menghiasi diri dengan sikap sabar dalam menghadapi manusia yang bermacam-macam tadi." (Al-Umuur Al-Mu'iinah 'ala Ash-Shabri 'ala Al-Khalqi, halaman 5)
Kita sebenarnya hanya berpindah tempat saja dari kantor, ke rumah, hingga kumpul keluarga. Semuanya pasti ada gangguan atau menemukan pengganggu. Maka yang paling aman untuk menghindari gangguan adalah diam saja.
Nabi ﷺ dan para Sahabat radhiyallahu 'anhuma diperintahkan bersabar ketika bergaul dengan orang yang baik.
وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُۥ عَن ذِكْرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمْرُهُۥ فُرُطًا
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (QS. Al Kahfi : 28)
Ketika bergaul dengan orang baik saja kita disuruh bersabar, apalagi bergaul dengan orang yang rusak.
Jika ada teman atau kerabat yang bermasalah, maka terus diingatkan.
Perintah untuk bersabar ketika berinteraksi dengan orang lain terdapat pula dalam ayat
وَمَآ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ ٱلْمُرْسَلِينَ إِلَّآ إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ ٱلطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِى ٱلْأَسْوَاقِ ۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
"Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat." (QS. Al Furqon : 20)
Ketika bergaul dengan istri dan anak pun demikian karena dampak jelek saat bergaul itu ada sebagaimana disebutkan dalam ayat
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ مِنْ أَزْوَٰجِكُمْ وَأَوْلَٰدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَٱحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا۟ وَتَصْفَحُوا۟ وَتَغْفِرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. At-Taghabun : 14)
Terkadang keluarga pun menjadi musuh, bisa terjadi pada istri dan anak.
Imam Mujahid berkata:
"Bisa jadi seorang suami diajak istrinya untuk melakukan maksiat, dan karena cintanya kepada istri, seorang suami pun bisa mengikuti kemauan istrinya. Itu disebabkan karena dia jauh dari Allah."
Tidak boleh seorang suami mengikuti kemauan istrinya dalam bermaksiat kepada Allah, tidak ada pengingkaran. Maka suami ini adalah seorang yang dayyuts. Laki-laki harus punya pendirian. Istri seperti ini adalah musuh bagi suami.
Untuk awet bergaul dengan orang lain, modal paling penting adalah BERSABAR.
Semua Keadaan Orang Beriman itu Baik
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
"Allah menjadikan bagi hambaNya yang beriman setiap keadaannya itu baik. Dia senantiasa mendapatkan nikmat dari Rabbnya, bisa jadi mendapatkan hal yang ia cintai atau yang ia benci. Allah menjadikan takdir makhluk sebagai ladang mencari pahala dan mengantarkan kepada Allah."
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim No. 2999)
Hadits ini berlaku umum. Semua takdir yang Allah tetapkan baik untuk makhluk jika ia mau bersabar terhadap hal yang tidak disukai dan mau bersyukur terhadap hal yang ia sukai. Bahkan syukur dan sabar termasuk dalam istilah Iman.
Sebagian Salaf berkata,
"Iman itu ada dua bagian. Sebagian adalah bersabar, sebagian adalah bersyukur." Hal ini sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala,
أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱلْفُلْكَ تَجْرِى فِى ٱلْبَحْرِ بِنِعْمَتِ ٱللَّهِ لِيُرِيَكُم مِّنْ ءَايَٰتِهِۦٓ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
"Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkanNya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur." (QS. Luqman : 31)
Jika seorang hamba mengambil pelajaran, seluruh agama ini kembali kepada sabar dan syukur.
4 Macam Sabar
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa sabar ada 4 macam, yaitu
1. Sabar dalam ketaatan sampai melakukannya
Semakin kita bersabar di dalam ketaatan, maka akan semakin mudah dilakukan. Seperti halnya dalam shalat agar lebih khusyuk.
Khusyuk bisa dilakukan dengan 2 cara:
1. Melakukan hal-hal internal yang mendukung khusyuk, di antaranya adalah dengan merenungkan bacaan shalat, merenungkan ayat-ayat yang dibaca
2. Menghilangkan hal-hal eksternal yang mengganggu, di antaranya adalah dengan ketika makanan sudah tersaji, maka makan terlebih dahulu baru melaksanakan shalat. Kondisi lainnya adalah dalam keadaan harus ke toilet, maka dahulukan ke toilet baru melaksanakan shalat. Semua dilakukan untuk menghindari hilangnya khusyuk dalam shalat.
Begitu pun ketika kita sedang menuntut ilmu, maka kita harus bersabar ketika mengantuk. Itu di antara cobaan di dalam ketaatan di mana kita harus berusaha untuk terus bersabar.
2. Sabar dari larangan hingga tidak mengerjakannya
Ini adalah dosa-dosa maksiat, kita bersabar untuk tidak mengerjakannya, apapun godaannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata bahwasanya yang mendorong seseorang pada maksiat ada 4 faktor,
1. Diri sendiri, ada hawa nafsu
2. Lingkungan, kesendirian, kebiasaan
3. Godaan setan
4. Teman yang buruk
Karena faktor-faktor tersebut, maksiat bisa terjadi. Semakin kuat kesabaran, semakin mudah meninggalkan maksiat.
Sebagian salaf berkata,
"Kebajikan itu bisa saja dilakukan oleh orang yang taat dan orang yang tidak taat (fajir). Namun, meninggalkan maksiat hanya dapat dilakukan oleh orang yang shiddiq (benar-benar jujur)".
3. Sabar dalam menghadapi musibah tanpa ada pilihan atau perbuatan dari manusia
Contohnya adalah sabar ketika sakit. Hal ini mudah dihadapi karena manusia mengetahui bahwa hal itu termasuk ketetapan dan takdir Allah, tak ada peran manusia di dalamnya.
Manusia bisa bersabar karena memang terpaksa (tidak ada pilihan, idh-thiroron) atau atas pilihannya (ikhtiyaaron). Ketika Allah memberikan hati untuk memikirkan hikmah dan rahasia di balik musibah, akhirnya ia bersabar, lalu beralih kepada syukur, lalu ridho pada musibah tersebut. Keadaan musibah tadi beralih menjadi nikmat. Hati dan lisannya menyebut
اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
"Wahai Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir, mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan beribadah yang baik kepadaMu.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Keadaan seseorang dalam menghadapi rasa sakit atau musibah:
1. Murka, ini keadaan paling buruk dan dosa besar
2. Sabar, hukumnya wajib, artinya menahan diri dari 3 hal yaitu menahan hati, menahan lisan, dan menahan anggota badan.
3. Ridho, ini tidak ada rasa sakit hati, yaitu sudah menerima keadaan seakan-akan tidak mendapatkan musibah
4. Syukur, yaitu merasakan bahwasanya musibah yang dialaminya masih lebih ringan
--------------
[SESI 2]
4. Sabar dalam menghadapi musibah karena perbuatan orang lain kepada harta, kehormatan, atau jiwa.
Sabar bentuk ini sangat berat sekali, karena jiwa merasakan sakitnya. Musibah ini umumnya tak disukai sehingga ada tuntutan untuk membalas. Yang mudah bersabar dalam hal ini adalah para nabi dan shiddiqin (orang-orang yang ucapan dan perbuatannya selaras).
Umumnya kita tidak suka dan ingin membalas perbuatan orang tersebut, bahkan lebih dari rasa sakit yang kita rasakan. Itulah kenapa sabar atau menahan diri dari rasa ingin membalas tersebut yang berat.
Nabi ﷺ ketika beliau disakiti, beliau ﷺ bersabda:
رَحِمَ اللَّهُ مُوسَى لَقَدْ أُوذِيَ بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ
"Semoga Allah merahmati Musa, sungguh dia lebih banyak disakiti daripada ini lalu dia bersabar." (HR. Bukhari No. 3405 dalam kitab Hadits-Hadits Para Nabi Bab 28 dan Muslim No. 1062 dalam Kitab Zakat, bab Memberikan kepada Muallafatu Qulubuhum)
وعنْ أَبي عبْدِ الرَّحْمنِ عبْدِ اللَّه بنِ مسْعُودٍ رضيَ اللَّه عنه قَال : كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلى رسولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يحْكيِ نَبيّاً من الأَنْبِياءِ ، صلواتُ اللَّهِ وسَلاَمُهُ عَليْهم ، ضَرَبُهُ قَوْمُهُ فَأَدْمـوْهُ وهُو يمْسحُ الدَّم عنْ وجْهِهِ ، يقُولُ : « اللَّهمَّ اغْفِرْ لِقَوْمي فإِنَّهُمْ لا يعْلمُونَ »
Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, beliau berkata:
“Seakan-akan saya melihat kepada Rasulullah ﷺ sedang menceritakan tentang seorang Nabi dari sekian banyak Nabi – shalawatullah wa salamuhu ‘alayhim. Beliau dipukuli oleh kaumnya, sehingga menyebabkan keluar darahnya dan Nabi tersebut mengusap darah dari wajahnya sembari berdoa: “Yaa Allah ampunilah kaumku itu, sungguh mereka tidak mengerti.” (HR. Bukhari No. 3477 dan Muslim, No. 1792)
Dalam doa di atas mengandung 3 pelajaran yaitu:
1. Nabi memaafkan kaumnya
Konsekuensi dari memaafkan adalah tidak membalasnya.
2. Nabi memberikan ampun kepada kaumnya
Nabi mendoakan ampunan kepada kaumnya, dan ini lebih dari memaafkan.
3. Nabi memberikan udzur kepada kaumnya, mungkin mereka tidak mengetahuinya.
Dalam Badai' Al-Fawaid karya Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, beliau menambahkan poin keempat, yaitu:
4. Para Nabi itu begitu penyayang dan simpati pada kaumnya sendiri karena mereka tetap menyatakan bahwa itu kaumnya.
Inilah bentuk sabar yang mendapatkan pertolongan, kemuliaan, kebahagiaan, rasa aman, dan kekuatan di sisi Allah. Sabar seperti ini menambah cinta Allah, manusia makin mencintainya, dan juga menambah ilmu.
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا۟ ۖ وَكَانُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا يُوقِنُونَ
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami." (QS. As-Sajdah : 24)
Dengan sabar dan yakin, kepemimpinan dalam agama itu diraih. Jika kesabaran ditambahkan dengan kekuatan yakin dan Iman, seorang hamba akan meraih derajat kebahagiaan dengan karunia Allah.
ذَٰلِكَ فَضْلُ ٱللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ ۚ وَٱللَّهُ ذُو ٱلْفَضْلِ ٱلْعَظِيمِ
"Itulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa yang dikehendakiNya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar." (QS. Al Hadid : 21 dan Jumu'ah : 4)
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar." (QS. Fussilat : 34-35)
Maksud sifat-sifat baik yang dianugerahkan adalah memberikan maaf dan ampun. Sedangkan di akhir ayat disebutkan balasan berupa keuntungan yang besar dan berlimpah, yaitu surga. Demikian yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Qaa'idah fii Ash-Shabr, halaman 168.
Kiat Bersabar Ketika Disakiti
Ada 20 poin yang menjadi kiat bersabar ketika disakiti. 3 poin pertama adalah intinya.
1. Meyakini bahwa semua telah ditakdirkan oleh Allah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
"Hendaknya ia mengakui bahwa Allah adalah Yang menciptakan segala perbuatan hamba, baik itu gerakan, diam, dan keinginannya. Segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Allah untuk terjadi, maka pasti akan terjadi. Sehingga, tidak ada satupun benda meski seberat dzarrah (seukuran kecil) yang bergerak di alam ini melainkan dengan izin dan kehendak Allah. Oleh karenanya, hamba adalah 'alat'. Lihatlah kepada Dzat yang menjadikan pihak lain mendzalimimu. Lihat pada takdir Allah dan janganlah pandang tindakannya terhadapmu."
Kita harus meyakini takdir. Perhatikan takdir saja. Tidak perlu memikirkan orang yang menyakiti kita, maka kita akan bebas dalam 3 macam kesedihan, yaitu:
1. الهم = Kekhawatiran pada masa akan datang
2. الفم = Kesedihan yang dialami saat ini, seperti kesedihan yang dialami Nabi Yunus 'alayhissalam ketika di dalam perut ikan
3. الحزن = Kesedihan yang dialami pada masa lampau, yaitu trauma atau kenangan pahit
Kalau seseorang meyakini takdir dengan baik, maka dia tidak akan memiliki trauma, rasa takut, dan kekhawatiran.
2. Musibah berupa gangguan dari orang lain adalah karena dosa kita sendiri
Hendaknya seorang mengakui segala dosa yang telah diperbuat dan mengakui bahwasanya tatkala Allah menjadikan pihak lain mendzalimi dirinya, maka itu semua dikarenakan dosa-dosa yang telah ia perbuat sebagaimana firman Allah Ta'ala,
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-Syuura : 30)
Kalau kita memiliki dosa, maka akan dihapuskan dan diampuni dengan musibah, bisa jadi musibah datang dari orang lain. Namun andai saja semua dosa kita diwujudkan dalam bentuk musibah, maka kita akan binasa.
Apabila seorang hamba menyadari bahwa semua musibah yang dialaminya adalah disebabkan dosa-dosanya, tentu dia akan menyibukkan dirinya dengan taubat dan istighfar dari dosa-dosanya, karena itulah yang menjadi penyebab datangnya gangguan mereka terhadapanya.
Dengan begitu, dia akan terhindar dari tindakan mencela mereka, atau menyalahkan mereka, atau menjelek-jelekkan mereka. Bila engkau melihat seseorang menjelek-jelekkan manusia saat mereka menyakitinya, dan dia tidak introspeksi diri dengan menyalahkan dirinya dan beristighfar, maka ketahuilah bahwa musibahnya memang benar-benar nyata. Dan apabila hal itu menjadikannya bertaubat, beristighfar, dan mengatakan “ini memang karena dosa-dosaku”, maka musibah itu menjadi kenikmatan yang ada pada dirinya.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata
“Jangan sampai seorang hamba berharap melainkan kepada Rabb-nya, dan jangan sampai seorang hamba khawatir kecuali terhadap dosanya“.
Ada atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu dan selainnya:
“Tidaklah musibah turun, melainkan karena sebab dosa. Dan tidaklah ia diangkat, melainkan dengan taubat” (Jami’ul Masa’il, 1/169).
3. Yakinlah ada pahala terbaik bagi orang yang bersabar dan mau memaafkan
Hendaknya seorang mengetahui pahala terbaik yang disediakan oleh Allah bagi orang yang memaafkan dan bersabar terhadap tindakan orang lain yang menyakitinya.
وَجَزَٰٓؤُا۟ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ
"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang dzalim." (QS. Asy-Syuuro : 40)
3 keadaan golongan manusia ketika disakiti yaitu:
1. Dzalim, yaitu membalas lebih dari haknya
2. Muqtashid, membalas yang serupa
3. Muhsin, memaafkan orang yang dzalim, yaitu dengan meninggalkan haknya untuk membalas
Hendaknya seorang hamba juga mengingat panggilan kehormatan di hari kiamat nanti: “Berdirilah, orang-orang yang pahalanya dalam tanggungan Allah!”, maka tidaklah dapat berdiri melainkan orang yang mengampuni dan berbuat baik kepada orang yang mendzaliminya.
Ketika, seseorang ingat hal ini, dan juga mengingat bahwa pahala agung itu akan luput darinya dengan tindakan membalas dan mengambil penuh haknya, tentu akan menjadi mudah baginya untuk bersabar dan memaafkan” (Jami’ul Masa’il, 1/169).
Pelajaran penting dari 3 poin di atas adalah dari tindakan dzalim orang lain, kita dituntut tidak balas dendam dan bahkan memaafkan.
4. Maafkanlah dan balaslah dengan berbuat baik karena Allah menyukai orang yang Muhsin
Hendaknya ia mengetahui bahwa apabila ia memaafkan dan berbuat baik, maka hal itu akan menyerahkan hatinya selamat dari berbagai kedengkian, dendam, dan menuntut balas kepada saudaranya serta akan terbebas dari keinginan berbuat jahat kepada pihak yang mendzaliminya. Sehingga ia memperoleh kenikmatan memaafkan yang justru akan menambah kelezatan dan manfaat yang berlipat-lipat, baik manfaat itu dirasakan sekarang atau nanti.
Manfaat tersebut tentu tidak sebanding dengan kenikmatan dan manfaat yang dirasakannya ketika melakukan pembalasan. Oleh karenanya dengan perbuatan di atas.
Allah Ta'ala berfirman:
وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
"Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran : 134)
Balasan orang muhsin adalah pahala yang luar biasa.
5. Memaafkan orang lain menjadikan diri kita semakin mulia
Hendaknya ia mengetahui bahwa seorang yang melampiaskan dendam semata-mata untuk kepentingan dirinya, maka hal ini hanya akan mewariskan kehinaan di dalam dirinya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Memaafkan menjadikan hamba itu makin mulia di sisi Allah"
Berdasarkan hadits di atas, kemuliaan yang diperoleh dari sikap memaafkan itu tentu lebih disukai dan lebih bermanfaat daripada kemuliaan yang diperoleh dari tindakan pelampiasan dendam.
-----------
[SESI 3]
6. Allah akan memberikan maaf (diampuni dosa) pada orang yang memberikan maaf, karena Al-Jazaa' Min Jinsil 'Amal, yaitu balasan sesuai amal perbuatan
وَلْيَعْفُوا۟ وَلْيَصْفَحُوٓا۟ ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
"Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. An Nuur : 22)
Tidak perlu memikirkan balas dendam. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Disebutkan oleh Aisyah saat ujian yang menimpanya ketika difitnah telah berselingkuh, ia mengatakan
"Ketika Allah telah menurunkan sepuluh ayat terbebasnya Aisyah dari tuduhan selingkuh, maka Abu Bakar radhiyallahu 'anhu beliau adalah orang yang memberikan nafkah kepada Misthah bin Utsatsah radhiyallahu 'anhu karena masih ada hubungan kerabat dan karena Misthah itu fakir, Abu Bakar berkata,
"Demi Allah aku tidak akan memberi nafkah kepadanya lagi untuk selamanya setelah apa yang ia katakan kepada Aisyah. Kemudian Allah menurunkan ayat di atas tersebut.
Lalu Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata,
"Baiklah. Demi Allah, sungguh aku suka jika Allah mengampuniku. Kemudian beliau memberi nafkah kepada Misthah yang memang sejak dahulu ia selalu memberinya nafkah. Bahkan ia berkata, "Aku tidak akan berhenti memberi nafkah kepadanya untuk selamanya." (HR. Bukhari No. 2661 dan Muslim No. 2770)
3 langkah menyelesaikan konflik
1. Bersabar dengan memaafkan, yaitu maksudnya adalah mengalah.
2. Tinggalkan konflik dengan orang tersebut jika memang tidak mendatangkan manfaat
3. Menuntut jika memang diperlukan
7. Memikirkan membalas dendam janganlah menghabiskan waktu, akibatnya maslahat besar sulit tercapai
Hendaknya ia mengetahui bahwa apabila dirinya disibukkan dengan urusan pelampiasan dendam, maka waktunya akan terbuang sia-sia dan hatinya pun menjadi kacau. Berbagai manfaat justru akan luput dari genggamannya, tanpa mampu menyusulnya.
Kemungkinan hal ini lebih berbahaya daripada musibah yang ditimbulkan oleh berbagai pihak yang mendzaliminya. Apabila ia memaafkan dan berlapang dada, maka hati dan fisiknya akan menjadi tenang untuk mencapai berbagai manfaat yang tentu lebih penting bagi dirinya daripada sekadar mengurusi perkara balasan dendam.
8. Rasulullah ﷺ saja manusia termulia tidaklah membalas demi membela diri beliau, sedangkan diri kita penuh aib dan kekurangan
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al Ahzab : 21)
Jangan pernah menganggap diri kita lebih mulia daripada Rasulullah ﷺ.
9. Biarlah yang memberi pahala adalah Allah, kita mengoreksi diri, dan siapkan diri untuk bersabar
Apabila seorang disakiti atas tindakan yang ia peruntukkan kepada Allah, yaitu ibadah, atau ia disakiti karena melakukan ketaatan yang diperintahkan atau karena ia meninggalkan kemaksiatan yang terlarang, maka pada Kondisi demikian ia wajib bersabar dan tidak boleh melakukam pembalasan. Hal ini dikarenakan dirinya telah disakiti ketika melakukan ketaatan di jalan Allah, sehingga balasannya menjadi tanggungan Allah.
Kalau kita diganggu dalam hal ibadah kita, maka kita jangan membalas, karena Allah yang akan membalasnya.
Ketika kita tersakiti karena nasih dunia kita, maka kita dituntut untuk bersabar.
10. Allah bersama dan mencintai orang yang bersabar
وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُوا۟ فَتَفْشَلُوا۟ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
"Dan taatlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al Anfal : 46)
وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلصَّٰبِرِينَ
"Allah menyukai orang-orang yang sabar." (QS. Ali Imran : 146)
11. Sabar adalah sebagian dari Iman
أَلَمْ تَرَ أَنَّ ٱلْفُلْكَ تَجْرِى فِى ٱلْبَحْرِ بِنِعْمَتِ ٱللَّهِ لِيُرِيَكُم مِّنْ ءَايَٰتِهِۦٓ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
"Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkanNya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur." (QS. Luqman : 31)
12. Orang yang sabar berarti telah mengendalikan dan mengalahkan dirinya sendiri
Hendaknya ia mengetahui bahwa kesabaran merupakan penguasaan, pengekangan, dan pengendalian terhadap dirinya. Maka tatkala dirinya berhasil dikuasai dan dikekang, tentu ia tidak mampu diperbudak, ditawan, dan dijerumuskan ke dalam berbagai kebinasaan.
13. Jika mau bersabar, Allah pasti akan memberi pertolongan dibanding dengan bergantung kepada diri kita yang lemah.
Hendaknya ia mengetahui bahwa tatkala ia bersabar, maka tentu Allah yang menjadi penolongnya. Maka Allah adalah penolong bagi setiap orang yang bersabar dan memasrahkan setiap pihak yang mendzaliminya kepada Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Ketahuilah, sungguh pertolongan Allah itu bersama kesabaran." (HR. Ahmad 1:307)
14. Sabar dan memberikan maaf akan mengakibatkan kedzaliman berhenti, terjadi penyesalan, malah menjadi teman karib
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar." (QS. Fussilat : 34-45)
15. Memilih untuk membalas akan berdampak pada bertambahnya kejahatan sang musuh
Terkadang pembalasan dendam malah menjadi sebab yang akan menambah kejahatan sang musuh terhadap dirinya.
16. Orang yang biasa membalas pasti akan membalas lebih dari haknya, sehingga ia berubah dari orang-orang yang didzalimi menjadi orang yang mendzalimi
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا۟ بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُم بِهِۦ ۖ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّٰبِرِينَ
"Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." (QS. An Nahl : 126)
17. Kedzaliman menjadi sebab dihapuskannya dosa dan ditinggikannya derajat
Kedzaliman yang diderita akan menjadi sebab penghapusan dosa atau pengangkatan derajat. Oleh karena itu, apabila ia memilih membalas dan tidak bersabar, maka tidak ada penghapusan dosa dan pengangkatan derajat.
18. Bersabar dan memaafkan adalah pasukan untuk menghadapi musuh
Kesabaran dan pemaafan yang dipilih merupakan pasukan terkuat yang akan membantunya dalam menghadapi musuh.
19. Jika memaafkan, kedudukan pihak yang didzalimi akan berada di atas, itulah kemuliaan baginya
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Memaafkan menjadikan hamba itu makin mulia di sisi Allah." (HR. Muslim No. 2588)
20. Bersabar dan memaafkan akan berbuah kebaikan selanjutnya dan terus berlanjut
Apabila seseorang memaafkan dan berlapang dada, maka sikapnya tersebut adalah suatu kebaikan. Kebaikan ini akan melahirkan kebaikan yang lain. Sehingga kebaikan tersebut akan melahirkan kebaikan yang lain dan seterusnya.
Jika kita memilih balas dendam, maka tidak akan ada kebaikan.
Jangan sampai hubungan yang pernah terjadi konflik bisa pulih sehingga silaturahim dan ukhuwah bisa kembali terjalin dengan baik.
No comments:
Post a Comment