Kajian Jumat
Istiqomah Jalan Menuju Husnul Khatimah
Oleh: Ustadz Ariful Bahri hafizhahullah
Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Jumat, 1 Sya'ban 1446 / 31 Jan 2025
Kita tidak akan sanggup beribadah kepada Allah selama 24 jam, dan itu bukan yang diminta oleh Allah. Sesungguhnya kita, manusia, adalah hamba yang lemah
Bagaimana kita menyempatkan diri untuk datang ke rumah Allah, baik dalam rangka melaksanakan ibadah shalat, mendengarkan kajian, atau apapun untuk beribadah kepada Allah. Termasuk kita juga senantiasa bershalawat kepada Rasulullah ﷺ.
Ka’ab bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata: “Aku berkata; wahai Rasulullah, sungguh aku telah memperbanyak bershalawat kepadamu, lalu seberapa banyak saya jadikan shalawat saya kepadamu di dalam doaku?, beliau menjawab: “Terserah kamu”, ia berkata: “seperempat ?”, beliau menjawab: “Silahkan saja, dan jika kamu tambah maka akan lebih baik”. Aku berkata: “setengahnya ?”, beliau menjawab: “Silahkan saja, dan jika kamu tambah maka akan lebih baik bagimu”. Saya berkata: “Dua pertiga ?”. beliau menjawab: “Silahkan saja, dan jika kamu tambah maka akan lebih baik”. Saya berkata: “Akan saya tujukan shalawatku kepadamu pada semua waktu”. Beliau menjawab: “Kalau begitu, maka akan dicukupkan semua keinginanmu, dan dosamu akan diampuni”. (Muwafaqatu Al Khabar Al Khabar, 2/340)
Mari kita membiasakan diri untuk selalu bershalawat kepada Rasulullah ﷺ.
Di antara fitnah yang paling besar kepada setiap Muslim adalah fitnah sakaratul maut. Tidak akan ada yang bisa menolong kita kecuali Allah. Setan lebih ahli daripada kita, dia akan datang dari segala penjuru untuk menyesatkan anak Adam.
Ketika kita beragama Islam, maka manfaatkan untuk selalu beribadah kepada Allah. Kita diciptakan oleh Allah bukan untuk dunia. Kita diciptakan adalah untuk beribadah kepadaNya.
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (QS. Ad Dzariyaat : 56-58)
Melalui ayat ini, Allah memberikan peringatan kepada kita agar kita tahu bahwa kita diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah.
Ibadah menyebabkan rezeki kita datang. Semakin kita beribadah, maka pintu-pintu rezeki akan dibukakan oleh Allah.
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa." (QS. Thaha : 132)
Di dalam kaidah bahasa Arab, bertambahnya huruf maka bertambah pula maknanya.
Andai siang malam kita mencari rezeki, maka rezeki kita tidak akan berubah. Beribadah itu kewajiban, sedangkan rezeki adalah jaminan. Maka kita jangan terlalu memikirkan dan mengusahakan apa yang sudah dijamin. Kalau kita beribadah, maka Allah akan menjamin rezeki kita.
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَـهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ جَمَعَ اللهُ لَهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِـيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَـتْهُ الدُّنْـيَا وَهِـيَ رَاغِمَـةٌ
"Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah Azza wa Jalla akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina." (HR. Ahmad, V/183; Ibnu Majah, no. 4105; Ibnu Hibban No. 72-Mawariduzh Zham-an; dan al-Baihaqi, VII/288)
Istiqomah adalah sesuatu yang sangat sulit. Kalau bukan karena ditolong Allah, maka kita tidak akan bisa istiqomah.
2 ungkapan di dalam Istiqomah:
1. Bagaimana cara mendapatkan keistiqomahan?
Di antara caranya adalah mewujudkan makna dari kalimat Tauhid.
Konsekuensi dari kalimat Tauhid adalah bagaimana kita mengikhlaskan semua ibadah hanya untuk Allah.
Sungguh sangat rugi, ketika motivasi ibadah kita adalah untuk mendapatkan pujian dari orang lain. Maka ikhlaslah kepada Allah, dan tidaklah seseorang masuk ke dalam surga melainkan adalah mereka yang mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah.
Jika ibadah tidak didasarkan dengan keikhlasan kepada Allah, maka kita tidak akan bisa istiqomah.
Di antara cara untuk Ikhlas adalah dengan BERDOA KEPADA ALLAH.
Di antara doa yang sering dibaca oleh ‘Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu adalah,
اللهمَّ اجعل عملي كُلّه صالحًا، واجعله لِوَجهِك خالصًا، ولا تجعل لأحد فيه شيئًا
“Ya Allah, jadikan seluruh amalku bernilai kebaikan, dan jadikanlah amal tersebut benar-benar ikhlas hanya untuk wajahMu, dan jangan jadikan sedikit pun dari amal tersebut untuk siapa pun (selain Engkau).” (Jaamiul Masail karya Ibnu Taimiyyah).
‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ، وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa mencintai perjumpaan dengan Allah, Allah juga mencintai perjumpaan dengannya. (Sebaliknya), barangsiapa yang membenci perjumpaan dengan Allah, Allah pun membenci perjumpaan dengannya.”
Mendengar hadits ini, ‘Aisyah atau sebagian istri Nabi berkata,
إِنَّا لَنَكْرَهُ المَوْتَ
“Sesungguhnya kami cemas (menunggu) kematian.”
‘Aisyah menyangka bahwa ketika mereka merasa cemas terhadap kematian, berarti dia benci untuk bertemu dengan Allah Ta’ala. Sehingga anggapan seperti ini pun diluruskan oleh Rasulullah ﷺ dalam sabda beliau,
لَيْسَ ذَاكِ، وَلَكِنَّ المُؤْمِنَ إِذَا حَضَرَهُ المَوْتُ بُشِّرَ بِرِضْوَانِ اللَّهِ وَكَرَامَتِهِ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا أَمَامَهُ، فَأَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ وَأَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ، وَإِنَّ الكَافِرَ إِذَا حُضِرَ بُشِّرَ بِعَذَابِ اللَّهِ وَعُقُوبَتِهِ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَهَ إِلَيْهِ مِمَّا أَمَامَهُ، كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ وَكَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Bukan begitu. Namun yang benar, seorang mukmin jika dijemput kematian, dia diberi kabar gembira dengan keridhaan Allah Ta’ala dan karomahNya. Sehingga tidak ada sesuatu pun yang lebih dia cintai daripada apa yang di hadapannya. Dia pun mencintai untuk berjumpa dengan Allah Ta’ala, dan Allah pun cinta untuk berjumpa dengannya.”
“Sebaliknya orang kafir, jika mereka dijemput kematian, dia diberi kabar buruk dengan siksa (adzab) Allah dan hukumanNya. Sehingga tidak ada yang lebih dia cemaskan (dia takutkan) daripada sesuatu yang ada di hadapannya. Dia pun membenci berjumpa dengan Allah, dan Allah benci untuk berjumpa dengannya.” (HR. Bukhari No. 6507)
Ketika orang kafir meninggal dunia, maka ruhnya berpencar.
"Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut, dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang..." (QS. An Nazi'aat : 1-4)
Di antara doa yang juga harus sering dibaca oleh seorang Muslim adalah
اَللَّهمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ
“Ya Allah, jadikanlah baik akhir setiap urusan kami, dan lindungi kami dari bencana dunia dan adzab akhirat."
Taqwa adalah amalan hati, sedangkan istiqomah adalah amalan fisik.
Karomah itu muncul secara tiba-tiba, tidak bisa muncul dua kali atau lebih banyak.
Karomah adalah sesuatu di mana Allah ingin memuliakan seseorang, yaitu bagi mereka yang bertaqwa.
Agama adalah sesuatu yang jelas, dengan dalil Alquran dan Hadits. Bukan cerita-cerita yang tidak jelas asal usulnya. Karomah yang sesungguhnya adalah beriman kepada Allah.
Untuk mengetahui sesuatu itu karomah atau bukan adalah dengan 2 cara:
1. Lihat shalatnya
Jika dia seorang yang rajin shalat 5 waktu, selalu berada di masjid untuk laki-laki, maka dia adalah seorang wali.
Jika ada yang bercerita bahwa dia mampu pindah tempat sehingga dia mengaku shalat di Mekkah, maka dia bukanlah wali, karena dia berdusta.
2. Senantiasa mengajak kepada Sunnah Nabi ﷺ
Seorang wali akan mengajak kita melaksanakan ketaatan, akan selalu mengajak kita ke masjid, akan mengajak kita berpuasa.
Wali yang sesungguhnya adalah para Sahabat Nabi ﷺ.
3. Tidak pernah mengajak orang lain kepada dirinya, tetapi mengajak kepada Allah.
Jika ada seseorang yang menyampaikan ceramah, kita dengarkan. Maka siapa yang mengajak kepada Allah dan bukan mengajak kepada dirinya, maka dia adalah wali.
No comments:
Post a Comment