Serial Sahabat: Abu Dzarr Al Ghifari radhiyallahu 'anhu
Penyerupaan Tawadhu Nabi 'Isa 'Alaihissalam
Oleh: Ustadz Khalid Basalamah hafizhahullah
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Sabtu, 13 Jan 2024 / 1 Rajab 1445
Adalah karunia yang sangat besar ketika bisa mempelajari kisah para Sahabat Nabi ﷺ, karena mereka juga adalah panduan hidup dan kehidupannya bisa kita contoh dalam kehidupan kita sehari-hari.
Kita bisa mengambil pelajaran dari Sahabat ini dalam zuhud terhadap dunia, terutama dalam tawadhunya, Dialah Abu Dzarr Al Ghifari radhiyallahu 'anhu.
Dialah satu-satunya orang yang disamakan dengan Nabi Isa 'alayhissalam.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Siapa yang mau melihat ciri tawadhunya Isa putra Maryam, maka dialah Abu Dzarr"
Ketika kita mempelajari tentang Abu Dzarr, kita seolah juga mempelajari kisah Nabi Isa 'alayhissalam walaupun akhirnya mengerucut kepada sifat tawadhunya.
Nama asli Abu Dzarr sekaligus silsilah keturunan beliau adalah Jundub bin Junabah bin Sakkan bin Sufyan bin Ubayd bin Waqi'ah bin Haram bin Ghifari bin Malil bin Jamr bin Bakr dan kunyahnya adalah Abu Dzarr dari suku Al Ghifar, itu sebabnya dia disebut sebagai Abu Dzarr Al Ghifari.
Istrinya dikenal sebagai Ummu Dzarr, dan ibunya bernama Romlah binti Al Waqi'ah.
Abu Dzarr bersaudara dengan Amr bin Abash, Anis bin Junabah, dan As-Sami' bin Junabah.
Suku Salamah adalah sekutunya suku Ghifar. Mereka masuk Islam karena suku Ghifar juga masuk Islam.
Suku Ghifar terkenal sebagai suku perampok, tapi Abu Dzarr hidup di tengah kriminal tersebut dengan kebersihan hati dan Allah berikan hidayah sehingga semua kaumnya pun masuk Islam.
Abu Dzarr menjadi suri tauladan di masanya. Para Sahabat banyak yang belajar dari sifat dermawan, zuhud, serta komitmen dalam menyebutkan kebenaran walau dia dimusuhi oleh semua orang. Dia tidak takut dicela manusia selama dia menyampaikan kebenaran.
Abu Dzarr juga ikut dalam penaklukkan Baitul Maqdis bersama Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu.
Kisah Masuk Islam.
Abu Dzarr berkata:
"Aku adalah seorang pria dari suku Ghifar. Telah sampai kepadaku berita seorang laki-laki yang mengaku sebagai Nabi. Aku berkata kepada Saudaraku, "Pergilah temui orang itu, bicaralah dengannya lalu kabarkanlah kepadaku berita yang engkau bawa."
Kemudian dia pergi menjumpainya dan kembali. Aku bertanya padanya, "Ada kabar apa yang kau bawa?", Dia berkata,
"Demi Allah, aku melihat seorang pria mengajak pada hal-hal yang baik dan melarang hal-hal yang buruk"
Aku berkata padanya, "Engkau tidak memuaskan keingintahuanku dengan keterangan yang hanya sedikit itu"
Aku mengambil kantung air dan tongkat lalu pergi menuju Mekkah. Aku tak tahu siapa dan seperti apa nabi itu, dan akupun tak mau menanyakan hal itu pada siapapun. Aku terus minum air zam-zam dan terus berdiam diri di sekitar Kabah. Lalu Ali bin Abi Thalib lewat di depanku, dan dia bertanya, "Sepertinya engkau orang asing disini?" Aku jawab "Ya".
Dia mengajakku kerumahnya, aku lalu mengikutinya. Dia tidak menanyakan apapun padaku. Akupun tidak mengatakan apa-apa padanya.
Besok paginya aku pergi lagi ke Ka'bah untuk menanyakan sang nabi pada orang-orang di sana, tapi tak seorangpun mengatakan sesuatu tentangnya. Ali kembali lewat di hadapanku dan bertanya,
"Adakah seseorang yang belum juga menemukan tempat tinggalnya?", Aku bilang, "Tidak". Dia berkata, "Kemari mendekatlah padaku". Dia bertanya, "Engkau punya urusan apa disini? Apa yang membuatmu datang ke kota ini?"
Aku berkata kepadanya,
"Jika kamu bisa menjaga rahasiaku, maka aku akan mengatakannya". Dia menjawab, "Akan aku lakukan". Aku berkata padanya, "Kami mendengar bahwa ada seseorang di kota ini mengaku sebagai seorang nabi. Aku mengutus seorang saudaraku untuk bicara dengannya dan waktu dia kembali, dia membawa kabar yang tidak memuaskan. Jadi aku berpikir untuk bertemu dengannya secara langsung’.
Ali berkata, "Tercapailah sudah tujuanmu, Aku mau menemui dia sekarang, jadi ikutlah denganku dan kemanapun aku masuk, masuklah setelahku. Jika aku menjumpai seseorang yang mungkin akan menyusahkanmu, aku akan berdiri di dekat tembok berpura-pura memperbaiki sepatuku (sebagai tanda peringatan) dan anda harus segera pergi". Kemudian Ali berjalan dan aku mengikutinya sampai dia masuk ke suatu tempat dan aku masuk dengannya menemui sang nabi yang padanya aku berkata,
"Terangkanlah hakikat Islam itu padaku". Waktu dia menjelaskannya, aku langsung menyatakan masuk Islam seketika itu juga.
Nabi ﷺ bersabda, "Wahai Abu Dzar, simpanlah perkataanmu itu sebagai rahasiamu dan kembalilah ke daerah asalmu dan apabila kamu mendengar kabar kemenangan kami, kembalilah temuilah kami".
Aku berkata, "Demi Dia Yang telah mengutus engkau dalam kebenaran, aku akan mengumumkan keIslamanku secara terang-terangan di hadapan mereka (kaum musyrikin)".
Abu Dzar pergi ke Ka'bah di mana banyak orang Quraisy berkumpul, lalu berseru, ‘Hei, kalian orang-orang Quraisy! Aku bersaksi (Ashadu a lâ ilâha ill-Allah wa ashadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu) Tiada Tuhan Yang berhak disembah selain Allah dan aku bersaksi Muhammad itu hamba dan rasul Allah!’.
Mendengar hal itu Orang-orang Quraisy berteriak, "Tangkap Saabi (orang yang keluar dari ajaran nenek moyang) itu!" Mereka bangkit lalu memukuliku sampai hampir mati. Al-Abbas melihatku lalu menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku. Lalu dia menghadapi mereka dan berkata,
"Ada apa dengan kalian ini! Apakah kalian mau membunuh seorang dari kabilah Ghifar?, padahal selama ini kalian berdagang dan berkomunikasi melewati daerah kekuasaan mereka?!". Mereka lalu meninggalkanku.
Besok paginya aku kembali ke Ka'bah dan berseru sama persis seperti yang aku lakukan kemarin, mereka kembali berteriak,
‘Tangkap Saabi itu (Muslim itu)!’. Lalu aku dipukuli (sampai hampir mati) sama seperti kemarin, dan kembali Al-Abbas menemukan diriku dan menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku, dan dia berkata pada mereka sama seperti yang dia lakukan kemarin." (HR. Bukhari No. 3572)
Abu Dzarr berkata
“Aku adalah orang keempat yang masuk Islam. sebelumku telah ada tiga orang lain yang masuk Islam. Lalu aku datang kepada Rasulullah ﷺ seraya berkata, ‘salaamun alaik, wahai Nabi Allah,’ lalu aku masuk Islam. Aku melihat ada kegembiraan di wajahnya. Beliau bertanya, ‘siapa kamu?’ Aku berkata, ‘Jundub, seorang lelaki dari Ghifar.’ Lalu aku melihat ada keterkejutan dan kekhawatiran di wajah Rasulullah ﷺ. Di kalangan Bani Ghifar ada yang pernah merampok barang-barang milik jamaah haji.” (HR. Ath-Thabrani no. 1617)
Kecintaan dan Wasiat Nabi ﷺ kepada Abu Dzarr.
Nabi ﷺ sangat mencintai Abu Dzarr, karena dia begitu komitmen dan konsisten dalam belajar agama kepada Nabi ﷺ.
Ketika kita memiliki seorang teman yang berjalan di atas ilmu agama, maka pertahankan teman seperti ini. Jika ada teman yang hanya mengajak pada kesemuan dunia, maka tinggalkan saja.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidakkah ada di atas bumi dan di bawah langit ini seorang yang lebih jujur ucapannya dan lebih memenuhi janji dari Abu Dzar. Ia mirip dengan Isa bin Maryam (dalam hal zuhud dan tawadhu’).” (HR. Tirmidzi no. 3802)
Beliau adalah salah seorang as sabiqun al awwalun atau orang-orang yang paling pertama masuk Islam dan termasuk di dalam kalangan orang-orang cerdas. Bahkan di katakan bahwa beliau memberikan fatwa pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan (al Mishri, 2010: 420).
7 wasiat Nabi ﷺ kepada Abu Dzarr
1. Mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka
2. Melihat orang yang di bawahku dan tidak pernah melihat orang di atasku dalam hal duniawi
3. Tidak meminta-minta sesuatu kepada seseorang (mengemis)
4. Menyambung silaturahim dengan kerabat walaupun aku ditinggalkan oleh mereka
5. Komitmen menyampaikan kebenaran walaupun pahit
6. Tidak perlu takut celaan dalam membela agama Allah
7. Memperbanyak dzikir laa hawlaa wa laa quwwata ilaa billah karena itu adalah sumber kekayaan di bumi
(HR. Ahmad)
Selain dikenal sebagai sosok yang sangat jujur dan berani mengemukakan kebenaran, Abu Dzarr juga dikenal sebagai sosok yang anti terhadap jabatan politik dan para penumpuk harta. Beliau berpegangan pada firman Allah yang berbunyi:
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.” (QS. Al Humazah : 1-4)
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya aku melihatmu sebagai orang yang lemah, dan sesungguhnya aku mencintai bagimu apa yang aku cintai bagi diriku, maka janganlah kamu menjadi pemimpin atas dua orang dan janganlah kamu mengelola harta anak yatim.” (HR. Muslim No. 1826)
Kedudukan Abu Dzarr di Hadapan Para Sahabat
'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata:
"Ia menangkap ilmu yang sulit ditangkap (cerdas), semangat menuntut ilmu, sulit menyingkap kedalaman ilmu, dan tidak tersisa lagi seseorang yang tidak peduli dengan celaan manusia ketika menyampaikan kebenaran selain Abu Dzarr." (Thabaqat Ibnu Sa’ad, IV/231)
Abu Dzarr hidup dalam kezuhudan dengan kondisi yang sama seperti ketika Rasulullah ﷺ wafat. Ia pernah menasihati seseorang bahwasanya ada 3 golongan yang berhubungan dengan harta:
1. Takdir
2. Ahli waris
3. Diri sendiri
Nasihat Abu Dzarr
1. Berhajilah untuk menghadapi perkara yang besar
2. Berpuasalah di hari yang panas untuk menyongsong panjangnya hari kebangkitan yang sangat panas di padang mahsyar
3. Shalat 2 rakaat di malam gelap gulita untuk menghadapi keterasingan di alam kubur
4. Ucapkanlah hal yang baik agar menjadi bekal kebaikan di hari Kiamat
5. Sedekah dengan harta, semoga selamat dari hisab Allah
6. Jadikan dunia sebagai 2 majelis yaitu majelis dan waktu untuk mencari yang hal, dan jadikan tujuannya hanya kepada Allah
7. Harta yang dimiliki 2 dirham, satu keluarkan untuk keluarga dan satu lagi diserahkan untuk akhirat
Kalau seseorang masih mengejar dunia, maka Abu Dzar mengatakan bahwasanya "Kalian telah terbunuh dengan ambisi duniawi yang tidak pernah bisa diraih."
Di antara petuah Abu Dzarr dalam berdakwah terdapat dalam riwayat berikut ini.
Dari Shadqah bin Abi Imran bin Hatthan, ia berkata, “Aku menemui Abu Dzarr. Kulihat ia berada di masjid, menyendiri dengan kain hitamnya. Aku bertanya, "Abu Dzar, mengapa menyendiri seperti ini’? Ia menjawab, "Aku mendengar Rasulullah ﷺ
"Sendirian lebih baik daripada teman yang buruk. Teman yang shalih lebih baik daripada sendirian. Ucapan yang baik lebih baik daripada diam. Dan diam lebih baik daripada berbicara yang buruk.” (al-Jami’ ash-Shaghir, 9647).
Kepergian Abu Dzarr
Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu wafat di pengasingan di Rabadzah pada tahun 32 H/652 M. Ini sekaligus membuktikan mukjizat kerasulan Nabi Muhammad ﷺ.
No comments:
Post a Comment