Kajian Jumat
Tema:
Kitab Syarhus Sunnah
Takfir Benih Pemikiran Khawarij
Oleh: Ustadz Mohamad Nursamsul Qomar, LC (Hafidzhahullah)
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Jumat, 4 Desember 2020
Dunia ini adalah negeri keimanan dan keislaman. Maksudnya adalah ada dunia dan ada akhirat. Akhirat adalah negeri pembalasan, sedangkan dunia adalah tempat di mana seseorang diuji dengan keimanan dan keislamannya. Ketika dua kata ini disebutkan, masing-masing merujuk pada makna Rukun Islam dan Rukun Iman. Jika disebutkan secara terpisah, maka keimanan membutuhkan keislaman, dan keislaman membutuhkan keimanan.
Umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, ahlul qiblat, di dalam kehidupan dunia, di antara mereka yang beriman maka wajib diberikan segala haknya. Jika seorang muslim memiliki orang tua kafir, maka orang tuanya tidak mewarisi muslim dan sebaliknya, dan seorang muslim wajib diberikan haknya ketika meninggal untuk dishalati.
Kita tidak boleh mempersaksikan seseorang sampai dia benar-benar menjalankan syariat Islam. Jika terjadi hal yang kurang di dalam syariat, maka dia dihukumi sebagai orang yang keimanannya berkurang, tidak sempurna sampai dia bertobat dari perkara tersebut.
Namun, ketika dia sudah bertobat, maka hukumnya dikembalikan kepada Allah. Hukum asal seorang Muslim dikembalikan kepada Allah dalam perkara bathil.
Murji'ah, kalau sudah beriman maka tidak akan memengaruhi keimanannya walau pun bermaksiat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dalam Hadits Qudsi:
"Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepadaKu, yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah aku wajibkan kepadanya. HambaKu terus-menerus mendekat kepadaku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepadaKu, Aku pun memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepadaKu, Aku pun pasti melindunginya." (HR. Bukhari 6502 dalam Fathul Bari 11/348)
Allah Azza Wa Jalla berfirman:
"Hai manusia, kamulah yang sangat butuh kepada Allah; dan Allah, Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Terpuji." (QS. Fathir : 15)
Bertentangan dengan Murji'ah, adalah Khawarij. Mereka mengkafirkan siapa saja yang melakukan dosa besar dari umat Islam dan boleh dibunuh.
Beberapa pemikiran Khawarij juga sudah masuk ke Indonesia, seperti menuduh Indonesia memiliki pemimpin kafir dan thagut. Bahkan ada dari kelompok mereka yang ditangkap.
Allah Ta'ala berfirman:
"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah (cambuklah) tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali, dan jangan belas kasihan kepada keduanya sehingga mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah., jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman." (QS. Nur : 2)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"... yaitu orang yang belum menikah berzina dengan orang yang belum menikah, maka (hukumnya) dera (cambuk) seratus kali dan diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah berzina dengan orang yang sudah menikah, maka (hukumnya) dera (cambuk) seratus kali dan dirajam." (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Namun kelompok Khawarij menghukumi pezina dan orang kafir dengan hukuman dipenggal kepalanya.
Andai semua maksiat dihukumi kafir, maka Allah tidak akan menyebutkan hukuman-hukuman yang disebutkan di atas di dalam Alquran. Ahlussunnah mengatakan bahwa Muslim seperti itu adalah fasiq, namun tidak melepaskan keislamannya.
Ahlussunnah meyakini seorang Muslim dikembalikan keimanannya kepada Allah, namun jika ia menampakkan maksiat dan mengerjakan yang dilarang, maka kita bisa hukumi dia beriman namun fasiq terhadap apa yang dilakukannya. Karena seharusnya, jika mereka orang-orang yang beriman, apabila disebutkan nama Allah maka bergetar hatinya, dan bila dibacakan ayat-ayat Allah maka bertambah keimanannya. Ahlussunnah juga meyakini bahwa keimanan seseorang bisa meningkat seperti keimanan malaikat dan rasul, namun bisa juga menurun seperti orang-orang fasiq.
Seorang Muslim tidak boleh dihukumi kafir hanya karena ia melakukan dosa besar, dan kita tidak boleh mengkafirkan seseorang kecuali dia menghalalkan maksiat yang dilakukannya. Karena yang menjadi dasar keimanan seseorang adalah hatinya.
Jika ia meninggal sebelum bertobat dari dosa besar yang dia lakukan, dan belum ditegakkan hukum haknya, dalam akidah ahlussunnah, maka di hari kiamat kelak ia berada di dalam kehendak Allah, entah Allah menghukumnya atau mengampuninya. Namun jika ia sudah bertobat dan sudah ditegakkan hukuman padanya, Allah tidak akan mengumpulkan dia dengan orang-orang yang melakukan dosa besar setara dosanya.
"Bagaimana jika seseorang tidak pernah shalat lalu meninggal?"
Terdapat khilaf dari para ulama. Sebagian pendapat mengatakan bahwa dia tidak kafir selama berada pada keyakinan bahwa shalat itu wajib. Sebagian ulama berpendapat bahwa dia kafir berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
"Yang menjadi pembatas antara seorang Muslim dengan kafir adalah shalatnya." (HR. Bukhari & Muslim).
Namun ketika sudah dinasihati untuk shalat tapi ia tetap tidak melaksanakannya, lalu dia meninggal, maka dia kafir. Karena berarti dia menolak bahwa shalat itu wajib.
Dalam Islam, siapa yang tidak mengatakan orang musyrik dengan kafir, maka ia pun telah kafir. Karena bagi seorang Muslim, wajib menghukumi mereka yang musyrik, tidak beriman kepada Allah sebagai seorang kafir. Namun kaidah ini harus diperjelas maksudnya. Jika maksudnya tidak meyakini kekafiran orang-orang yang telah dinyatakan kafir oleh Allah dan RasulNya, seperti Fira'un, Abu Lahab, dan sejenisnya, maka ia termasuk kafir. Atau juga mengatakan Yahudi, Nasrani, Majusi, dan mereka yang tidak menyembah Allah bukan kafir, bahkan meyakini mereka termasuk dari kaum Muslim, maka kaidah tersebut dianggap benar. Karena konsekuensinya, orang itu tidak berlepas diri dari orang-orang kafir tersebut. Dengan demikian, ia telah menentang hukum Allah yang telah menetapkan vonis kafir terhadap orang-orang tersebut.
Sebagai orang beriman kepada Allah dan hari akhir, wajib hukumnya untuk kita mengimani apa yang telah Allah tetapkan, dan haram untuk menentangnya. Wallahu a'lam
Subhanaakallahumma wa bihamdika, asy-hadu al-laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik.



No comments:
Post a Comment