Tema:
Pembahasan Kitab Syarhus Sunnah
- Pernikahan yang Bathil -
Oleh: Ustadz Mohamad Nursamsul Qomar, LC (Hafidzhahullah)
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Jumat, 15 Januari 2021
4 hal tahapan dalam penulisan takdir:
1. Ilmu. Tidak ada satu pun yang Allah takdirkan melainkan Allah telah mengetahuinya.
2. Semua yang Allah takdirkan telah Allah tuliskan di lauhul mahfudz.
3. Tidak ada satu pun yang terjadi di bumi melainkan semuanya sesuai kehendak Allah.
4. Semua yang terjadi, disadari atau tidak, semua adalah ciptaan Allah, termasuk perbuatan manusia.
Ketika kita memahami 4 hal ini, maka kita akan tenang dalam menerima segala takdir Allah. Sebagai seorang Muslim, sudah seharusnya kita terus menuntut ilmu dan meyakini bahwa semuanya telah Allah takdirkan. Jika seseorang meyakini bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu hingga itu terjadi, maka dia telah kafir.
*bahasan di atas adalah tambahan dari bahasan tentang takdir yang ada di dalam kitab Syarhus Sunnah sebelum masuk dalam Bab Nikah. Karena tidak banyak, maka sekaligus dibahas oleh ustadz dalam satu kajian.
Di dalam pernikahan, jumhur ulama berpendapat bahwa tidak sah menikah kecuali dengan adanya wali, 2 orang saksi yang adil, dan mahar (sedikit atau banyak).
WALI
Asal wali menjadi perwakilan sang wanita untuk melihat calon suaminya apakah sekufu (setara) atau tidak dengan wanita tersebut.
Adapun yang paling berhak menjadi wali seorang wanita adalah sebagai berikut:
1. Ayahnya;
2. Kakek dari Ayah;
3. Anak dari wanita yang ingin dinikahi (jika sudah baligh);
4. Keturunan laki-laki dari anak laki-laki si wanita (jika sudah baligh);
5. Kakak atau adik laki-laki;
6. Saudara kandung seayah;
7. Paman;
8. Anak Paman.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil, maka nikahnya bathil." (HR. Tirmidzi No. 1102 dalam kitab an-Nikaah).
"Tidak sah pernikahan kecuali dengan keberadaan wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Abdurrazzaq VII/215, dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam al-Irwaa No. 1858)
Mengucapkan akad tidak disyaratkan dalam satu napas. Hal semacam ini hanya terdapat pada Madzhab Syafi'i di mana pengucapan harus bersambung dan tidak dipisahkan dalam pengucapan.
- Ketika wali mengucapkan akad, maka calon suami harus langsung melanjutkan, tidak boleh ada jeda;
- Ketika pengucapan akad, maka calon suami harus mengucapkan dalam satu napas hingga dikatakan sah.
Hal tersebut bertujuan agar tidak ada keraguan di dalam akad. Namun mengucapkan akad tanpa harus satu napas juga diperbolehkan.
SAKSI YANG ADIL
Yang dimaksud saksi yang adil adalah orang yang dapat dipercaya, tidak fasiq (karena orang yang fasiq sama sekali tidak boleh dibenarkan beritanya).
Apabila wali menahan dirinya untuk menikahkan, maka hak ini diambil oleh yang berada di bawahnya dalam hal sebagai wali pernikahan. Jika semua tidak bisa mengambil haknya sebagai wali, maka hak tersebut diserahkan kepada perwakilan dari pemerintah, dalam hal ini adalah penghulu dari KUA.
Subhanaakallahumma wa bihamdika, asy-hadu al-laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik.

No comments:
Post a Comment