Wednesday, 11 August 2021

Kajian Rabu: Nasihat Berujung Debat

Kajian Rabu
Tema: Nasihat Berujung Debat
Oleh: Ustadz Muhammad Halid Syar'ie, LC
Rabu, 11 Agustus 2021
via Clubhouse

Dalam Islam, nasihat memiliki harga yang mahal. Bahkan para nabi dan rasul memberikan nasihat kepada umat.
 
Allah Ta'ala berfirman di dalam Alquran tentang para nabi dan rasul yang menasihati kaumnya.

Nabi Nuh 'alaihissalam
"Dia (Nuh) menjawab, "Wahai kaumku! Aku tidak sesat, tetapi aku ini seorang Rasul dan Tuhan seluruh alam. Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui" (QS. Al A'raf : 61-62)

Nabi Hud 'alaihissalam
"Sesungguhnya aku (Hud) bertawakkal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhan di atas jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain dari kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepadaNya sekalipun. Sesungguhnya Tuhan Maha Pemelihara segala sesuatu" (QS. Hud : 56-57)

Nabi Shalih 'alaihissalam
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunanNya, kemudian bertaubatlah kepadaNya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmatNya) lagi memperkenankan doa (hambaNya)" (QS. Hud : 61)

Seluruh para nabi dan rasul bertugas untuk menasihati.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Ada 6 hak Muslim kepada muslim yang lain yaitu (1) apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya; (2) apabila engkau diundang, maka penuhilah undangannya; (3) apabila engkau diminta nasihat, maka berilah nasihat kepadanya; (4) apabila dia bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan 'alhamdulillah'), maka doakanlah dia (dengan mengucapkan 'yarhamukallah'); (5) apabila dia sakit, maka jenguklah; (6) apabila dia meninggal, maka iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman)" (HR. Muslim No. 2162)

Dalam beberapa kesempatan, Nabi ﷺ meminta bai'at kepada para sahabatnya dengan isi untuk mentaati Allah dan RasulNya serta senantiasa beramal shalih. Di antara isi bai'at tersebut sebagaimana diceritakan oleh sahabat Jarir bin Abdillah, beliau berkata:
"Aku berbai'at kepada Rasulullah ﷺ untuk senantiasa mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan memberi nasihat kepada setiap muslim" (HR. Bukhari No. 57 dan Muslim No. 56)

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Agama adalah nasihat". Kami bertanya, "Untuk siapa?". Beliau menjawab, "Bagi Allah, bagi kitabNya, bagi rasulNya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya" (HR. Muslim No. 55)

Mayoritas ulama mengatakan bahwa menasihati hukumnya fardhu kifayah.

Ibnu Rajab menulis perbedaan antara menyindir dengan mencela. Dua hal ini ada persamaan dan memiliki perbedaan yang tipis, dan perbedaannya adalah niatnya.

Celaan berawal dari iblis ketika menasihati Adam dan Hawa 'alaihissalam namun dikemas dengan keburukan.
"Dan dia (iblis) bersumpah kepada keduanya, "Sesungguhnya aku adalah termasuk orang yang memberi nasihat kepada kamu berdua" (QS. Al A'raf : 21)

Allah menyamakan seseorang yang menasihati terlihat baik padahal tujuannya buruk dengan kaum munafik.
"Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan RasulNya sejak dahulu. Mereka bersumpah, "Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)." (QS. At Taubah : 107)

6 poin yang dibutuhkan dalam menasihati:
1. Mengharapkan pahala dan ridho dari nasihat
Ini poin paling mendasar dan menjadikan para nabi dan rasul Istiqomah dalam menasihati.

Kita bisa ambil contoh dari Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Saleh, dan Nabi Syu'aib.

Nasihat tidak selalu diterima. Bahkan para nabi masih mendapatkan timbal balik negatif termasuk ancaman akan dibunuh.

Bagi para nabi dan rasul, tugas utamanya adalah menyampaikan nasihat ikhlas karena Allah, bukan melihat hasil.
"Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebagian (siksa) yang Kami ancamkan kepada mereka atau Kami wafatkan kamu (hal itu tidak penting bagimu) karena sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan saja, sedang Kamilah yang menghisab amalan mereka" (QS. Ar Ra'd : 40)

"(yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal" (QS. An Nahl : 42)

950 tahun nabi Nuh berdakwah hanya 150 orang yang mengikuti.

2. Mengetahui kebenaran atau kebaikan dalam nasihat.
Sebelum kita menasihati seseorang, kita harus tahu kesalahannya. Pastikan dia salah, dan pastikan nasihat kita adalah kebenaran.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggung jawabannya" (QS. Al Isra : 36)

3. Jangan menasihati di depan umum
Menerima nasihat itu berat, apalagi dari orang yang di bawah kita. Maka jangan ditambah dengan menasihati di depan umum.

Imam Syafi'i tidak tahan jika dinasihati di depan umum, lalu beliau berkata:
"Berikanlah nasihatmu kepadaku saat aku sendiri"

Seorang mukmin harus menutupi aib saudaranya dan jangan menasihati di depan umum.

Imam Syafi'i juga mengatakan:
Nasihat yang disampaikan di depan umum, maka di dalamnya ada celaan.

Siapa yang telah menasihati saudara dengan sembunyi, maka dia telah menasihatinya. Siapa yang menasihati saudaranya di depan umum, maka dia telah mencelanya

Sulaiman Al Khawas berkata:
"Siapa yang memberi nasihat secara berdua, itu adalah nasihat. Siapa yang menasihati di depan umum, maka dia telah mencelanya"

Di era medsos seperti ini, maka kita harus memerhatikan adabnya. Banyak yang menasihati di depan umum lalu timbulnya jadi debat.

Seperti Mu'adz radhiyallahu 'anhu:
Beliau ketika shalat Isya membaca surat Al Baqarah dan An-Nisaa', lalu ada sahabat yang meninggalkan jamaah. Setelah selesai shalat, ada yang membatalkan shalat lalu Mu'adz mengatakan orang itu munafik.

Rasulullah ﷺ pernah menasihati Mu'adz karena bacaannya saat itu di depan umum, namun demi maslahat yang lebih banyak.

Kadang Rasulullah ﷺ menasihati di depan umum dengan menyebut namanya, namun ini jarang terjadi dan hanya untuk mendatangkan maslahat yang lebih besar.

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Siapa yang tidak suka dengan jalanku, maka bukan bagian dariku"

4. Lihat waktu dan tempat
Jika hal ini tidak diperhatikan, maka akan mendatangkan mudharat yang besar.

Rasulullah ﷺ pernah berpesan
"Mudahkan, jangan dipersulit dan jangan membuat orang lain lari"

Ibnu Mas'ud berkata bahwa Rasulullah ﷺ selalu memilih waktu yang tepat dalam menasihati, beliau khawatir kami bosan.

Bukhari menjudulkan dalam haditsnya mengenai cara menasihati:
"Memilih waktu yang tepat"
"Mengkhususkan harinya"
"Memberi nasihat tidak sekaligus namun sedikit demi sedikit

5. Sampaikan dengan santun dan lembut
Silah bin Asiyam (Tabi'in) ketika bersama dengan para sahabatnya,
 
Ada yang melihat seseorang memakai pakaian isbal. Lalu salah satu dari mereka ingin menegurnya, dan Silah berkata "biar saya saja".

Silah menghampiri orang itu dan berkata "ada yang ingin saya sampaikan", "apa itu?" "Perbaiki pakaianmu, jangan isbal". "Baiklah"

6. Tujuan menyampaikan nasihat bukan untuk memaksa seseorang menerima nasihat
Jangan memaksa seseorang untuk mau menerima nasihat kita, karena tugas kita hanya menyampaikan. Sisanya biar menjadi urusan dia dengan Allah.

Banyak orang mau menasihati tapi tidak terima jika dinasihati. Sadarlah bahwa kita manusia, dan hanya Allah yang tidak menerima nasihati. Setiap orang punya tugas masing-masing.

Adab orang yang diberi nasihat:
1. Menerimanya dengan lapang dada
Berat untuk orang menerima nasihat ketika ia merasa lebih. Padahal yang paling butuh dengan nasihat adalah mereka karena mereka merasa tidak butuh lagi dengan nasihat atau dengan kata lain adalah sombong. Kesombongan ini akan digantikan Allah dengan neraka jahanam.

Allah Ta'ala berfirman:
"Dan apabila dikatakan kepadanya, "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongan yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka jahannam. Dan sungguh neraka jahannam itu tempat tinggal seburuk-buruknya." (QS. Al Baqarah : 206)

2. Menyayangi orang yang menasihati
Orang yang menasihati pantas untuk kita sayangi, karena dia peduli dengan kita.

Andai Umar bin Khattab masih hidup, apakah kita berani menasihatinya?
Umar berkata
"Manusia yang paling aku sukai adalah dia yang berani menujukkan aibku"

Karena orang-orang besar butuh nasihat, tapi kebanyakan orang takut menyampaikan.

3. Mendoakan orang yang memberi nasihat.
Jangan dimaki atau dicela orang seperti ini. Seharusnya kita berterima kasih.

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Kalau orang berbuat baik, maka balaslah. Jika tidak bisa maka doakan dia sampai kalian merasa telah membalas kebaikannya"

Hindari debat ketika kita telah menasihati seseorang. Karena kita tidak tahu kita debat dengan siapa.

Berdebatlah dengan elegan, jangan sembarangan.

Abu Darda berkata
"Kalian banyak dosa karena suka berdebat"

Rasulullah ﷺ bersabda
"Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mencela, bukan orang yang banyak melaknat, bukan pula orang yang keji (buruk akhlaqnya), dan bukan orang yang kotor omongannya." (HR. Tirmidzi No. 1977, Ahmad No. 3839)

Imam Malik pernah diajak debat dan beliau tidak ingin debat lalu berkata "jika saya kalah debat, apakah saya harus pindah agama? Apakah jika kamu kalah debat, kamu akan keluar dari agamamu?"

Allah menjamin rumah di surga ketika dia meninggalkan debat walaupun dia yang benar.

Tidak ada tunggu menjadi sempurna baru bisa memberi nasihat. Jika begitu, maka tidak akan yang menasihati dan tidak akan ada nahi mungkar.

No comments:

Post a Comment