Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah
Bab 41 - Mengingkari Nikmat Allah
Oleh: Ustadz Arman Amri hafizhahullah
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Ahad, 26 November 2023
Berkaitan dengan nikmat, bentuknya adalah tunggal namun memiliki makna yang jamak.
Nikmat Allah sangat banyak dan kita tidak mungkin mampu menghitungnya.
"Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (QS. Ibrahim : 34)
Di antara bagian dari nikmat terbagi menjadi 2 sisi yaitu:
1. Menginginkan hal-hal yang disukai
2. Menghilangkan hal-hal yang tidak disukai
"Orang-orang musyrik mengetahui nikmat-nikmat Allah yang Dia berikan kepada mereka, di antaranya adalah Dia utus Nabi kepada mereka, kemudian mereka mengingkari nikmat-nikmat Allah dengan tidak mensyukurinya dan dengan mendustakan Rasulullah ﷺ" (QS. An Nahl : 83)
Makna mengingkari nikmat bukanlah mengingkari dzat nikmat itu sendiri, melainkan dia lupa akan apa yang telah Allah anugerahkan kepada kita, seolah-olah anugerah itu bukan berasal dari Allah.
Orang yang mengingkari nikmat Allah, maka itu adalah bentuk penodaan terhadap Tauhid Rububiyyah, karena Allah lah yang Maha Memberi kepada hambaNya. Ini juga merupakan penodaan terhadap Tauhid Uluhiyyah, karena tidak bersyukur kepada Allah, sedangkan syukur adalah bentuk ibadah kepada Allah.
Imam Ats-Tsauri rahimahullah mengatakan tentang Imam Mujahid rahimahullah:
"Apabila telah datang tafsir dari Imam Mujahid, maka itu telah cukup bagimu."
Imam Mujahid rahimahullah memberikan makna dari ayat di atas yaitu "Ayat ini seperti seorang berkata, "Inilah harta yang aku dapat dari nenek moyangku"
Imam Quthaibah rahimahullah berkata:
"Orang-orang musyrikin biasa berkata, "Inilah sebab bantuan dari tuhan-tuhan kami."
"Pada hari itu tidak berguna syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhoi perkataannya." (QS. Thaha : 109)
Nabi ﷺ pernah ditanya oleh Abu Hurairah
"Wahai Rasul, siapakah orang yang paling berbahagia di hari Kiamat yang akan mendapatkan syafaatmu?. Nabi ﷺ bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang mengucapkan dan mengamalkan kalimat Laa ilaaha ilallaah dan tidak berbuat syirik."
Bagi orang tua yang kehilangan anaknya di masa kecil, maka anaknya bisa memberikan syafaat kepada kedua orang tuanya di hari Kiamat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah setelah membawakan Hadits Zaid bin Khalid, beliau berkata bahwasanya Nabi ﷺ bersabda: “Allah Ta'ala berfirman: ‘Masuk di pagi hari ini dari hamba-hambaKu, ada yang beriman kepadaku dan ada yang kafir. Adapun orang yang berkata ‘Kita dihujani dengan karunia Allah dan rahmatNya’, maka ia beriman kepadaKu dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan, ‘Kita dihujani dengan bintang ini dan itu, maka ia kafir kepadaKu dan beriman kepada bintang-bintang.'” (HR. Muslim)
Allah mencela orang-orang yang menisbatkan nikmat-nikmat kepada selain Allah.
Sebagian Ulama Salaf berkata,
"Ini seperti ucapan sebagian orang yaitu "angin berhembus dengan nikmat sekali, sedangkan nahkoda itu adalah seorang yang hebat."
Jika kalimat ini hanya sebatas penghambaan, maka ini tidak mengapa, namun sebaiknya kita selalu melibatkan Allah, seperti "Dengan izin Allah", karena jika tidak menyertakan Allah, dikhawatirkan akan menjurus kepada kesyirikan.
Sebagian orang tidak bisa membedakan antara Tauhid dan kesyirikan, bahkan justru lebih banyak orang yang terjerumus dalam kesyirikan. Itulah pentingnya kita harus selalu belajar ilmu Tauhid.
No comments:
Post a Comment