Kajian Sabtu
Syarah Kitab Doa-Doa Pilihan
Doa ke-17: Yaa Allah, Jauhkanlah Aku Dari Akhlak Yang Buruk
Karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Badr hafizhahullah
Oleh: Ustadz Firanda Andirja hafizhahullah
Sabtu, 23 Desember 2023
Ustadz Firanda Andirja hafizhahullah
Para ulama mengatakan bahwa doa adalah kunci segala kebaikan. Segala yang terjadi di dunia ini semua adalah ketetapan Allah. Ketika kita bermunajat kepada Allah lalu dikabulkan, maka selesai perkara.
Manusia yang terbaik dengan bermacam kriteria, kebanyakan terkait dengan akhlaq.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam melunasi hutang"
Orang yang berhutang, ketika dia melunasi hutangnya tepat waktu, tidak ingkar janji, jika tidak mampu bayar maka dia berusaha minta udzur, lalu dia memberikan kelebihan tanpa akad ketika berhutang (ini dibolehkan), maka ini adalah salah satu manusia yang terbaik di sisi Allah, dia memiliki akhlaq yang mulia.
Nabi ﷺ bersabda:
"Sebaik-baik tetangga adalah yang terbaik bagi tetangganya"
Maksudnya adalah dia yang paling baik terhadap tetangganya, saling membantu, menolong tetangga yang kesusahan, sehingga dia dianggap menjadi tetangga yang terbaik dari tetangganya, maka dia memiliki akhlaq yang baik.
Ketika seseorang memiliki akhlaq yang terbaik, maka dia menjadi manusia yang terbaik di sisi Allah.
"Istri yang paling baik adalah dia yang menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251)
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Di antara orang yang paling hina di sisi Allah adalah dia yang buruk lisannya."
Ziyad bin ‘Ilaqah meriwayatkan dari pamannya, yaitu Quthbah bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
اَللَّهُمَّ جَنِّبْنِي مُنْكَرَاتِ اَلْأَخْلَاقِ,وَالْأَهْوَاءِ وَالْأَعْمَالِ, وَالْأَدْوَاء
Allahumma jannibnii munkarooti al akhlaaqi wal ahwaa i wal a’maali wal adwaa’
Artinya:
“Ya Allah, jauhkanlah dari aku akhlak yang munkar, hawa nafsu yang munkar, amal-amal yang munkar, dan penyakit-penyakit yang munkar.” (Hadis Riwayat Tirmidzi no 3591 dan dishahihkan oleh Al Hakim dan lafalnya dari Kitab Al Mustadraq karangan Imam Al Hakim)
Dan hadits ini adalah hadits yang shahih, dishahihkan oleh Al Imam Al Hakim dan juga dishahihkan oleh Syaikh Al Albaniy rahimahullah.
Sebagian ulama menjelaskan:
(1) Mungkaratil Akhlak (مُنْكَرَاتِ اَلْأَخْلَاق)
Mungkaratil Akhlak maksudnya yang berkaitan dengan masalah batin, karena dalam hadis ini digabungkan antara akhlak dan amal.
Tatkala digabungkan antara akhlak dan amal (masing-masing disebutkan), maka akhlak yang buruk adalah yang berkaitan dengan batin. Adapun amal adalah yang berkaitan dengan jawarih (anggota tubuh).
Oleh karenanya, yang dimaksud dengan Mungkaratil Akhlak seperti:
✓ Sombong
✓ Hasad
✓ Dengki
✓ Pelit
✓ Penakut
✓ Suka berburuk sangka dan yang semisalnya
✓ Mudah emosi
Maka seorang berusaha membersihkan hatinya dari hal-hal seperti ini.
Setelah dia bersihkan hatinya, kemudian dia berusaha menghiasi hatinya dengan perkara yang berlawanan dengan hal tersebut.
Hendaknya dia menghiasi hatinya dengan tawadhu’, rendah diri, mudah memaafkan, kesabaran, kasih sayang, rahmat, sabar dalam menghadapi ujian dan yang lain-lainnya.
Dan kita tahu, akhlak yang buruk ini berkaitan dengan penyakit-penyakit hati. Ini timbul dari hati yang sedang sakit, sebagaimana akhlak yang mulia yang timbul dari hati yang sehat.
(2) Mungkaratil A’mal (مُنْكَرَاتِ وَالْأَعْمَالِ)
Mungkaratil A’mal. Tadi telah kita sebutkan, ada seorang ulama yang menafsirkan dengan akhlak yang buruk yang berkaitan dengan anggota tubuh, seperti:
✓ Ghibah
✓ Memukul orang lain
✓ Marah-marah
✓ Yang berkaitan dengan lisan, lisan yang kotor, suka mencaci, suka mencela.
Ada juga yang menafsirkan Mungkaratil A’mal adalah yang berkaitan dengan dosa-dosa besar, seperti: membunuh, berzinah, merampok.
(3) Al Ahwa'( الْأَهْوَاءِ)
Al ahwa’ adalah jama’ dari hawa (hawa nafsu).
Hawa nafsu atau keinginan jiwa ada 3:
1. Ada yang baik
Seperti ingin haji dan umroh tiap tahun, ingin membangun masjid, ingin membangun Pondok Pesantren. Selama tidak mendzalimi orang lain atau yang mubazir, maka ini hawa nafsu yang dibolehkan.
2. Dibolehkan
Seperti ingin makan sesuatu, ingin pergi ke sesuatu tempat selama tidak diharamkan, dan semisalnya.
3. Dilarang
Seperti ingin nonton film Korea, film India, ingin dengar musik atau nonton konser.
Rasulullah ﷺ berlindung dari kemungkaran hawa nafsu.
Hawa nafsu itu kalau dibiarkan akan menjerumuskan orang kepada perkara-perkara yang membinasakan, menjadikan seseorang berani untuk melakukan dosa-dosa.
Kenapa?
Karena demi untuk memuaskan hawa nafsunya.
Terlebih-lebih jika seseorang telah menjadi budak hawa nafsu, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ
“Terangkanlah kepadaku bagaimana tentang seorang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya?” (QS Al Jatsiyah: 23)
Apapun yang diperintahkan oleh hawa nafsunya, dia akan melakukannya. Ini sangat berbahaya. Seseorang harus melatih dirinya untuk menundukkan hawa nafsunya, bukan mengikuti hawa nafsunya.
(4) Al Adwa'( الْأَدْوَاءِ)
Penyakit terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Penyakit wajar
2. Penyakit tidak wajar
Rasulullah ﷺ berlindung dari penyakit-penyakit (Al Adwa’) yang mungkar, yaitu penyakit yang berkaitan dengan tubuh.
Dan sebagian ulama menafsirkan, bahwa ini maksudnya adalah penyakit-penyakit yang Asy Syani-Ah (Berbahaya).
Seperti al judzam (lepra), sarathan (kanker), kemudian penyakit-penyakit yang berbahaya lainnya.
Rasulullah ﷺ tidak berlindung dengan penyakit secara mutlak, karena ada sebagian penyakit yang memang bermanfaat.
Contohnya dalam hadits Bukhari, Rasulullah ﷺ, dari Abu Hurairah radhiyallahu ta’ala ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang Muslim ditimpa dengan keletihan, penyakit, kekhawatiran (sesuatu yang menimpa di kemudian hari), kesedihan (terhadap perkara yang sudah lewat), demikian juga gangguan dari orang lain, kegelisahan hati, sampai duri yang menusuknya, kecuali Allah Subhanahu wa ta’ala akan menghapuskan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari No. 5210 versi Fathul Bari’ No. 5641-5642)
Dari sini ternyata penyakit adalah salah satu pengugur dosa. Oleh karenanya kalau ada orang yang sakit kita katakan:
“Thahurun, insyaa Allah (Semoga penyakit tersebut menyucikan dosa-dosamu, In sya Allah).”
Demikian juga dalam hadis, Rasulullah ﷺ pernah berkata, melarang seorang wanita yang mencela demam. Dari hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ menemui Ummu Sa’ib.
دَخَلَ عَلَى أُمِّ السَّائِبِ (أَوْ: أُمِّ الْمُسَيَّبِ)، فَقَالَ: مَا لَكِ يَا أُمَّ السَّائِبِ (أَوْ: يَا أُمَّ الْمُسَيَّبِ) تُزَفْزِفِيْنَ ؟ قَالَتْ: اَلْحُمَّى، لاَ بَارَكَ اللهُ فِيْهَا. فَقَالَ: لاَ تَسُبِّي الْحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِيْ آدَمَ كَمَا يُذْهِبُ الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ.
Bahwasanya Rasulullah ﷺ menjenguk Ummu As Saib (atau Ummu Al Musayyib), kemudian beliau berkata:
“Apa gerangan yang terjadi denganmu wahai Ummu Al Sa’ib (Ummu Al Musayyib)? Kenapa kamu bergetar?”
Dia menjawab:
“Saya sakit demam yang tidak ada keberkahan bagi demam.”
Maka Rasulullah ﷺ berkata:
“Janganlah kamu mencela demam, karena ia menghilangkan dosa anak Adam, sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat besi.” (HR. Muslim No. 4672 versi Syarh Muslim No. 4575)
Dalam riwayat yang lain yaitu dari Abu Haurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
لاَ تَسُبَّهَا (الحمى) فَإِنَّهَا تَنْفِي الذُّنُوبَ كَمَا تَنْفِي النَّارُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
“Janganlah engkau mencela demam. Sesungguhnya demam itu bisa menghilangkan dosa-dosa, sebagaimana api menghilangkan karat besi.” (HR. Ibnu Majah no 3460 versi Maktabatu Al Ma’arif no 3469)
Ini dalil, bahwasanya sebagian penyakit bisa menghilangkan dosa-dosa.
Jika seorang terkena penyakit, maka dia bersabar dan dia berlindung dari penyakit-penyakit yang berbahaya, seperti yang disebutkan dengan Mungkaratil Adwa’ (Penyakit yang berbahaya).
Kalaupun ternyata dia tertimpa penyakit tersebut, maka dia tetap saja bersabar, karena penyakit-penyakit tersebut bisa menghilangkan dosa-dosa.
Bahaya mengikuti hawa nafsu adalah bisa merusak iman, bahkan sampai dia menuhankan hawa nafsunya.
Wallahu ta’ala a’lam bishshawwab
No comments:
Post a Comment