Wednesday 13 March 2024

Dauroh Aqidah Ramadhan: Penjelasan Tentang Al Firqatun Najiyah // Ustadz Hamdi Solah Albakry hafizhahullah

Dauroh Aqidah Ramadhan
Syarah Kitab Aqidah Washitiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
Pertemuan 2
Penjelasan Tentang Al Firqatun Najiyah
Oleh: Ustadz Hamdi Solah Albakry hafizhahullah
Rabu, 13 Mar 2024 / 2 Ramadhan 1445

Mengapa kita perlu mengkaji kitab Aqidah Washitiyyah?
1. Isi kandungan kitab ini, seluruhnya merujuk kepada Alquran dan Sunnah serta Ijma para Salaf.

Kitab ini membahas tentang keyakinan aqidah yang harus diyakini setiap Muslim.
Syaikh juga menyebutkan bagaimana sikap ahlussunnah harus tercermin di dalam dirinya. Beliau sangat detail dan berhati-hati untuk menulis kitab ini, sehingga disimpulkan bahwasanya kitab ini sepenuhnya merujuk kepada Alquran, Sunnah, dan Ijma' para Salaf (Para Sahabat, Tabi'in, dan Tabiut Tabi'in).

Syaikh mengatakan tentang kitab ini
"Sesungguhnya aku telah berusaha untuk menuliskan di dalam kitab ini aqidah yang mengikuti Alquran dan Sunnah. Bahwa sesungguhnya setiap lafadz yang aku sebutkan, maka aku akan menyebutkan ayat atau hadits atau ijma' para Salaf."

Perlu diketahui, setelah kitab ini tersebar, kemudian terjadi pertentangan dari orang-orang yang tidak sepaham dengan apa yang dituliskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Mereka yang menentang adalah orang-orang yang berada di dalam pemahaman aqidah yang menyimpang atau ahlul bid'ah.

Aqidah tidak mungkin bisa diambil kecuali dari Alquran dan Sunnah. Aqidah tidak bisa diambil dari pemikiran atau pemahaman sendiri. Aqidah adalah keyakinan hati kita yang sangat kuat sehingga tidak boleh diambil selain dari Alquran dan Sunnah.

2. Kitab ini ditulis berdasarkan analisa yang dalam dan ilmu yang luas tentang aqidah Islam yang benar sesuai dengan pemahaman para Salaf.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memiliki 500 lebih kitab yang beliau tulis. 
Kitab Aqidah Washitiyah ini menimbulkan debat dan diskusi dengan musuh-musuhnya atau mereka yang tidak suka dengan aqidah Salaf. Sehingga pada saat terjadi debat tentang isi kandungan kitab ini, Syaikh mengatakan:
"Sesungguhnya aku berikan tenggat waktu 3 tahun kepada seluruh orang yang menentang kitab ini untuk menunjukkan satu huruf saja yang tidak sesuai dengan pemahaman para Salaf."

Setahun, dua tahun, tiga tahun, tidak ada satupun yang bisa membawa bukti,
Tiga tahun berlalu, sekarang kita berikan tenggat waktu sampai hari kiamat.

3. Kitab ini cukup ringkas dan mencakup mayoritas pembahasan aqidah Ahlussunnah wal Jamaah.
Banyak sekali pujian para ulama tentang kitab ini.

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata:
"Telah terjadi kesepakatan para ulama bahwa Aqidah Washitiyah adalah aqidah Salafi yang bagus."

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata:
"Telah terjadi kesepakatan para ulama bahwa Aqidah Washitiyah adalah aqidah Sunniyyah (sesuai Sunnah) dan aqidah Salafiyyah (merujuk kepada para Salaf)."

Syaikh Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah berkata:
"Kitab ini ringkas dan jelas serta menghimpun aqidah yang harus diyakini tentang pokok-pokok keimanan dan seluruh aqidah di dalamnya adalah aqidah yang benar."
 
Ini bisa memotivasi kita semua untuk mempelajari isi kandungan kitab ini karena direkomendasikan oleh para ulama.
 
4. Kitab ini telah mendapatkan perhatian yang sangat besar dari para ulama.
 
Kita dapatkan para ulama dari zaman ke zaman, mereka senantiasa mengajarkan aqidah ini kepada umat, kepada para penuntut ilmu. Bahkan kitab ini dianjurkan untuk dihapal oleh para penuntut ilmu. Banyak syarah yang ditulis untuk menjelaskan kitab ini, di antaranya adalah:
1. Ar-Roudhatun Nadiyah Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah karya Syaikh Zaid bin Abdil Aziz bin Fayyadh (sekitar 516 halaman)
2. At-Tambihatus Sunniyah ‘Alal Aqidah Al-Wasithiyah oleh Syaikh Abdulaziz bin Nashir Ar-Rasyid (388 halaman). Ini termasuk syarah yang sangat direkomendasikan oleh para ulama.
3. At-Tanbihatul Lathifah 'alal Aqidatil Wasithiyah oleh Syaikh Abdurrahman As-Sa'di
4. Syarh Al Aqidah Al Wasithiyah oleh Syaikh Muhammad Khalil Harras
5. Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah oleh Syaikh Shalih Al Fauzan
dan masih banyak kitab Syarh Aqidah Washitiyyah, sehingga ini akan memudahkan kita untuk memahami isi kandungan kitab Aqidah Washitiyyah.

Banyak ulama yang memiliki majelis membahas kitab Aqidah Washitiyyah karena sangat pentingnya mempelajari kitab ini.

Kenapa dinamakan Aqidah Washitiyyah? Apa sebab ditulis kitab Aqidah Washitiyyah?
Aqidah Washitiyyah adalah jawaban dari pertanyaan seseorang kepada Ibnu Taimiyyah.
Ibnu Taimiyyah bercerita bahwa,
"Telah datang kepadaku seseorang dari kota Washit yang bernama Radhiyuddin Al Washiti, seorang qadhi (hakim) di kota tersebut. Qadhi tersebut adalah seorang tokoh dari kalangan madzhab Syafi'i. Dia termasuk orang baik dan juga dari kalangan ulama. Dia bercerita bahwa di negerinya tersebar sekali kedzaliman dan kebodohan, banyak orang tidak mengerti tentang masalah agama dan aqidah. Maka dia meminta kepadaku agar aku menuliskan aqidah yang benar untuknya dan untuk keluarganya. Aku menolaknya. Sesungguhnya banyak ulama yang menuliskan kitab aqidah dan ambillah dari kitab-kitab tersebut. Akan tetapi dia terus membujuk dan meminta kepadaku agar aku menulisnya. Lalu aku pun menulisnya setelah waktu Ashar hingga masuk waktu Maghrib."

Kita bisa mengetahui keilmuan beliau dengan melihat bagaimana isi kandungan kitab ini. Lalu tersebarlah kitab Aqidah Washitiyyah ini ke seluruh penjuru dunia. Sampai sekarang kita masih bisa mempelajari kitab ini, bahkan juga diajarkan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, banyak universitas besar seluruh dunia, para doktor pun menelitinya, hingga ditulis syarh-syarh oleh para ulama. Kitab ini sudah sangat banyak sekali dicetak.
 
Ini adalah keberkahan dari sebuah pertanyaan seseorang kepada Ibnu Taimiyyah. Jika pertanyaan bisa dilakukan dengan baik, dia bisa membuahkan ilmu. Pertanyaan juga ada adabnya. Pada saat bertanya, kita harus menginginkan ilmu yang bisa diamalkan dari jawaban yang didapatkan.

Kita dapatkan di dalam Alquran, banyak ayat turun atas dasar pertanyaan para Sahabat kepada Nabi Muhammad ﷺ. Ilmu bisa tersebar atas dasar pertanyaan. Ibnu Taimiyyah menulis kitab ini pun atas dasar pertanyaan, termasuk kitab lain yang beliau tulis juga sebagian besar berasal dari pertanyaan.

Kita bisa bayangkan ketika qadhi tersebut tidak meminta dan membujuk Ibnu Taimiyyah untuk menuliskan kitab Aqidah Washitiyyah ini. Bisa jadi kita tidak akan mendapatkan ilmu yang sangat berharga ini. Alhamdulillah dia terus meminta dan membujuk Ibnu Taimiyyah sehingga beliau mau menuliskan kitab ini.

Ini bisa menjadi pelajaran bagi kita. Ketika kita memiliki seorang Syaikh atau guru, dan kita ingin bertanya lalu guru kita menolak, kita bisa terus membujuk sehingga guru kita mau memberikan ilmu atau kebaikan darinya. Dengan begitu, bisa jadi ada manfaat yang bisa tersebar. Semuanya tentu dengan adab.

Radhiyuddin al Wasithi berasal dari kota Wasith yang bertanya kepada Ibnu Taimiyyah, dan ini asal penamaan dari kitab Aqidah Washitiyyah.

Ibnu Taimiyyah memulai penulisan kitabnya dengan menggunakan kalimat Bismillahir-rahmanir-rahim. Ini adalah pembukaan yang merujuk kepada Alquran dan Sunnah. Seperti yang kita ketahui bahwasanya Allah selalu memulai setiap surah di dalam Alquran dengan Bismillahir-rahmanir-rahim. Permulaan dari Alquran pun Bismillahir-rahmanir-rahim. Nabi juga pada saat beliau menuliskan surat kepada raja-raja kala itu seperti Persia, Habasyah, Romawi, beliau menuliskan Bismillahir-rahmanir-rahim. Begitu juga Nabi Sulaiman ketika menuliskan kepada Ratu Bilqis, beliau menuliskan Bismillahir-rahmanir-rahim sebagai kalimat pembuka.

Kemudian Ibnu Taimiyyah melanjutkan penulisan kitabnya dengan kalimat,
"Segala puji bagi Allah yang telah mengutus RasulNya dengan petunjuk agama yang benar agar menang di atas seluruh agama dan cukuplah Allah sebagai saksi. Dan aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja, tiada sekutu baginya. Kita meyakini itu semua dan mentauhidkan Allah. Dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusanNya dan RasulNya. Semoga Allah menambah kesejahteraan dan salam kepadanya. Ini adalah aqidah, keyakinan Al Firqotun Najiyah, yaitu kelompok yang selamat dan dimenangkan sampai hari Kiamat. Ahlus-sunnah Wal Jamaah." Ini adalah pembukaan Ibnu Taimiyaah terhadap pembukaan kitab Aqidah Washitiyyah.

Al Firqotun Najiyah adalah kelompok yang selamat.
 
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya orang-orang Yahudi terpecah belah menjadi 71 golongan. Nasrani terpecah belah menjadi 72 golongan. Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan. Semuanya berada di neraka kecuali 1 golongan." Para sahabat bertanya, "Siapa yang 1 golongan itu wahai Rasulullah?", Rasulullah bersabda, "Mereka adalah orang-orang yang berada di atas jalanku dan jalan para Sahabatku." (HR. At-Tirmidzi)

Berdasarkan hadist ini kita mendapatkan penjelasan bahwasanya umat Islam akan terpecah belah. Ini bukanlah perintah dari Nabi ﷺ, tapi ini merupakan kabar tentang apa yang terjadi di akhir zaman. Termasuk kabar bahwa akan adanya Dajjal, Ya'yuj dan Ma'juj, akan ada orang-orang yang tidak berilmu kemudian membahas tentang ilmu, dan sebagainya. Di antara keburukan yang akan terjadi adalah tentang pecahnya umat Islam di atas dan hanya satu golongan yang akan selamat, dan itu adalah Al Firqotun Najiyah. Mereka adalah Ahlus-sunnah wal Jamaah.

Penyebutan Ahlus-sunnah wal Jamaah sudah disebutkan oleh sahabat Nabi ﷺ, salah satunya Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu mengatakan ketika menafsirkan tentang surah Ali 'Imron ayat 106.
"Hari di mana sebagian wajah menjadi putih dan sebagian lagi menjadi hitam."
Ibnu Abbas berkata, "Adapun yang wajahnya putih, mereka adalah Ahlus-sunnah wal Jamaah dan para ulama. Sedangkan yang wajahnya hitam, mereka adalah ahlul bidah dan kesesatan."

Di antara penamaan dari Al Firqotun Najiyah adalah Ahlus-sunnah wal Jamaah. Mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan Sunnah Nabi ﷺ, berada di atas aqidah dan jalan yang benar. Sebagaimana di antara nama lainnya adalah As-Salafiyyun, yaitu mereka yang senantiasa mengikuti para Salaf, yaitu para Sahabat, Tabi'in, dan Tabiut Tabi'in. Tiga generasi ini adalah yang terbaik di dalam Islam.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabiut tabi’in).” (Muttafaqun ‘Alayh)

Bisa saja Nabi ﷺ menyebutkan generasi keempat, kelima, dan seterusnya, tapi ternyata tidak. Ketika Nabi ﷺ hanya menyebutkan 3 generasi terbaik, maka hanya mereka yang harus kita ikuti di dalam beragama. Mereka yang disebut sebagai As-Salafiyyun. Tidak ada aib sama sekali ketika seseorang mengatakan bahwa dia adalah seorang Salafi agar menjadi pembeda dalam meyakini aqidah yang menisbatkan kepada para Salaf, bukan untuk berbangga diri atau bertazkiyah.

Ibnu Taimiyyah berkata,
"Tidak ada aib bagi orang yang menunjukkan madzhab Salaf dan menisbatkan kepadanya. Bahkan wajib untuk diterima hal tersebut. Sesungguhnya madzhab Salaf tidak mungkin salah dan pasti benar."

Kalimat di atas menekankan bahwasanya madzhab Salaf benar tapi pengikutnya belum tentu benar, karena bisa jadi mereka yang mengaku berada di atas jalannya para Salaf tidak tercermin dari amalannya.

Aqidah dengan akhlaq tidak bisa dipisahkan.

Nabi ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaknya ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari)
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaknya ia memuliakan tetangganya." (HR. Bukhari No. 5589 dan Muslim No. 70)
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya." (HR. Bukhari)
Lihatlah bagaimana Nabi ﷺ menyandingkan antara iman kepada Allah dan hari Akhir. Ini adalah dalil bagaimana aqidah dan akhlaq harus berjalan beriringan.


No comments:

Post a Comment