Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At-Tamimi rahimahullah
Oleh: Ustadz Arman Amri hafizhahullah
Ahad, 7 Juli 2024 / 30 Dzulhijjah 1445
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Bab 48
Bergurau dengan Menyebut Allah, Alquran, atau Rasulullah ﷺ
Banyak kita temukan orang yang menjadikan Allah, Alquran, atau Rasulullah ﷺ sebagai bahan candaan, sehingga perbuatan ini dapat menodai Tauhid atau bahkan membatalkan keimanan seorang hamba.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa." (QS. At Taubah : 65-66)
Di antara yang termasuk penyakit orang munafiq adalah nifaq, yaitu:
1. Nifaq I'tiqod, yaitu yang berkaitan dengan Aqidah. Pelakunya jelas adalah kekufuran, atau seorang kafir yang berpura-pura menjadi seorang Muslim. Ini adalah nifaq yang paling berbahaya.
2. Nifaq Amal, yaitu jika berkata maka dia melakukan kedustaan, atau jika diberikan amanah maka dia berkhianat. Ini tidak sampai kekufuran, tetapi merupakan dosa besar.
Berkaitan dengan kemunculan orang munafiq diawali ketika Nabi hijrah ke Madinah.
Sebelum Nabi ﷺ hijrah ke Madinah, kaum Musyrikin di Madinah sepakat mengangkat Ibnu Salul (pemimpin kaum munafiq di Madinah) sebagai pemimpin mereka.
Sekitar setahun sebelum Nabi ﷺ hijrah ke Madinah, beliau mengutus Mus'ab bin Umair untuk mendakwahkan Islam kepada kaum Musyrikin di Madinah. Ketika Nabi ﷺ hijrah ke Madinah, mayoritas kaum Musyrikin Madinah masuk Islam.
Ibnu Salul kemudian merasakan sakit hati kepada kaum Muslimin karena tidak jadi diangkat menjadi pemimpin kota Madinah.
Abdullah bin Ubay bin Salul punya anak yang juga bernama Abdullah, namun anaknya ini merupakan Sahabat Nabi ﷺ.
Ketika anaknya ini mengetahui bahwa Ayahnya adalah pemimpin kaum munafiq dan mencela Nabi ﷺ, maka Ayahnya tidak diperbolehkan masuk ke kota Madinah sampai diberikan izin oleh Nabi ﷺ.
Pada tahun 2 Hijriah, terjadi perang Badar. Dengan izin Allah, kaum Muslimin menang melawan kaum Kafir Quraisy, padahal jumlah pasukan kaum Muslimin lebih sedikit. Sejak kekalahan dalam perang tersebut, untuk melindungi diri mereka, kaum Kafir Quraisy berpura-pura masuk Islam. Inilah cikal bakal kemunculan orang-orang munafiq. Hudzaifah Al Yaman menyimpang daftar nama-nama orang munafiq di masa itu.
Di mata kaum munafiq, kaum Muslimin sama sekali tidak ada baiknya.
Ketika para Sahabat radhiyallahu 'anhuma beinfaq dalam jumlah yang besar, kaum munafiq mengatakan bahwasanya para Sahabat tersebut adalah orang-orang riya'. Ketika ada Sahabat yang sedikit dalam berinfaq, maka kaum munafiq mengatakan bahwasanya Allah tidak butuh dengan infaq yang sedikit tersebut. Selalu ada celaan dari kaum munafiq kepada kaum Muslimin.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam, dan Qatadah, mereka berkata:
"Bahwasanya ketika dalam peristiwa perang Tabuk, ada seseorang yang berkata, 'Belum pernah kami melihat seperti para ahli baca Alquran ini, orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta nisannya, dan lebih pengecut dalam peperangan'. Maksudnya Rasulullah ﷺ dan para Sahabat yang ahli baca Alquran itu. Maka berkatalah 'Auf bin Malik kepadanya, 'Omong kosong yang kamu katakan. Bahkan kamu adalah seorang munafiq. Sungguh akan kuberitahukan kepada Rasulullah ﷺ '. Lalu pergilah 'Auf kepada Rasulullah ﷺ untuk memberikan hal tersebut kepada beliau. Tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu Alquran kepada beliau.
Ketika orang yang berkata itu datang kepada Rasulullah ﷺ, beliau telah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya. Maka berkatalah ia kepada Rasulullah ﷺ, 'Wahai Rasulullah. Sebenarnya kami hanyalah bersenda gurau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang-orang yang bepergian jauh sebagai pengisi waktu saja dalam perjalanan kami'.
Kata Ibnu Umar, 'Sepertinya aku melihat dia berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah ﷺ, sedang kedua kakinya tersandung batu, sambil berkata 'Sebenarnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja'. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya:
"Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya, dan RasulNya kamu selalu beolok-olok?"
Beliau mengucapkan itu tanpa menengok dan tidak bersabda kepadanya lebih daripada itu.
Nabi ﷺ mampu untuk memberikan hukuman kepadanya namun tidak beliau lakukan disebabkan untuk menjaga dakwah Islam di kemudian hari. Beliau menilai bahwa menjaga dakwah lebih besar maslahatnya. Jika Nabi ﷺ menghukumnya, maka bisa saja menjadi mudhorot bagi dakwah Islam ke depannya.
Ketika istri Nabi ﷺ, Aisyah radhiyallahu 'anha kehilangan kalung kesayangannya di malam hari, lalu ia mencarinya. Pada saat yang sama, Nabi ﷺ memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke kota Madinah, dan para Sahabatnya tidak mengetahui bahwa Aisyah tidak ikut dalam perjalanan.
Pada pagi harinya, Sofwan bin Al Mu'athol melihat Aisyah tertidur di padang pasir lalu mengucapkan kalimat istirja. Aisyah terbangun lalu Sofwan mempersilakan Aisyah untuk naik di atas kendaraannya dan Sofwan yang menuntunnya hingga kota Madinah.
Kemudian datangkan tuduhan bahwasanya Aisyah berzina dengan Sofwan, hingga tersebarlah berita ke seluruh Madinah.
Nabi ﷺ kemudian naik mimbar lalu menyampaikan kepada para Sahabat tentang siapa yang bertanggung jawab atas fitnah ini. Beliau mengetahui bahwa pelakunya adalah Ibnu Salul, namun tetap menjadi obrolan di antara kaum Muslimin yang lemah imannya.
Inilah sikap Nabi ﷺ terhadap perlakuan sikap kaum munafiq kepadanya, beliau tidak menghukumnya dikarenakan maslahat yang lebih besar bagi dakwah Islam.
Sahabat Nabi adalah orang yang bertemu dengan Nabi ﷺ dalam keadaan beriman kepada beliau dan wafat juga dalam keadaan beriman, dan tidak tergolong dari orang-orang yang diusir oleh Nabi ﷺ, atau dari golongan kamu munafiq.
Kita diperbolehkan untuk menghukumi seseorang sesuai dengan yang nampak secara dzahir. Adapun secara batinnya kita serahkan kepada Allah.
No comments:
Post a Comment