Kajian Kamis
Kitab Al Hidayah Wa An-Nihayah
Pernikahan Rasulullah ﷺ dengan Aisyah radhiyallahu 'anha
Oleh: Ustadz Mohamad Nursamsul Qamar hafizhahullah
Masjid Nurullah, Kalibata City, Jakarta Selatan
Kamis, 12 Desember 2024
Pernikahan dengan Aisyah, disebutkan oleh Ibnu Katsir tiga tahun setelah wafatnya Khadijah. Ketika Khadijah wafat, datang Khawla bint Hakim kepada Rasulullah ﷺ. Dia adalah di antara Sahabat yang hijrah ke Habasyah.
Khawla bint Hakim mendekati Rasulullah ﷺ kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah lagi?" Lalu ia mengusulkan pernikahan kepada Nabi ﷺ, baik dengan seorang gadis perawan (bikr) atau wanita yang telah menikah (thayyib). Nabi ﷺ menanyakan kedua pilihan tersebut, dan Khawla memberitahunya bahwa gadis perawan adalah Aisyah, putri sahabatnya yang terkasih Abu Bakr As-Siddiq, dan wanita yang telah menikah adalah Sawdah binti Zam'ah. Nabi ﷺ kemudian meminta Khawla untuk pergi ke rumah Abu Bakr dan mengajukan lamaran kepada Aisyah atas namanya.
Jibril pernah mendatangi Nabi ﷺ dalam mimpi dengan membawa Aisyah radhiyallahu 'anha dalam balutan sehelai sutra hijau. Maksudnya, datang di alam mimpi, bukan di alam nyata. Lalu ia berkata pada Nabi ﷺ, "Wanita inilah yang akan menjadi istrimu di dunia dan akhirat." (HR. Tirmidzi)
Rasulullah ﷺ menikahi Aisyah radhiyallahu 'anha atas perintah Allah. Seluruh mimpi Nabi ﷺ adalah wahyu.
Khawla bint Hakim kemudian mendatangi rumah Abu Bakar. Ketika masuk, ia mengatakan bahwa hanya ada istri Abu Bakar.
Mahram adalah wanita yang haram untuk dinikahi.
"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An Nisaa : 23)
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seorang janda dinikahkan sehingga diminta pertimbangannya dan tidak pula seorang gadis dinikahkan sehingga diminta izinnya.”
Para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu bagaimana pengizinan seorang gadis itu?” Beliau menjawab, “Yaitu, dia diam.”
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu anha, dia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ mengenai seorang gadis yang akan dinikahkan oleh keluarganya, apakah perlu dimintai pertimbangan?” “Maka Rasulullah ﷺ berkata kepadanya, “Ya, dimintai pertimbangannya.” Lalu ‘Aisyah berkata, maka aku katakan kepada beliau, ‘Dia malu.’ Rasulullah ﷺ pun berkata, “Demikianlah pengizinannya, jika ia diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seorang janda lebih berhak atas dirinya sendiri daripada walinya. Sedangkan seorang gadis dimintai izin dan pengizinannya adalah sikap diamnya.” (HR. Muslim)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
“Mintalah izin kepada wanita dalam pernikahannya.” Dikatakan kepada beliau, “Sesungguhnya seorang gadis akan merasa malu dan diam.” Beliau bersabda, “Itulah izinnya.” (HR. An-Nasa'i)
Setelah peristiwa ini, Nabi ﷺ memulai hidup baru dengan istri-istrinya setelah Khadijah.
Orang-orang Quraisy tidak pernah berani mengganggu Nabi ﷺ hingga Abu Thalib meninggal dunia.
Ketika dakwah Rasulullah ﷺ semakin susah karena kaum Quraisy terus mengganggu. Kemudian Nabi ﷺ berpikir untuk hijrah menuju 2 kota yaitu:
1. Thaif, di kota ini Nabi ﷺ dibesarkan dan disusui oleh Halimah As-Sa'diyyah hingga berusia 2 tahun. Nabi ﷺ memiliki hubungan persusuan dengan orang-orang Thaif.
2. Yatsrib, atau yang sekarang disebut adalah Madinah, karena kakaknya, Hasyim dalam perjalanan menuju Syam menikahi seorang wanita Madinah bernama Syaibah. Dari situlah Nabi ﷺ memiliki kerabat di Madinah.
No comments:
Post a Comment