Kajian Senin
Kitab Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi rahimahullah
Berpegang Teguh Kepada Sunnah dan Menjauhi Bid'ah
Oleh: Ustadz Syafiq Al Khatieb hafizhahullah
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Senin, 18 Sya'ban 1446 / 17 Feb 2025
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah adalah seorang Pemberi nasihat terkenal. Beliau disebutkan, telah membuat sekitar 20.000 orang masuk Islam dan 100.000 orang bertaubat melalui beliau.
Bab 1
Perintah Berpegang Teguh Kepada Sunnah dan Tetap Berada Dalam Jamaah
Ini adalah di antara solusi agar manusia tidak terjebak dan masuk ke dalam Talbis Iblis atau kebaikan setan.
Jangan berkreasi di dalam beragama.
Tidaklah manusia menyimpang kecuali dia tidak mengikuti cara beragama Nabi ﷺ dan para Salafush-shalih. Kebanyakan mereka terjerumus karena melakukan perkara bid'ah, dan tidaklah bid'ah itu muncul karena mereka memiliki ide yang bukan berasal dari syariat.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu pernah berkhutbah di Jabiyah, kemudian dia mengatakan, "Rasulullah ﷺ suatu saat pernah berdiri di hadapan kami kemudian bersabda:
"Barangsiapa ingin mendapat tempat yang terbaik di surga, hendaklah dia tetap bersama jamaah, karena setan akan bersama satu orang."
"Tangan Allah bersama jamaah." (HR. Tirmidzi)
Semakin seseorang keluar dari koridor Sunnah, maka dia akan semakin cepat disambar oleh setan.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
"Rasulullah ﷺ membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada setan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau membaca,
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya’” (QS. Al An’am: 153) (HR. Ahmad)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,
"Sungguh akan terjadi pada ummatku, apa yang telah terjadi pada ummat bani Israil sedikit demi sedikit, sehingga jika ada di antara mereka (Bani Israil) yang menyetubuhi ibunya secara terang-terangan, maka niscaya akan ada pada ummatku yang mengerjakan itu. Dan sesungguhnya bani Israil berpecah menjadi tujuh puluh dua millah, semuanya di Neraka kecuali satu millah saja dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga millah, yang semuanya di Neraka kecuali satu millah.’ (para Sahabat) bertanya, ‘Siapa mereka wahai Rasulullah?’ Beliau ﷺ menjawab, ‘Apa yang aku dan para Sahabatku berada di atasnya.’” (HR. Tirmidzi No. 2641)
Dari Ubay bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
“Sesungguhnya sederhana dalam jalan hidup dan sunnah Nabi ﷺ adalah lebih baik daripada banyak tetapi menyalahi jalan hidup dan sunnah Nabi ﷺ. Maka lihatlah amal kamu, baik banyak maupun sedikit, agar yang demikian itu sesuai dengan jalan hidup dan sunnah Nabi ﷺ” (Kitab Al Hujjah fi Bayan Al Mahajjah, I/111)
Ketika seseorang melakukan perkara bid'ah, maka pasti ada sunnah yang dia tinggalkan. Ketika orang mengerjakan bid'ah demi bid'ah, maka agama ini akan rusak.
Seorang ulama Tabi'in, Abul Aliyah rahimahullah berkata,
"Hendaklah kalian berpegang teguh pada ajaran pertama yang dipegang oleh para Sahabat radhiyallahu 'anhuma sebelum orang-orang terpecah belah."
Dalam perkara dunia, maka kita dibolehkan untuk berinovasi. Tetapi dalam perkara agama, jangan pernah berinovasi. Agama dilihat dari perkara pertama, bagaimana Nabi dan para Salafush-shalih beragama. Apa yang tidak mereka praktikkan, maka itu bukanlah agama.
Diriwayatkan dari Sufyan bin ‘Uyainah, beliau berkata, “Aku mendengar dari Imam Malik bin Anas, beliau didatangi oleh seseorang. Orang tersebut berkata, “Wahai Abu ‘Abdillah (Imam Malik), dari mana Engkau mulai berihram?”
Imam Malik menjawab, “Dari Dzul Hulaifah (Bir ‘Ali), dari tempat yang Rasulullah ﷺ mulai berihram.”
Orang tersebut berkata, “Aku ingin memulai ihram dari masjid di samping kubur Nabi.”
Imam Malik mengatakan, “Jangan Engkau lakukan, karena aku khawatir Engkau akan tertimpa fitnah.”
Orang tersebut berkata, “Fitnah seperti apa yang ditakutkan dari perbuatan semacam ini? Ini hanyalah beberapa mil yang aku tambahkan (untuk berihram) (untuk menambah pahala kebaikan.”
Imam Malik menjawab perkataan orang tersebut,
“Fitnah apakah yang lebih besar daripada ketika Engkau menyangka bahwa Engkau memiliki keutamaan yang tidak dimiliki oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Sesungguhnya aku mendengar Allah Ta’ala mengatakan,
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An-Nuur : 63) (Diriwayatkan oleh Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Al-Faqih wal Mutafaqqih, 1: 148; Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 6: 326; Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal No.232, dan lain-lain)
Al Imam Al Auza’i rahimahullahu ta’ala berkata,
"Sabarkanlah dirimu untuk tetap di atas sunnah. Dan berhentilah di mana para sahabat radhiyallahu ‘anhum berhenti (artinya jangan mengerjakan apa yang tidak dikerjakan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum). Berkatalah dengan apa yang mereka ucapkan. Dan jangan membahas perkara yang mereka tidak membahasnya. Jalanilah jalan pendahulumu yang shalih (yakni para sahabat radhiyallahu ‘anhum). Sesungguhnya cukup bagimu apa yang mencukupi mereka.” (Asy Syari’ah lil Aajuri: 58)
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,
“Ucapan tidaklah dianggap lurus kecuali kalau dibuktikan dengan amalan. Begitu juga ucapan dan amalan atau perbuatan tidak dianggap lurus kecuali dengan niat yang benar. Dan ucapan, amalan, niat yang lurus, niat yang benar, belum dianggap lurus kecuali sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad ﷺ.”
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah juga pernah berkata kepada seseorang, “Apabila ada seseorang yang sampai beritanya kepadamu di daerah timur dan dia adalah shahibus sunnah, maka sampaikanlah salam dariku. Dan apabila ada kabar sampai kepadamu bahwa ada seseorang di daerah bagian barat, maka sampaikan salam dariku. Karena ahlussunnah wal jama’ah sudah sedikit.”
Di akhir masa Sahabat, sudah mulai muncul bid'ah dari Qadariyyah dan Khawarij. Kemudian bid'ah semakin banyak muncul di zaman Tabi'in dan setelahnya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing” (HR. Muslim No. 145).
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,
"Saling berwasiatlah untuk berbuat baik kepada Ahlussunnah, karena mereka adalah orang-orang yang asing."
Yunus bin Abul A'lam berkata,
"Aku mendengar Asy-Syafi'i berkata, "Jika aku melihat laki-laki Ahli Hadits, maka seakan-akan Aku melihat Sahabat Nabi ﷺ."
Al-Junaid berkata,
"Semua jalan tertutup bagi manusia, kecuali bagi orang yang menempuh jejak Rasulullah ﷺ, mengikuti sunnah, dan dia menetapi ajaran beliau. Karena semua pintu terbuka baginya. Allah Ta'ala berfirman: "Sungguh telah ada pada Rasulullah Suri tauladan yang baik."
Ketika kita ingin mendekatkan diri kepada Allah melalui jalan yang tidak berasal dari ajaran Nabi ﷺ, maka apa yang kita kerjakan tidak akan sampai kepada Allah.
Pelaku bid'ah ingin mendekatkan diri kepada Allah, tetapi mereka tidak mengikuti jalan yang dilalui oleh Rasulullah ﷺ, maka tidak akan sampai kepada Allah.
Bab 2
Celaan Terhadap Bid'ah dan Ahli Bid'ah
Perbuatan bid'ah adalah sesuatu yang tercela, dan tercela pula para pelakunya.
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda "
"Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari No. 2697 dan Muslim No. 1718)
"Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim No. 1718)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,
"Barangsiapa yang tidak suka terhadap sunnahku, maka dia bukanlah termasuk golonganku."
Ketika seseorang sudah tenggelam dalam bid'ah, maka dia tidak menyukai sunnah. Itu adalah konsekuensi. Jika bid'ah dibiarkan, maka dia akan terus berkembang dan semakin menjauhkan dirinya dari Allah.
Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
"Pada suatu hari Rasulullah ﷺ mengimami kami. Seusai shalat, beliau mengharapkan wajahnya kepada Kami, kemudian Rasulullah ﷺ memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang membuat hati menjadi bergetar dan mata menangis, maka kami berkata, ‘Wahai Rasulullah! Sepertinya ini adalah wasiat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah wasiat kepada kami.’ Nabi ﷺ bersabda, ‘Aku berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun kalian dipimpin seorang budak. Sungguh, orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, wajib atas kalian berpegang teguh pada sunnahku dan Sunnah khulafaur rasyidin al-mahdiyyin (yang mendapatkan petunjuk dalam ilmu dan amal). Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, serta jauhilah setiap perkara yang diada-adakan, karena setiap bidah adalah sesat.” (HR. Abu Daud No. 4607 dan Tirmidzi No. 2676)
Agama lebih berharga dari nyawa dan harta kita. Agama kita adalah modal utama kita bertemu Allah. Ketika agama kita rusak, maka konsekuensinya adalah neraka.
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu (beliau adalah salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan tentang bahayanya Bid'ah), beliau berkata:
"Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu." (HR. Bukhari No. 7049)
Di antara hukuman bagi Ahlul Bid'ah adalah dia tidak akan meminum air dari telaga Nabi ﷺ.
Hati itu lemah, syubhat menyambar-nyambar.
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan:
“Mayoritas para imam salaf.. mereka memandang bahwa hati itu lemah dan syubhat itu menyambar-nyambar” (Siyaru A’lamin Nubala‘ 7/261).
Hati-hati dalam mendengarkan ilmu. Jangan mendengarkan ilmu dari Ahlul Bid'ah atau mereka yang menyimpang. Karena ketika syubhat masuk ke dalam diri, maka agama kita akan rusak.
Ketika datang dua orang (pengikut hawa nafsu) kepada Muhammad bin Sirin rahimahullah, keduanya berkata: “Aku akan menyampaikan kepadamu suatu hadits.” Beliau berkata: “Tidak.” Keduanya berkata lagi: “Kami akan membacakan kepadamu suatu ayat dari Kitabullah.” Beliau menjawab: “Tidak, kalian pergi dariku atau aku yang pergi dari kalian.” (HR. Ad-Darimi, I/109, lihat al-Ibaanah II/445 No. 398)
Islam ini adalah sunnah. Maka ketika bid'ah dilakukan, sunnah akan hilang, dan ketika sunnah itu hilang maka Islam ini akan rusak.
Fudhail bin Iyadh berkata,
"Apabila engkau bertemu dengan seorang ahli bid'ah di suatu jalan, maka ambillah jalan selainnya. Tidak ada satu amal pun dari ahli bid'ah yang akan diangkat kepada Allah. Bahkan barangsiapa yang menolong pelaku bid'ah, maka dia sama saja telah membantunya untuk menghancurkan Islam."
No comments:
Post a Comment