Mengejar Malam Lailatul Qadr
Oleh: Ustadz Hamdi Solah Albakry hafizhahullah
BATASpace, Ampera Raya, Jakarta Selatan
Ahad, 16 Ramadhan 1446 / 16 Maret 2025
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa mengunjungi saudaranya karena Allah, maka kelak akan diserukan kepadanya: ‘engkau telah beruntung dan telah beruntung pula langkahmu, dan dibangunkan bagimu rumah di surga" (HR. At Tirmidzi No. 2008)
Perasaan ujub bisa menghancurkan agama seseorang.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tiga perkara yang membinasakan (yaitu) kikir (pelit) yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan takjubnya seseorang terhadap dirinya sendiri" (HR. Ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath No. 5448, al-Baihaqi dalam asy-Syu’abul Iman No. 731)
Ramadhan adalah fasilitas dari Allah agar kita menjadi manusia yang lebih baik. Allah menurunkan syariat agama yang harus kita tempuh.
Allah adalah Al-Hakim. Ada beberapa makna menurut para ulama tentang makna Al-Hakim, yaitu:
1. Allah yang memutuskan perkara
2. Allah yang menurunkan hukum
3. Allah yang memiliki kebijaksanaan yang Maha Sempurna.
Allah tidak pernah menurunkan sesuatu yang sia-sia. Setiap aturan yang Allah tetapkan pasti mengandung Hikmah yang sangat besar. Maka kita harus berusaha untuk selalu menjalankan aturan-aturan nikah.
Hakikat dari ketaqwaan adalah ketika seseorang memiliki hubungan yang baik kepada Allah dan juga memerhatikan hak-hak seseorang yang ada di sekitarnya.
1. Memperbaiki hubungannya kepada Allah
2. Memperbaiki hubungannya dengan manusia.
Ketika seseorang melakukan amal shalih, jika amal itu diterima oleh Allah, maka kita akan terus melakukan amal shalih yang lain dan begitu seterusnya. Sebagaimana shalat, kalau shalat kita baik, maka itu akan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Allah Ta'ala berfirman:
"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Alquran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Ankabut : 45)
Ramadhan bukan hanya menahan haus dan lapar.
Ramadhan bukan hanya sekadar seremonial. Ramadhan adalah bulan di mana kita memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri. Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan ampunan dari Allah. Ini adalah bulan yang tidak dirasakan oleh sebagian orang.
Allah Ta'ala berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (QS. Al Baqarah : 183)
Lapar dan haus adalah efek dari puasa, tapi tujuan dari berpuasa adalah agar kita bertaqwa, menggapai ridho Allah, dan masuk surga.
Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata:
"Makna ayat di atas adalah menjelaskan sebab mengapa seseorang diwajibkan berpuasa, yaitu agar menjadi orang yang bertaqwa."
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir)
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari No. 1903)
Jangan terlalu bangga ketika kita bisa melewati rasa haus dan lapar. Yang menjadi tolok ukur adalah bagaimana ketaqwaan kita ketika sedang berpuasa. Bagaimana shalat kita, bagaimana pribadi kita selama bulan Ramadhan, apakah lebih baik? Pada saat Ramadhan, kalau biasanya kita suka marah-marah, maka bulan ini jadi sarana untuk kita menjadi manusia yang lemah lembut.
Kebaikan akan menarik kebaikan yang lain. Jika kita bisa menahan diri selama Ramadhan, insyaa Allah kita akan bisa melakukan banyak kebaikan.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Nabi ﷺ adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril Alaihissallam bertemu dengannya. Jibril menemuinya setiap malam Ramadhan untuk menyimak bacaan Alqurannya. Sungguh, Rasulullah ﷺ lebih dermawan daripada angin yang berhembus." (Al-Bukhari No. 1902, 3220, 3554, 4997, Muslim No. 2308, An-Nasa’i, IV/125)
Ketika seseorang memiliki akal yang sempurna, maka dia akan memahami kapan dia harus bersikap.
Nabi ﷺ meningkatkan amal shalihnya di bulan Ramadhan. Kedermawanan beliau meningkat, intensitas bacaan Alquran beliau berbeda dengan bacaan Alquran beliau di bulan lainnya. Ini bisa menjadi evaluasi bagi kita.
Di antara fasilitas lain yang Allah berikan di bulan Ramadhan adalah adanya malam Lailatul Qadr.
Kalau kita gagal memanfaatkan bulan Ramadhan, maka jangan sampai kita gagal di malam Lailatul Qadr. Jika kita lalai dalam malam itu, atau di 10 hari terakhir Ramadhan, maka entah apa yang lebih pantas disebutkan untuk diri kita.
Begitu pentingnya Lailatul Qadr, Allah memberikan satu surah khusus di dalam Alquran. Penamaan surah itu tidak sia-sia. Ada makna yang dalam di dalam penamaan surah tersebut. Surah tersebut Al Qadr.
Al Qadr adalah paling mulia, paling agung, dan paling besar. Sehingga malam Lailatul Qadr adalah malam yang paling mulia.
Allah Ta'ala berfirman:
"Haa miim. Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan." (QS. Ad-Dukhan : 1-3)
Para ulama menafsirkan ayat di atas mengenai malam yang diberkahi adalah malam Lailatul Qadr.
Keberkahan adalah kebaikan yang banyak, yang bertambah dan tidak akan pernah habis. Keberkahan adalah sesuatu yang paling kita cari di dalam kehidupan. Tolok ukur kebahagiaan adalah keberkahan.
Allah Ta'ala menyebutkan tentang keberkahan di malam Lailatul Qadr.
"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Rabbmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS. Ad-Dukhan : 4-6)
Di malam Lailatul Qadr, Allah mencatatkan takdir setiap orang untuk setahun ke depan.
Para ulama menjelaskan bahwasanya penetapan takdir di malam Lailatul Qadr adalah penetapan hidup kita setahun ke depan, termasuk apakah kita berhaji atau tidak dalam waktu setahun ke depan.
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS. Al Qadr : 1-3)
Seseorang yang beribadah di malam itu, malam Lailatul Qadr akan mendapatkan keutamaan melebihi seribu bulan atau setara dengan 83 tahun.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yg bisa melampui umur tersebut” (HR. Ibnu Majah: 4236)
Kita tidak memiliki cukup waktu untuk beramal sehingga mendapatkan pahala yang banyak. Itulah sebabnya Allah memberikan fasilitas untuk kita dengan malam Lailatul Qadr. Ini harus kita perjuangkan. Kita keluarkan semua yang kita miliki untuk mendapatkan malam Lailatul Qadr, karena waktu kita sangat sedikit.
“Setelah Allah menciptakan Adam, Allah mengusap punggungnya, lalu dari punggungnya berjatuhan setiap nyawa yang Allah ciptakan hingga hari kiamat, dan menjadikan bagi setiap manusia di antara mereka berkas cahaya di antara kedua matanya, lalu Allah memperlihatkan mereka kepada Adam. Adam bertanya, “mereka siapa, ya Rabb? Allah menjawab, ‘Mereka keturunanmu’. Adam kemudian melihat seseorang di antara mereka, dan berkas cahaya di antara kedua matanya membuat Adam kagum, lalau Adam bertanya, ‘Ya Rabb, siapa dia? Allah menjawab, ‘Dia seseorang dari kalangan terakhir umat-umat dari keturunanmu. Namanya Daud.’ Adam bertanya, ‘Berapa usia yang Engkau berikan padanya?’ Allah menjawab, ‘Enam puluh tahun.’ Adam berkata, ‘Ya Rabb! Tambahkan empat puluh tahun untuknya dari usiaku.’ Setelah usia Adam habis, malaikat maut datang untuk mencabut nyawanya, Adam berkata, ‘Bukankah usiaku masih tersisa empat puluh tahun.’ Malaikat maut kemudia berkata padanya, ‘Bukankah (empat puluh tahun itu) sudah kau berikan untuk anakmu Daud?” Nabi SAW bersabda, ‘Adam ingkar, keturunannya pun ingkar. Adam dibuat lupa, keturunannya pun dibuat lupa. Adam berbuat salah, keturunannya pun berbuat salah.” (HR. Tirmidzi)
Kita tidak bisa mendapatkan banyak pahala dengan umur kita yang sedikit, belum lagi jika ditambah dengan kelalaian yang kita lakukan dalam hidup.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika Nabi ﷺ memasuki sepuluh hari terakhir, maka beliau mengencangkan ikatan kainnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Karena sibuknya Nabi ﷺ di 10 malam terakhir, beliau tidak mendatangi istrinya. Bagaimana dengan kita?
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Dan kaum Muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram" (HR. Bukhari)
Kita harus jujur pada diri kita. Apakah kita tidak bisa bangun malam karena sulit atau karena malas? Allah Maha Tahu.
"Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al Qadr 4-5)
Betapa berkahnya malam Lailatul Qadr, malaikat Jibril turun, padahal tugas Jibril sudah selesai ketika memberikan Wahyu kepada Nabi ﷺ.
Apa saja yang dilakukan oleh Nabi ﷺ di 10 malam terakhir bulan Ramadhan?
1. Nabi ﷺ menghidupkan malamnya.
Sunnahnya adalah kita menghidupkan 10 malam terakhir.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Carilah oleh kalian keutamaan lailatul qadr (malam kemuliaan) pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan”. (HR. Bukhari No. 2017, Muslim No. 1169)
“Lailatul qadar pada malam kedua puluh tujuh." (HR. Imam Ahmad dan Abu Daud)
Pendapat yang rajih adalah malam Lailatul Qadr berpindah waktunya dari tahun ke tahun. Karena ada beberapa riwayat lain yang mengatakan bukan hanya di malam ke-27.
Orang yang menghidupkan malamnya di bulan Ramadhan, atau menghidupkan malam di 10 malam terakhir bulan Ramadhan, pasti dia mendapatkan Lailatul Qadr.
2. Membangunkan keluarganya
Kita harus peduli kepada keluarga kita, karena tidak ada kepedulian yang lebih penting selain kepedulian kita terhadap keluarga kita.
3. Nabi ﷺ mengencangkan ikat pinggangnya
Nabi ﷺ meninggalkan syahwat karena fokus beribadah.
Bukan berarti tidak boleh melakukan hubungan suami-istri, namun yang dilakukan oleh Nabi ﷺ adalah fokus beribadah untuk memberikan perhatian lebih terhadap ibadah tersebut.
4. I'tikaf
I'tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada Allah.
Seseorang yang beri'tikaf di masjid tidak keluar sama sekali kecuali ada keperluan yang mengharuskan kita keluar dari masjid.
Hakikat dari i'tikaf bukan sekadar berdiam diri di masjid, tetapi seseorang membaca Alquran, berdzikir, dan berdoa.
Banyak orang yang i'tikaf tapi tidak mengerti esensi dari i'tikaf, misalnya kita bertemu teman di masjid tapi justru malah melakukan hal lain.
Ibnu Rajab mengatakan,
“Hakikat i'tikaf adalah memutuskan hubungan dan interaksi dengan manusia untuk berkhidmat (beribadah) kepada khaliq Allah." (Lathaif Al-Ma’arif hal 289)
Berkeluh kesah kepada Allah adalah sesuatu yang sangat agung dari apa yang dilakukan oleh manusia.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku' dan yang sujud". (QS. Al Baqarah : 125)
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata,
“Nabi ﷺ melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkan beliau. Kemudian aku melakukan i’tikaf setelah beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata:
“Rasulullah ﷺ melakukan i’tikaf sepuluh hari terakhir di setiap bulan Ramadhan. Pada tahun beliau diwafatkan, beliau i’tikaf selama dua puluh hari.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Syarat wanita untuk beri'tikaf, yaitu:
1. Izin suami atau orang tua
2. Tidak boleh mendatangi masjid dengan memakai perhiasan dan tidak bersolek
3. Aman dari fitnah, ada tempat khusus bagi wanita
4. Tidak boleh i'tikaf dalam kondisi haid
Setiap orang pasti mendapati malam Lailatul Qadr, namun ketika malam itu terjadi, apakah kita sedang beramal shalih atau justru malah bermaksiat. Maka semoga ketika malam Lailatul Qadr sedang terjadi, kita sedang melakukan ketaatan kepada Allah.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata,
“Aku pernah bertanya pada Rasulullah ﷺ, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah Lailatul Qadr, lantas apa doaa yang mesti kuucapkan?” Beliau ﷺ menjawab, “Berdoaalah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf (menghapus kesalahan), karenanya maafkanlah aku (hapuslah dosa-dosaku).” (HR. Tirmidzi No. 3513 dan Ibnu Majah No. 3850)
Pencatatan takdir dilakukan 4x oleh Allah, yaitu:
1. Catatan takdir di Lauhul Mahfudz
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim No. 2653)
2. Catatan takdir pada saat janin berumur 120 hari
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya." (HR. Bukhari No. 6594 dan Muslim No. 2643)
3. Catatan takdir setiap tahun, yaitu dilakukan pada malam Lailatul Qadr
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (maksudnya: takdir dalam setahun,).” (QS. Ad Dukhon: 4).
4. Catatan takdir setiap hari
Allah Ta'ala berfirman:
"Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Allah dalam kesibukan." (QS. Ar Rahman : 29)
Doa mampu mengubah takdir, kecuali takdir yang dicatatkan di Lauhul Mahfudz.
Di antara pembatal i'tikaf, salah satunya adalah berhubungan suami-istri.
"Janganlah kalian campuri istri-istri kalian, ketika kalian sedang beri’tikaf dalam masjid." (QS. Al-Baqarah:187)
No comments:
Post a Comment