Thursday, 24 April 2025

Kajian Kamis: Jobdesk Pasutri - Kewajiban Istri dan Suami // Ustadz Taufiq Al Haddad hafizhahullah

Kajian Kamis
Konsep Keluarga Islami
Jobdesk Pasutri
Oleh: Ustadz Taufiq Al Haddad hafizhahullah
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Kamis, 26 Syawal 1446 / 24 April 2025

Penting untuk kita menjadi orang yang berilmu dalam berumah tangga.

Jika diandaikan seperti bahtera, suami yang memegang kemudi. Arah tujuannya adalah ridho Allah. Istri menjaga dan membantu keseimbangan bahtera tersebut.

Nikah adalah ibadah. Ketika kita ingin melepaskan ibadah, maka kita akan rugi.

Sebagai kepala keluarga, suami harus bisa menjalankan hak dan kewajiban. Ketika kita mempelajari kewajiban, maka itu akan menjadi hak istri. Baik dan buruknya istri tergantung dengan apa yang kita doakan untuk istri kita.

Penting untuk kita mengetahui jobdesk masing-masing. Masing-masing harus lebih fokus dengan kewajiban. Jangan sampai kita meninggal dengan meninggalkan hak orang lain yang belum kita penuhi.

"Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya." (QS. Abasa : 33-37)

Di hari Kiamat, kita saling lari satu sama lain. Itu disebabkan karena kita takut dituntut jikalau ada hak orang lain yang belum kita penuhi.

Imam Syafi'i rahimahullah berkata:
"Seburuk-buruk bekal yang dibawa seseorang pada hari Kiamat adalah permusuhan terhadap manusia."

"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?" (QS. Muthafiffin : 1-6)

Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata tentang ayat di atas adalah membahas tentang semua aspek dalam hidup kita, bukan hanya dalam perdagangan.

Kita bisa mendapatkan pahala besar atau dosa besar di dalam rumah tangga. Itu sebabnya kita harus memahami jobdesk masing-masing.

Hak suami lebih tinggi daripada hak orang tua, namun bukan berarti harus selalu diadu antara keduanya. Segala kebaikan, jika bisa dilakukan semua, maka seharusnya tidak perlu memilih. Kerjakan saja semuanya.

Surga dan Neraka istri sangat bergantung dari sikapnya terhadap suaminya.

Dari Hushain bin Mihshan, bahwasanya saudara perempuan dari ayahnya (yaitu bibinya) pernah mendatangi Rasulullah ﷺ karena ada suatu keperluan. Setelah ia menyelesaikan keperluannya, Nabi ﷺ bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah bersuami?” Ia menjawab, “Sudah.” Beliau bertanya lagi, “Bagaimana sikapmu kepada suamimu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali yang aku tidak mampu mengerjakannya.”
Maka, Rasulullah ﷺ menjawab:
“Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu (merupakan) Surgamu dan Nerakamu.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, VI/233 No. 17293, an-Nasa-i dalam ‘Isyratin Nisaa’ No. 77-83, Ahmad, IV/341, al-Hakim, II/189, al-Baihaqi, VII/291)

Betapa pentingnya posisi seorang istri terhadap suaminya. Hak suami begitu penting di dalam Islam. Namun ketika diperintahkan terhadap sesuatu yang bertentangan dengan syariat, maka jangan dilakukan.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad No. 1041)

Kesempatan besar bagi seorang istri untuk taat kepada suaminya agar bisa mendapatkan surgaNya Allah.

Kalau istri sadar bahwasanya taat kepada suaminya adalah karena menjalankan perintah Allah, dan dia sudah berusaha semaksimal mungkin, maka dia akan mendapatkan 2 pahala, yaitu pahala melayani suami dan pahala sabar.

KEWAJIBAN ISTRI

1. Taat kepada suaminya
Allah Ta'ala berfirman:
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)" (QS. An Nisaa : 34)

Jangan bangga ketika istri yang memimpin di dalam rumah tangga. Suami yang harus mengatur rumah tangga, termasuk keuangan. Tapi jangan mengatur rumah tangga dengan kekerasan. Laki-laki harus memiliki harga diri.

2. Melayani suami dalam urusan ranjang
Allah Ta'ala berfirman:
"Istri-istrimu adalah (seperti) ladang bagimu, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman." (QS. Al Baqarah : 223)

Imam Nawawi rahimahullah berkata:
"Ini adalah dalil haramnya istri menolak ajarkan suami di atas ranjang. Haid bukan udzur, istri masih bisa melayani suami dengan cara lain yang tidak melanggar syariat."

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya (untuk digauli), lalu sang istri tidak memenuhi ajakannya, lantas sang suami tidur dalam kondisi marah terhadap istrinya, maka malaikat melaknat sang istri hingga subuh” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain, disebutkan "istri dilaknat sampai suami ridho."

3. Tidak boleh melaksanakan Puasa Sunnah, dan tidak boleh memasukkan orang lain ke dalam rumah (siapapun) tanpa izin suami
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan suaminya ada (tidak bepergian) kecuali dengan izin suaminya.” (HR. Bukhari No. 5195 dan Muslim No. 1026)

Ketika suami sudah menjaga pandangan, tidak sibuk dengan maksiat, itu berarti suami sedang menjaga kehormatan rumah tangganya, sehingga istri tidak boleh bermudah-mudahan memasukkan orang lain ke rumah.

4. Tidak boleh keluar rumah tanpa izin suami
Umumnya, suami yang keluar karena harus mencari nafkah. Istri tidak punya keperluan untuk keluar rumah. Namun jika memang mendesak, mengharuskan keluar, maka istri harus izin suami.

Haram hukumnya istri melakukan safar atau bepergian jauh tanpa mahram. Namun jika keluar rumah yang menjadi urf masyarakat, dan tidak melanggar syariat, maka tidak mengapa.

Tanamkan nilai agama di rumah adalah lebih baik, karena pendidikan awal tentang kebaikan adalah dari rumah.

5. Suami berhak menghukum istri jika istri melakukan kesalahan
Allah Ta'ala berfirman:
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. An Nisaa : 34)

Usahakan jangan menghukum atau menghajr istri di hadapan anak-anak. Memukul istri juga dengan syarat, yaitu tidak membekas dan tidak boleh di wajah, tidak boleh lebih dari 10x, dan tujuannya untuk mendidik.

Rasulullah ﷺ pernah menghajr istrinya selama sebulan. Namun jika kita ingin menghajr istri, maka kita perlu melihat maslahat dan mudhorotnya.

KEWAJIBAN SUAMI

Ketika wanita diberikan hak, laki-laki juga diberikan hak oleh Allah dan satu tingkat lebih tinggi daripada wanita. Namun, laki-laki juga memiliki kewajiban.

“Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya.” (QS. Al-Baqarah : 228)

Suami dan istri harus saling membantu dalam rumah tangga. Tolok ukurnya juga bisa dilihat dari bagaimana suami memperlakukan istrinya. Jika kita meminta hak kepada istri, maka kita juga harus paham dengan kewajiban.

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata
"Sesungguhnya aku berhias untuk istriku, sebagaimana dia berhias untukku. Betapa senangnya diriku jika semua hakku atasnya tersedia, maka ia pun berhak mendapatkan semua haknya atasku." (Al-Jaami’ li Ahkaamil Qur-aan, III/123-124)

"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kalian memiliki hak atas istri-istri kalian dan istri-istri kalian juga memiliki hak atas kalian.” (Sunan Ibni Majah No. 1501, Sunan at-Tirmidzi, II/315 No. 1173, Sunan Ibnu Majah, I/594, No. 1851)

Dari Mu’awiyah bin Haidah bin Mu’awiyah al-Qusyairi radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya dia bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?” Maka Rasulullah ﷺ menjawab:
Engkau memberinya makan apabila engkau makan,
Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian,
Janganlah engkau memukul wajahnya,
Janganlah engkau menjelek-jelekkannya, dan
Janganlah engkau meninggalkannya melainkan di dalam rumah (yakni jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah).” (HR. Abu Daud No. 2142, Ibnu Majah No. 1850, Ahmad, IV/447, V/3, 5, Ibnu Hibban No. 1286, al-Mawaarid)

1. Mahar
Jika ada udzur, boleh untuk menunda mahar bagi suami.

Mahar adalah kesepakatan yang disepakati dengan suami ketika menikah. Mahar adalah sesuatu yang bermanfaat bagi wanita.

Nabi ﷺ pernah menikahkan sahabatnya dengan wanita, yang sahabatnya ini tidak memiliki harta untuk dijadikan mahar. Maka Nabi ﷺ bersabda:
"Pergilah dan aku akan menikahkanmu dengan apa yang ada padamu dari Alquran” (HR. Bukhari No. 5087 dan Muslim No. 3472)

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya.” (HR. Ahmad)

Rasulullah ﷺ ketika menikahi Khadijah radhiyallahu 'anha, beliau memberikan 20 ekor unta betina sebagai mahar. Itulah yang mudah bagi Rasulullah ﷺ.

2. Memberi Nafkah
Nafkah diberikan jika istri bersedia digauli dan menunaikan hak suami.

Nafkah adalah tempat tinggal, pakaian, dan makanan. Ketika suami belum diberi kemampuan untuk memiliki tempat tinggal, maka istri harus sabar.

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan." (QS. Ath-Thalaq : 7)

Tidak hina jika kita tinggal dengan orang tua, jika memang kita belum mampu, bahkan kita bisa sekaligus berbakti kepada orang tua. Namun jika suami mampu untuk tinggal di rumah sendiri, walaupun kontrak, maka itu lebih baik.

Rasulullah ﷺ selalu memastikan kebutuhan istri-istrinya tercukupi. Ketika memberikan nafkah, beliau selalu memberikan untuk jangka waktu setahun.

3. Mempergauli Istri dengan Baik
Allah Ta'ala berfirman:
Dan bergaullah dengan mereka (istri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An Nisaa : 19)

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku“ (HR. Tirmidzi No. 3895)

Suami juga harus menghargai pendapat istri, hargai juga peranannya di rumah. Berikan pujian kepada istri. Jangan terlalu sibuk dengan teman-teman, perbanyaklah waktu bergaul dengan istri dan anak-anak.

Pendapat istri kita bisa kita dengarkan, tapi keputusan akhir tetap harus di tangan suami.

4. Bersabar dengan Kekurangan Istri
Istri juga manusia. Dia bukanlah Khadijah radhiyallahu 'anha, dia bukan Aisyah radhiyallahu 'anha. Jika kita sibuk mencari kekurangan, pasti ketemu, tapi itu tidak akan membuat bahagia.

Kita harus bisa menerima kondisi istri, sebagaimana istri juga harus menerima kondisi kita. Jika istri ada kekurangan, maka kita berusaha lihat kelebihannya yang lain, sehingga kita tidak membandingkan istri kita dengan wanita lain.

Ketika hak kita tidak diberikan oleh pasangan kita, maka kita sandarkan kepada Allah, minta diberikan hubungan rumah tangga yang lebih baik kepada Allah.

Setiap detik dalam pernikahan bisa menjadi pahala jika niat karena Allah. Jadi, kalau sebelumnya menikah karena sesuatu yang lain, maka harus diubah niatnya menjadi karena Allah.

No comments:

Post a Comment