Monday, 21 April 2025

Kajian Senin: Kitab Talbis Iblis - Celaan Terhadap Bid'ah // Ustadz Syafiq Al Khatieb hafizhahullah

Kajian Senin
Kitab Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi rahimahullah
Bab 2: Celaan Terhadap Bid'ah dan Ahli Bid'ah
Oleh: Ustadz Syafiq Al Khatieb hafizhahullah
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Senin, 23 Syawal 1446 / 21 April 2025

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami yang tidak ada asalnya, maka ia tertolak." 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang tidak suka terhadap sunnahku, maka dia bukanlah termasuk golonganku."

Dari Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah, ia berkata:
"Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat, karena ahli maksiat itu lebih mudah bertaubat dari kemaksiatannya, sedangkan ahli bid'ah akan sulit bertaubat dari bid'ahnya."

Dari Fudhail bin Iyadh, ia berkata:
"Barangsiapa menikahkan putrinya dengan seorang laki-laki Ahlul Bid'ah, maka sungguh dia telah memutus hubungan silaturahmi dengan anaknya itu. Barangsiapa yang berteman dengan Ahli Bid'ah, maka dia tidak akan mendapat hikmah (ilmu). Jika Allah mengetahui seseorang membenci ahli bid'ah, maka aku berharap Allah mengampuni dosa-dosanya."

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang menghormati ahli bid'ah, maka berarti dia telah membantu menghancurkan Islam."

Laits bin Sa'ad rahimahullah berkata:
"Jika aku melihat Ahlul Bid'ah bisa berjalan di atas air, maka aku tidak akan terima."

Imam Syafi'i rahimahullah menanggapi,
"Kalau aku melihat Ahlul Bid'ah berjalan di udara, aku tidak percaya."

Bisyr bin Harits rahimahullah berkata:
"Datang kabar kematian orang yang dikenal sebagai tokoh Jahmiyyah, dan saat itu Aku sedang di Pasar. Kalau aku tidak khawatir tempat itu adalah syuhroh, maka aku akan sujud syukur atas kematiannya."

Celaan Terhadap Bid'ah dan Ahlul Bid'ah

Jika ada seseorang yang bertanya,
"Kamu memuji Sunnah dan mencela bid'ah. Sebenarnya apakah Sunnah dan bid'ah itu? Karena kami melihat semua ahli bid'ah mengklaim diri mereka sebagai Ahlussunnah."

Asy'ari dan Maturidi mengaku sebagai Ahlussunnah. Mu'tazilah dan Jahmiyyah juga mengaku sebagai Ahlussunnah. Tapi realitanya, mereka semua menyimpang.

Maka jawabannya adalah,
"Sunnah menurut bahasa berarti jalan. Tidak diragukan lagi, para penukil hadits serta atsar yang mengikuti jejak Rasulullah ﷺ dan para Sahabat, mereka ini adalah Ahlussunnah. Karena mereka berada di atas jalan yang belum tercemarkan oleh perkara-perkara baru, karena semua yang baru Di dalam syariat (bid'ah) serta berbagai macam bid'ah itu muncul setelah masa beliau dan para Sahabatnya.

Sedangkan bid'ah adalah kata untuk mengungkapkan segala perbuatan yang sebelumnya tidak ada lalu diada-adakan. Umumnya bid'ah menyelisihi syariat, dan ia mengharuskan adanya penambahan ataupun pengurangan terhadap syariat Islam. Bahkan jika ada suatu bid'ah yang tidak menyelisihi syariat serta tidak melazimkan adanya penambahan atau pengurangan, mayoritas ulama Salaf tetap saja membencinya. Mereka memberi peringatan yang keras kepada orang-orang dari segala bentuk bid'ah, dalam rangka memelihara dasar beragama, yaitu ittiba', mengikuti dan meneledani Rasulullah ﷺ."

Jangan mengaku Ahlussunnah selama tidak mau menggunakan Alquran sebagai dalil. Sebagian mengubah makna Alquran dengan Takwil sampai sesuai dengan akal mereka. Itu bukan Ahlussunnah.

Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu berkata kepada Abu Bakar dan Umar, saat keduanya meminta kepadanya, "Kumpulkanlah Alquran". Zaid menanggapi ya, "Bagaimana kalian hendak melakukan sesuatu hal yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ (yaitu bid'ah secara bahasa)?"

Ini adalah bentuk kehati-hatian dari Sahabat terhadap bid'ah, walaupun mengumpulkan Alquran itu bukanlah bid'ah dalam agama.

Dahulu ayat-ayat Alquran tersebar di berbagai tempat, dan muncul ide untuk mengumpulkan Alquran dalam satu kitab.

Sa'ad bin Malik mendengar seorang laki-laki bertalbiyah dengan menambahkan lafadznya. Kemudian ia menegur laki-laki tersebut Dan berkata, "Sungguh kami tidak pernah mendengar Rasulullah ﷺ melafadzkan kalimat talbiyah seperti itu."

Nabi ﷺ ketika masih hidup sudah mengingatkan tentang bahayanya bid'ah, padahal ketika itu belum ada perkara bid'ah.

Abul Bakhtari rahimahullah berkata
"Seorang laki-laki mengabarkan kepada Abdullah bin Mas'ud, bahwa sekelompok orang duduk di masjid setelah shalat Maghrib. Dan di antara mereka itu ada seorang laki-laki yang menyerukan, "Bertakbirlah sekian, bertasbihlah sekian, dan bertahmidlah sekian." Maka Abdullah bin Mas'ud menegaskan, "Jika engkau melihat mereka melakukan amalan itu lagi, maka datanglah dan kabarkanlah kepadaku di mana Majelis mereka berada.

Laki-laki itu kemudian mendatangi mereka dan duduk. Ketika dia mendengar apa yang mereka ucapkan, dia berdiri lalu melaporkan hal ini kepada Ibnu Mas'ud. Kemudian Ibnu Mas'ud mendatangi orang-orang yang melakukan amalan tersebut sambil mengatakan:
"Aku adalah Abdullah bin Mas'ud. Demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah. Sungguh kalian telah berbuat bid'ah secara dzalim, dan kalian telah merasa lebih berilmu daripada segenap Sahabat Muhammad ﷺ."

Lalu Amr bin Utbah berkata, "Aku memohon ampun kepada Allah."

Ibnu Mas'ud melanjutkan "Hendaklah kalian berpegang teguh kepada jalan yang lurus, yaitu jalan Rasulullah ﷺ dan para Sahabat. Jika kalian menoleh ke kanan dan ke kiri, niscaya kalian akan benar-bejar tersesat dengan kesesatan yang jauh."

Mereka berdzikir, secara zhahir itu adalah amalan baik, tapi ditegur oleh Ibnu Mas'ud karena tidak sesuai dengan apa yang Rasulullah ﷺ ajarkan.

Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata:
“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, tetapi mereka tidak mendapatkannya.” (Diriwayatkan oleh Ad-Darimi dalam Sunan-nya No. 204)

Abdullah bin Mas'ud adalah salah satu Sahabat Nabi ﷺ yang paling tegas dalam perkara bid'ah, terbukti dengan riwayat-riwayat dari beliau yang mengingatkan tentang bid'ah.

Zaman sekarang, Ahlul Bid'ah selalu berdalih dengan perkataan, "Yang penting baik."

Konsisten di Jalan Ahlussunnah

Dahulu para ulama Salaf sangat berhati-hati dalam segala perkara bid'ah, walaupun bid'ah itu tidak menyelisihi syariat. Tujuannya tidak lain agar manusia tidak mengada-adakan ibadah yang belum pernah ada sebelumnya.

Memang ada perkara baru yang tidak menyalahi syariat Islam dan tidak dikerjakan terus menerus, sehingga para ulama Salaf pun tidak mempermasalahkannya. Sebagai contoh adalah shalat Tarawih. Diriwayatkan bahwa pada mulanya orang-orang melaksanakan shalat ini di bulan Ramadhan sendiri-sendiri, juga ada sebagian jamaah yang menjadikan seseorang sebagai imam.

Menyaksikan hal itu, Umar bin Khattab mengumpulkan mereka di belakang satu imam, yaitu Ubay bin Ka'ab. Ketika melihat mereka shalat Tarawih berjamaah di belakang satu imam, maka Umar pun lalu mengatakan, "Inilah sebaik-baik bid'ah." Itu karena shalat berjamaah memang disyariatkan.

Ini adalah dalil andalan para Ahlul Bid'ah untuk melegalkan bid'ah. Padahal Nabi ﷺ pernah melakukan shalat Tarawih. Namun Nabi ﷺ meninggalkan shalat tersebut karena khawatir itu diwajibkan. Kalau Nabi ﷺ tidak pernah melakukan shalat itu, maka mustahil bagi Umar bin Khattab untuk membuat perkara baru.

Sebagian orang salah paham tentang bid'ah, seperti mereka mengatakan sebuah sarana seperti HP atau pesawat adalah bid'ah. Padahal yang dilarang adalah bid'ah dalam hal ritual atau amalan.

Jelas bahwa Ahlussunnah adalah orang-orang yang mengikuti ajaran Rasulullah ﷺ.

Diriwayatkan dari Al Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ "
"Akan selalu ada sekelompok orang dari umatku yang mereka ada di atas kebenaran, sampai ketetapan Allah mendatangi mereka dan mereka tetap dalam keadaan demikian."

Dinukil oleh Imam Bukhari dan Muslim di Ash-Shahihain, Muhammad bin Ismail Al Bukhari berkata bahwa Ali al-Madini berkata, "Mereka adalah Ashabul Hadits (Ahli Hadits)."

Ahli Bid'ah Terpecah Belah

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata Rasulullah ﷺ bersabda
"Kaum Yahudi akan terpecah menjadi 71 atau 72 kelompok, seperti halnya kaum Nasrani, dan umatku akan terpecah menjadi 73 kelompok" (HR. Tirmidzi)

Jika ada yang bertanya, "Apakah golongan-golongan ini bisa diketahui?" Maka jawabannya adalah "Kita mengetahui tentang perpecahan ini. Kita pun mengetahui induk kelompok-kelompok akibat perpecahan tersebut, dan setiap kelompok itu terpecah lagi menjadi kelompok kecil lainnya, yaitu:
1. Haruriyah atau Khawarij
2. Qadariyyah
3. Jahmiyyah
4. Murjiah
5. Rafidhoh
6. Jabariyyah

Menurut beberapa ulama, induk kelompok-kelompok sesat adalah 6 kelompok tadi. Kemudian tiap kelompok terpecah lagi menjadi 12 kelompok, sehingga semuanya berjumlah 72 kelompok."

No comments:

Post a Comment