Aku Mencintaimu karena Allah
Kewajiban Istri #2
Oleh: Ustadz Nizar Sa'ad Jabal hafizhahullah
Masjid Darsyafii, Pejaten, Jakarta Selatan
Sabtu, 5 Dzulqo'dah 1446 / 3 Mei 2025
Sikap istri kepada suami menentukan keberadaan dia menjadi seorang istri yang shalihah atau tidak.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Hak suami atas istrinya, seandainya sang suami terluka, lalu istrinya menjilatnya atau hidungnya mengeluarkan darah atau nanah, lalu dia menelannya, maka dia belum melunasi hak sang suami." (HR. Ibnu Hibban)
Ini memberikan gambaran begitu besar kedudukan suami yang tidak boleh disia-siakan oleh seorang istri.
Dari Sa’ad bin Abi Waqas radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ada empat (tanda) kebahagiaan, yaitu wanita shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat (tanda) kesengsaraan, yaitu tetangga yang buruk, wanita yang buruk, tempat tinggal yang sempit, dan kendaraan yang buruk” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Jika suami ridho terhadap istrinya, maka istri akan menjadi bidadari yang sesungguhnya di surga. Setiap wanita harus memahami apa yang menjadi kewajibannya untuk mencapai tujuan yang mulia itu, dan untuk mencapai tujuan pernikahan yang sebenarnya yaitu sakinah, mawadaah, dan rahmah. Sakinah bukan hanya duniawi saja, karena itu akan hilang, tapi sakinah adalah keshalihan.
Banyak yang disebutkan oleh para ulama tentang wanita shalihah.
KEWAJIBAN ISTRI
1. Taat kepada Suami
Ini adalah kewajiban paling besar bagi seorang istri, tentu setelah kewajibannya kepada Allah. Ini adalah tiket yang menentukan perjalanan istri di akhirat, apakah istri bisa memilih pintu surga
Kenapa?
1. Suami adalah pemimpin
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak akan beruntung kaum yang perkaranya dipimpin oleh seorang wanita.” (HR. Bukhari)
2. Allah memberikan keistimewaan kepada laki-laki yang tidak diberikan oleh perempuan, di antaranya adalah kemampuan berpikir yang tepat, karena perempuan lebih didominasi oleh perasaan.
3. Suami yang memberikan nafkah, walau nafkah yang diberikan oleh suami menurut istrinya tidak cukup, berapapun nafkah yang diberikan.
Hasilnya adalah wanita-wanita yang shalihah.
Wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada suaminya.
Penjelasan ulama Tafsir ketika menafsirkan ayat berikutnya adalah
فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ
Istri yang taat kepada Allah dan kepada suami. (Jami Al Bayan 8/294)
Ketaatan istri kepada suami adalah jalan mudah baginya menuju surga.
Dari Hushain bin Mihshan, bahwasanya saudara perempuan dari bapaknya (yaitu bibinya) pernah mendatangi Rasulullah ﷺ karena ada suatu keperluan. Setelah ia menyelesaikan keperluannya, Nabi ﷺ bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah bersuami?” Ia menjawab, “Sudah.” Beliau bertanya lagi, “Bagaimana sikapmu kepada suamimu?” Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi (haknya) kecuali yang aku tidak mampu mengerjakannya.”
Maka, Rasulullah ﷺ menjawab:
فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Perhatikanlah bagaimana hubunganmu dengannya karena suamimu (merupakan) Surgamu dan Nerakamu.” (HR. Ahmad 19308, dihasankan oleh Syu'bah Al-Arnauth)
Suami bisa menjadi jalan mudah bagi istri masuk surga, dan suami juga bisa menjadi jalan mudah bagi istri masuk neraka.
Al Munawi menjelaskan makna Hadits di atas
"Wahai wanita yang memiliki suami, lihatlah posisimu kepadanya, apakah kamu dekat dengannya dipenuhi kecintaan yang sarat akan bantuan di saat dia kesulitan, dan memenuhi panggilannya, atau kamu jauh darinya, dari keinginannya, jauh dari bergaul dengannya, dan mengingkari kebaikannya.
Suami adalah sebab yang memasukkan istri ke surga karena ridanya kepada istrinya dan sebab yang memasukkan istri ke neraka karena kemarahannya. Oleh karenanya, perbaguslah mempergaulinya dan janganlah menyelisihi perintahnya yang bukan maksiat kepada Allah.” (Faidhul Qodir, 3/60)
Di antara contoh yang bisa diambil adalah sikap Khadijah binti Khuwailid.
Dari Urwah bin zubair, sesungguhya Aisyah istri Nabi ﷺ berkata, “Dahulu (wahyu) pertama kali yang dialami oleh Rasulullah ﷺ adalah mimpi yang benar waktu tidur. Beliau tidak bermimpi kecuali dalam bentuk seperti waktu subuh. Kemudian beliau senang menyendiri. Maka beliau menuju ke gua Hira untuk beribadah beberapa malam, lalu pulang menemui istrinya sekaligus mengambil bekal, lalu berangkat lagi. Kemudian beliau pulang kembali menemui Khadijah untuk berbekal kembali. Hingga beliau dikejutkan dengan datangnya kebenaran ketika beliau di dalam gua Hira.
Kemudian Rasulullah ﷺ pulang dalam keadaan gemetar hingga menemui Khadijah seraya mengatakan, “Selimuti aku, selimuti aku." Lalu Khadijah menyelimutinya hingga hilang rasa takutnya.
Beliau berkata kepada Khadijah, ”Wahai Khadijah, ada apa gerangan hingga diriku merasa takut?" Lalu beliau ceritakan kejadiannya.
Khadijah mengatakan, “Tidak, ini adalah kabar gembira. Demi Allah, sungguh Allah tidak akan menghinakanmu selamanya. Demi Allah engkau menyambung saudara, jujur dalam berkata, membantu orang papa, membantu orang yang kekurangan lagi lemah, menjamu tahu, dan membantu untuk dalam berbagai jalan kebaikan."
Lalu Khadijah mengajaknya menemui Waraqah bin Naufal –beliau adalah anak paman Khadijah dari bapaknya- , orang Kristen di masa jahiliyah. Biasanya beliau menulis dalam bahasa arab, maka dia menulis Injil dengan bahasa Arab semampu yang beliau tulis. Beliau sudah tua dan buta.
Khadijah berkata, “Wahai anak paman, dengarkan dari anak saudaramu." Waraqah menjawab, “Wahai anak saudaraku apa yang terjadi pada dirimu?" Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam menceritakan peristiwa yang beliau lihat.
Lalu Waraqah berkata, “Itu adalah malaikat yang diturunkan kepada Nabi Musa. Seandainya aku masih muda belia dan masih hidup ketika kaummu mengelurkanmu." Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?"
Waraqah mengatakan, “Ya, tidaklah seorang pun yang mendapatkan (peristiwa) sepertimu kecuali dia akan disakiti. Jika aku masih hidup mendapati saat itu, aku akan menolongmu dengan segenap kemampuan yang ada." Kemudian tidak lama setelah itu Waraqah meninggal dunia.
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah menceritakan,
"Nabi ﷺ ketika menceritakan Khadijah pasti ia selalu menyanjungnya dengan sanjungan yang indah. Aisyah berkata, “Pada suatu hari aku cemburu.” Ia berkata, “Terlalu sering engkau menyebut-nyebutnya, ia seorang wanita yang sudah tua. Padahal Allah telah menggantikannya buatmu dengan wanita yang lebih baik darinya.”
Nabi ﷺ lalu menyampaikan, “Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanita pun yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.” (HR. Ahmad, 6:117)
Istri yang paling mulia
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ketika Rasulullah ﷺ ditanya, “Perempuan seperti apa yang paling baik?” Rasulullah ﷺ menjawab,
“Yang paling menyenangkan jika dilihat suami, mentaati suami jika suami memerintahkan sesuatu, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya.” (HR. An-Nasa’i No. 3231 dan Ahmad 7539)
Seorang istri mulia adalah ketika suami memerintahkannya, ia tidak menyelisihinya sama sekali.
Apakah semua perintah suami harus ditaati?
"Iya wajib taat, selama berkaitan dengan kewajiban kepada Allah, dan berkaitan dengan pernikahan."
Hal ini meliputi:
1. Mampu dikerjakan dan tidak melahirkan keburukan
2. Selama tidak ada kemaksiatan
Kalau suami memerintahkan maksiat, maka tidak boleh ditaati, atau jika suami memerintahkan sesuatu di mana seorang istri tidak mampu melakukannya dan bisa mendatangkan keburukan, maka ini juga boleh untuk tidak ditaati.
Dari Qasim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Mas'ud dari Ayahnya, dari Kakeknya Abdullah bin Mas'ud bahwa Nabi ﷺ bersabda,
"Akan ada beberapa lelaki yang memimpin kalian setelah aku, mereka mengajarkan Sunnah, mereka memadamkan bid'ah, dan mereka mengakhirkan shalat dari waktu-waktunya.
Aku berkata, "Wahai Rasulullah, jika aku mendapati mereka apa yang harus aku lakukan?" Beliau ﷺ bersabda, "Engkau bertanya kepadaku wahai Ibnu Ummi Abed, apa yang kamu lakukan? Tidak ada ketaatan bagi siapa saja yang bermaksiat kepada Allah." (HR. Ibnu Majah No. 2865)
Hadits ini memberikan pelajaran bahwa akan ada umat yang mematikan sunnah dan menghidupkan bid'ah. Lebih parahnya lagi ketika bid'ah dianggap sunnah, dan Sunnah dianggap ekstrim.
Dari ‘Aisyah, bahwa seorang wanita dari Anshar telah menikah. Kemudian ia sakit sehingga rambutnya rontok, lalu ia ingin menyambung rambutnya, lantas mereka bertanya kepada Nabi ﷺ, maka beliau bersabda:
“Tidak. Sungguh terlaknat wanita-wanita yang menyambung rambutnya.” (HR. Bukhari 5205 dan Muslim 1677)
Ketika istri tidak taat suami
Ingkar, ucapan yang kasar dan melawan, membenci, menunjukkan sikap yang berlawanan, dan lain-lain
Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
“Aku diperlihatkan neraka. Aku tidak pernah melihat pemandangan seperti hari ini yang sangat mengerikan. Dan aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita. Mereka bertanya, ‘Kenapa bisa seperti itu wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda, ‘Dikarenakan kekufurannya.’ Lalu ada yang berkata, ‘Apakah karena mereka kufur kepada Allah?’ Beliau menjawab, ‘Mereka kufur terhadap pasangannya, maksudnya adalah mengingkari kebaikannya. Jika engkau berbuat baik kepada istrimu sepanjang tahun, kemudian ia melihat sedikit engkau tidak berbuat baik padanya sekali saja, pasti ia akan mengatakan, ‘Aku tidak melihat kebaikan sedikitpun padamu.” (HR. Bukhari No. 1052)
Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata
"Walau banyak wanita di neraka, tetapi wanita pun banyak di surga."
Jauhilah sikap menjadi istri yang tidak taat kepada suami, karena ini sangat berbahaya.
2. Memenuhi Kebutuhan Biologis Suami
Suami berkewajiban memenuhi kebutuhan biologis istri, begitupun istri juga wajib memenuhi biologis suami.
Imam Abu Hanifah berkata:
"Suami wajib melayani hasrat istrinya"
Mayoritas ulama Fiqih seperti Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad berkata:
"Suami tidak wajib melayani istrinya, karena laki-laki tergantung dengan keadaannya."
Suatu ketika, Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu bersama Rasulullah ﷺ dalam suatu peperangan. Saat pulang dari perang, beliau tertinggal dari rombongan disebabkan onta beliau yang kelelahan. Nabi pun mendatangi beliau dan bertanya, “Ini Jabir?” Jabir menjawab, “Iya Rasulullah.” “Ada masalah apa Jabir?” Nabi kembali bertanya. Jabir menjawab, “Ontaku lambat dan kelelahan sehingga aku tertinggal.”
Kemudian Nabi pun menusuk onta Jabir dengan tongkatnya seraya berkata, “Naiklah!” Jabir pun naik, dan tatkala ontanya melaju kencang, ia pun menahannya agar tak mendahului Rasulullah. “Apakah engkau sudah menikah?” Tanya Rasulullah. “Iya.” Jawab Jabir. “Perawan ataukah janda?” Rasulullah kembali bertanya. “Janda”. Jawab Jabir kemudian.
Nabi bertanya, “Kenapa tidak menikahi perawan saja? Engkau bisa bermain dengannya dan ia bisa bermain pula denganmu”. Jabir menjawab, “Aku ini memiliki saudari perempuan yang banyak. Aku menikahi janda agar ada wanita yang merawat, mengurusi dan menyisiri rambut mereka”. Nabi pun menasihati, “Adapun jika engkau telah sampai di rumah, maka gaulilah istrimu, gaulilah istrimu” (HR. Al-Bukhari No. 2097 dan Muslim No. 1089).
Dalam riwayat Ahmad terdapat tambahan redaksi,
"Jika kamu tiba lakukanlah perbuatan yang baik (gaulilah dia)", "Aku memberitahukan istri obrolan itu dan sabda Rasulullah kepadaku. Dia berkata, "Jangan ditinggalkan, aku mendengar dan aku taat." (HR. Ahmad 15257)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ أَنْ تَجِيْءَ لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ.
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke atas ranjangnya, tetapi ia tidak mematuhinya, maka para Malaikat akan melaknatnya sampai pagi.” (HR. Bukhari No. 3237 dan Muslim No. 1736)
Ada poin dalam hadits tadi:
1. Suami memanggil
2. Istri menolak
3. Marah
Bagaimana jika suami mengajak, istri menolak, tetapi suami tidak marah? Maka menurut para ulama, sang istri tidak terkena dosa besar.
Ketika 3 poin tadi terjadi, maka benak suami akan terganggu dan bisa menyebabkan perselingkuhan.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata:
"Air mani yang tidak dikeluarkan akan berdampak buruk bagi seorang suami."
Ini yang akan membuat setan masuk, Iman lemah, godaan perempuan, dan syahwat lain yang bisa terjadi. Atas dasar inilah yang mengharuskan istri melayani suami.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Janganlah seorang wanita (istri) berpuasa padahal suaminya sedang ada (di rumah), kecuali dengan seizinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi rahimahullah berkata
"Hadits dimaknai dengan puasa Sunnah yang tidak memiliki waktu tertentu. Sedang larangannya mengarah kepada haram, di mana dijelaskan oleh teman-teman kami (ulama Madzhab Syafi'iyyah). Sebabnya suami begitu memiliki hak yaitu menggaulinya pada setiap waktu. Hak suami ini wajib yang harus disegerakan, tidak boleh dihilangkan dengan amalan sunnah atau amalan wajib yang bisa ditunda di waktu lain." (Al-Minhaj Fii Syarhi Shahih Muslim 3/354)
Bagaimana dengan keinginan suami untuk berpoligami, apakah istri wajib memberikan izin kepada suami?
Kalau hati sakit karena istri dipoligami, maka itu normal.
Jika suami sudah mengatakan ingin berpoligami, maka istri harus meningkatkan pelayanannya kepada suami sehingga suami tidak akan melirik yang lain. Orang pandai akan memahami isyarat.
Jika sudah terjadi, apakah suami menjadi dzalim? Maka istri pertama boleh mengajukan khulu'. Namun jika suami tetap bertanggung jawab setelah menikah lagi, maka tidak seharusnya istri menolak.

No comments:
Post a Comment