Dauroh Keluarga Series
Aku Mencintaimu karena Allah
Kewajiban Istri #4
Oleh: Ustadz Nizar Sa'ad Jabal hafizhahullah
Masjid Darsyafii, Pejaten, Jakarta Selatan
26 Dzulqo'dah 1446 / 24 Mei 2025
Lanjutan KEWAJIBAN ISTRI dari pertemuan sebelumnya.
4. MELAYANI SUAMI DAN ANAKNYA
Melayani suami di sini maksudnya adalah mengurus suami dan anak, di luar melayani kebutuhan biologis.
Pijakan utama dalam bahasan ini adalah sebagaimana hadits Nabi ﷺ. Rasulullah ﷺ bersabda:
وَالْمَرْأَةُ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Dan wanita menjadi pemimpin di rumah suaminya, dia akan dimintai pertanggungjawaban mengenai orang yang diurusnya.” (HR. Bukhari No. 893, Muslim No. 1828, Abu Daud No. 2928, Tirmidzi No. 1705)
Uswah Hasanah dari Para Istri
Dari Ali bin Abi Thalib bahwa Fatimah, semoga Allah meridhai keduanya, mengeluh apa yang dirasakan disebabkan Raha yang digunakan untuk menumbuk. Berita kedatangan
Rasulullah ﷺ dengan membawa tawanan telah dia dengar. Fatimah datang menemuinya
untuk meminta pembantu, tetapi dia tidak mendapati Rasulullah ﷺ, beliau tidak di rumah. Dia menceritakan kepada Aisyah. Ketika Rasulullah ﷺ datang, Aisyah menceritakannya kepadanya. Kemudian Beliau datang sedang kami sudah berada di tempat tidur kami.
Kami ingin bangun untuk menemuinya, tetapi Beliau ﷺ berkata: "Tetaplah di tempat kalian". Aku merasakan dingin pada kedua kakinya yang menempel pada dada saya (karena sempitnya ruangan). Beliau ﷺ bersabda: "Apakah kalian ingin saya beritahu sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian
minta. Jika kalian berada dalam tempat tidur kalian bacalah takbir 34 kali, tahmid 33, tasbih 33 kali, sungguh itu lebih baik dari apa yang kalian minta." (H.R Bukhari No. 3113)
Jadilah orang yang mandiri, bertanggung jawab, bersemangat, tetapi kalian harus minta tolong sama Allah.
"Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah." (HR. Muslim)
Dzikir akan memperindah semuanya. Dzikir akan mendatangkan pertolongan Allah. Dzikir akan mendatangkan karunia Allah.
Islam mengajarkan seseorang untuk menjadi mandiri, bertanggung jawab, dan berada di atas pijakan iman.
Dari Asma binti Abu Bakar, semoga Allah meridhai keduanya, berkata:
"Zubair menikahiku sedang dia tidak memiliki harta, budah, dan harta apapun selain unta untuk mengairi kebun, dan kuda. Aku membersihkan kotoran kudanya, memberinya minum, menambal embernya, dan membuat adonan, dan saya tidak pandai membuat roti, tetapi yang membuatkan roti para tetanggaku dari kalangan Anshar, mereka wanita yang jujur. Aku membuang kotoran dari lahan Zubair yang diberikan Rasulullah ﷺ kepadanya, aku membawanya di atas kepalaku dengan jarak dari tempatku 2/3 farsakh.
Suatu hari aku datang dengan membawa kotoran di atas kepalaku, lalu aku bertemu dengan Rasulullah ﷺ bersama dengan beberapa sahabat Anshar, Beliau memanggilku, kemudian berkata: apa ini, apa ini. Beliau ingin memboncengku di belakangnya, tetapi aku malu berjalan bersama para lelaki.
Aku pun menceritakan tentang Zubair dan cemburunya, dia sosok paling pencemburu. Rasulullah ﷺ memahami kalau aku malu, Beliau pun berjalan. Aku datang menemui Zubair, dan aku berkata: Rasulullah ﷺ menemuiku bersama beberapa sahabat sedang di atas kepalaku ada kotoran, Beliau menurunkan kendaraannya agar aku menaikinya, tetapi aku malu dan aku ingat kecemburuanmu. Dia berkata: Demi Allah kamu membawa kotoran lebih berat bagiku dari pada kamu naik bersamanya. Asma berkata: setelah kejadian itu Abu Bakar mengirim pembantu kepadaku yang mencukupiku urusan kuda, aku merasa diriku baru terbebas." (HR Bukhari 5224 dan Muslim No. 2182)
Ibunda Zubair adalah bibinya Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ mengatakan bahwasanya ikat pinggangnya Asma binti Abi Bakar bernilai surga.
Zubair bin Awwam termasuk Sahabat yang dijamin masuk surga.
Zubair bin Awwam adalah seorang lelaki yang tegas.
Umar bin Khattab mengatakan bahwasanya 1 orang Zubair bin Awwam mampu menaklukkan 1000 pasukan Romawi.
Istri yang sayang dengan suaminya, maka suaminya akan lebih sayang kepadanya.
Kelembutan akan melahirkan kelembutan.
Seorang istri boleh mengangkat pembantu, tapi bukan berarti seorang istri menjadi 'putri raja' atau 'permaisuri', karena seorang istri masih menjadi seorang yang mengatur di dalam rumah.
5. TIDAK MEMBELANJAKAN HARTA SUAMI KECUALI IZIN SUAMI
Seorang istri tidak boleh membelanjakan harta sesuai dengan keinginannya kecuali atas izin suaminya.
Suami berkewajiban memenuhi kebutuhan istrinya. Dan istri berhak menerima uang untuk memenuhi kebutuhannya dan anak-anaknya.
Dari Abu Hurairah, semoga Allah meridhainya, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak halal bagi perempuan berpuasa sedang suaminya ada, kecuali dengan izinnya, tidak boleh memberikan izin ke dalam rumahnya kecuali dengan izinnya, dan tidaklah seorang istri membelanjakan suatu nafkah tanpa perintah darinya (suami) melainkan baginya setengah pahalanya akan diberikan kepadanya." (HR Bukhari 5195 dan Muslim 1026)
Hadits Abu Hurairah ini dijelaskan maknanya dalam riwayat lain,
"Jika seorang istri menafkahkan dari penghasilan suaminya tanpa perintah darinya maka baginya (suami) setengah pahalanya". (HR. Bukhari No. 2066)
Dan dalam riwayat Abu Dawud disebutkan dengan redaksi,
"Maka baginya (istri) setengah pahalanya". (HR. Abu Dawud 1687)
Istri membelanjakan harta suaminya tanpa izin
darinya dia mendapatkan setengah pahala. Apa maksud dari Hadits ini?
An-Nawawi rahimahullah menjelaskannya dengan mengatakan:
"Maknanya tanpa izin dan perintah darinya, izin dan perintah yang jelas secara khusus dalam jumlah tertentu, tetapi terdapat izin kepada istrinya secara umum yang lebih dahulu dan masuk di dalamnya jumlah tersebut dan lainnya ... harus dengan penjelasan seperti ini karena Rasulullah ﷺ menjadikan pahala terbagi dua". (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim 3/352)
Dari Abu Umamah Al-Bahili berkata:
Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda pada waktu haji wada': "Tidaklah perempuan membelanjakan sesuatu di rumah suaminya melainkan izin dari suaminya." Kemudian ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah ﷺ walaupun itu makanan?" Beliau bersabda: "Itu harta-harta kami yang paling mulia." (HR. Tirmidzi 670, Abu Dawud 3565, Ibnu Majah 2295)
Dari Amer bin Syu'aib dari Ayahnya dari Kakeknya, mengabarkannya dari Abdullah bin Amer bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidak diperbolehkan bagi seorang istri suatu pemberian kecuali dengan izin suaminya." (HR Abu Dawud 3547, Ibnu Majah 2388 An-Nasa'i 2539, Ahmad 6842)
Istri menerima uang dari suaminya untuk memenuhi kebutuhannya dan anak-anaknya. Apakah dia bebas membelanjakan uang itu?
An-Nawawi dalam kita Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim menjelaskan permasalahan ini dengan terinci:
1. Mendapatkan izin dari suaminya
Izin yang diberikan suami itu bisa berbentuk izin yang bersifat jelas untuk belanja kebutuhan rumah dan untuk bersedekah. Atau izin yang diperoleh dengan kebiasaan. Jika dua bentuk izin tersebut terjadi maka dibolehkan bagi istri untuk membelanjakannya dan bersedekah sesuai izin tersebut dan sesuai dengan kebutuhannya, dengan catatan tidak berlebihan. Istri akan mendapatkan pahala dengan membelanjakannya, sedangkan suami mendapatkan pahala dengan mencarinya.
2. Tidak mendapatkan izin suaminya
Jika istri membelanjakan uang nafkah dari suaminya untuk kebutuhan-kebutuhannya, atau sedekah yang tidak diketahui izin dari suaminya, atau belum mendapatkan izin dari suami, atau pada umumnya suami tidak meridhainya secara urf (kebiasaan), tetapi istri tetap membelanjakan maka istri tersebut mendapatkan dosa, karena dia membelanjakan atau bersedekah tanpa izin dari suaminya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedekah setiap harinya mulai matahari terbit. Memisahkan (menyelesaikan perkara) antara dua orang (yang berselisih) adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Berkata yang baik juga termasuk sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari No. 2989 dan Muslim No. 1009)
6. MENJAGA KEHORMATANNYA
Istri berkewajiban:
• menjaga kehormatan dirinya, baik di saat suaminya ada ataupun suaminya tidak ada,
• menjaga kehormatan suaminya di saat tidak ada,
• menjaga kehormatan anaknya, dan juga menjaga harta suami yang diamanahkan kepadanya.
فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ
"Maka wanita-wanita yang shalih, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 34)
Fokus bahasan pada ayat ini pada Firman Allah "حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ" menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).
Abu Jakfar Ibnu Jarir Ath-Thabari menjelaskan makna ayat:
"Mereka menjaga diri-diri mereka di saat suami-suami mereka tidak ada, menjaga kemaluan-kemaluan mereka (kehormatan kehormatan mereka), menjaga harta-harta mereka (yaitu para suami), dan juga menjaga kewajiban mereka kepada Allah, dan lainnya." (Jami' Al-Bayan 6/692)
Dari Abu Hurairah berkata:
Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
"Perempuan mana yang paling baik? Beliau menjawab: "Membahagiakannya ketika melihatnya, mentaatinya ketika memerintahnya, dan dia tidak menyelisihinya pada dirinya, dan hartanya." (HR. An-Nasai 3233 dan Ahmad 7539)
Makna dari sabda Rasulullah ﷺ "Dan dia tidak menyelisihinya pada dirinya, dan hartanya", yaitu "istri yang shalihah tidak memberikan kesempatan kepada seorangpun untuk berbuat keji, dan juga tidak membelanjakan harta suami pada sesuatu yang tidak disukai suaminya."
(Dzakhiratu Al-Uqba, Muhammad bin Ali bin Adam Al-Edyubi, 27/113)
Dapat disimpulkan bahwa kewajiban istri di saat suami tidak bersama dengannya yaitu,
• Menjaga kehormatannya dengan menutup diri dengan jilbab yang syar'i di saat keluar rumah.
• Menjauhkan diri dari segela sesuatu yang bisa menimbulkan perbuatan keji dari lelaki yang berjiwa kotor.
• Menjaga harta suami dengan tidak membelanjakannya pada sesuatu yang tidak disukai oleh suaminya.
• Menjaga kehormatan anak-anaknya dan suaminya, yaitu dengan tidak membicarakan kekurangan dan aibnya kepada orang lain, walau cerita kepada orang tuanya.
Maka tutuplah aib di antara suami dan istri. Suami menutupi aib istri, dan istri menutupi aib suami.
Rasulullah ﷺ bersabda:
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR Muslim)
No comments:
Post a Comment