Kajian Senin
Kitab Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi rahimahullah
Oleh: Ustadz Syafiq Al Khatieb hafizhahullah
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Senin, 23 Dzulqo'dah 1446 / 19 Mei 2025
Bab Celaan Terhadap Bid'ah dan Pelaku Bid'ah
Sekte-Sekte dan Aliran Teologi dalam Islam part. 2
Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan ada 6 induk sekte di dalam Islam, kemudian ada pecahan-pecahannya di bawahnya.
MURJIAH
Murjiah adalah sekte atau aliran pemikiran sesat yang sudah ada sejak zaman para Salaf. Pemikiran ini sangat luar biasa dampak buruknya bagi Islam.
Mereka berkeyakinan bahwasanya iman hanya mengenal Allah, hanya di dalam hati, dan mereka mengeluarkan amalan dari imannya.
Murjiah diambil dari kata Irja.
Irja ada 2 makna dalam bahasa, yaitu:
1. Takhir, karena mereka selalu mengakhirkan amalan dari keimanan. Mereka menganggap amalan bukanlah bagian dari Iman.
2. Roja, karena mereka hanya memberi harapan kepada orang-orang yang bermaksiat. Mereka terlalu berlebihan dalam memberikan harapan.
Pemikiran ini sangat berbahaya, karena kalau orang berkeyakinan seperti ini, maka tidak ada yang tersisa lagi di dalam agama Islam. Tidak ada lagi yang beramal. Orang akan meninggalkan amalan-amalan mereka. Mereka boleh saja dalam bermaksiat, bahkan melakukan kemaksiatan yang besar. Naudzubillah.
Dalam Aqidah Ahlussunnah, bahwasanya iman adalah keyakinan dengan hati, diucapkan dengan lisan, diamalkan dengan perbuatan, dan keimanan bisa bertambah dan bisa berkurang.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ لَا يَحْزُنكَ ٱلَّذِينَ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْكُفْرِ مِنَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا بِأَفْوَٰهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِن قُلُوبُهُمْ
"Wahai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman" (QS. Al Maidah : 41)
قَالَتِ ٱلْأَعْرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا۟ وَلَٰكِن قُولُوٓا۟ أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ ٱلْإِيمَٰنُ فِى قُلُوبِكُمْ
"Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu" (QS. Al Hujuraat : 14)
Rasulullah ﷺ bersabda:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الإِيمَانُ قَلْبَهُ
"Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya namun keimanannya belum masuk ke dalam hatinya” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi)
Ketika iman sudah masuk ke dalam hati seseorang, maka konsekuensinya adalah dia akan menyatakan keimanannya dengan lisannya. Ketika ada orang yang mengaku beriman kepada Allah dan RasulNya, dan dia bukan orang yang bisu, tetapi dia tidak melisankannya, maka dia belum dikatakan beriman. Cabang Iman tertinggi adalah dengan lisan.
Amalan juga bagian dari iman. Para Sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah,
bagaimana nasib orang-orang yang sudah meninggal sebelum dipindahkan
kiblat?" Kemudian Allah menurunkan firmanNya. Allah berfirman tentang perpindahan kiblat.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى
ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا
ٱلْقِبْلَةَ ٱلَّتِى كُنتَ عَلَيْهَآ إِلَّا لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ
ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِن كَانَتْ
لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ
لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami
tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar
Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan
Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang kepada manusia." (QS. Al Baqarah : 143)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu , ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ، أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ
"Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan Laa ilaaha illallah, dan yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu termasuk bagian dari iman." (HR. Bukhari, No. 9 dan dalam al-Adabul Mufrad No. 598; Muslim No. 35)
3 Rukun Keimanan adalah:
1) Diyakini dengan hati;
2) Diucapkan dengan lisan;
3) Dilakukan (diamalkan) dengan tubuhnya.
Ketika ada orang yang hanya melakukan sebagian dari 3 hal ini, maka dia belum dikatakan beriman.
Orang-orang yang beraliran Wa'idiyyah, yaitu firqoh yang hanya mengedepankan ancaman. Di antara yang termasuk Wa'idiyyah adalah Khawarij dan Mu'tazilah. Mereka menganggap bahwa orang yang masuk ke dalam neraka, maka mereka tidak akan keluar lagi, mereka kekal di dalamnya. Ini sangat bertolak belakang dengan aqidah Ahlussunnah, di mana Ahlussunnah meyakini adanya syafa'at. Orang yang beriman, jika dia ditakdirkan masuk neraka, dia pasti akan dikeluarkan oleh Allah. Ada syafa'at bagi pelaku dosa besar sehingga dia dikeluarkan dari neraka.
Antara Ahlussunnah dan Wa'idiyyah sama-sama meyakini 3 rukun keimanan, tapi mereka menyimpang dalam menetapkan bab tadi. Kenapa mereka menyimpang? karena amalan yang merupakan rukun keimanan dalam versi ahlussunnah itu adalah amalan secara keseluruhan; tapi menurut mereka, amalan yang merupakan rukun keimanan bagi Wa'idiyyah adalah amalan satuan, yaitu ketika seseorang meninggalkan satu amalan atau ada amalan yang dilanggar, maka akan runtuh seluruh keimanannya. Seseorang tidak dikafirkan oleh Ahlussunnah ketika dia melanggar suatu amalan kecuali dengan dalil, seperti ada dalil yang menetapkan kafirnya seseorang seperti meninggalkan shalat. Tetapi bagi Wa'idiyyah berbeda. Walau dia melaksanakan shalat, zakat, puasa, dan melakukan amalan lainnya, tapi dia melakukan riba, maka runtuh seluruh amalan yang sudah dia lakukan.
Murjiah terpecah menjadi 12 kelompok.
1. Tarikiyah
Mereka berkata, "Tiada kewajiban yang dibebankan Allah kepada hambaNya kecuali kewajiban beriman kepadaNya. Maka itu barangsiapa yang beriman kepadaNya dan mengetahui ihwalNya, silakan dia melakukan apa yang dikehendakinya."
2. Sa-ibiyah
Mereka menyatakan, "Sesungguhnya Allah memberi kebebasan kepada hamba-hambaNya untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki."
3. Rajiyah
Mereka mengatakan, "Kami tidak menyebut pelaku ketaatan itu sebagi orang yang taat dan tidak menyebut pelaku maksiat itu sebagai orang yang suka bermaksiat, karena kami tidak tahu apa yang akan dia dapatkan di sisi Allah kelak."
4. Syakiyah
Mereka berkata, "Sesungguhnya ketaatan itu bukanlah bagian dari keimanan." Di antara perkataan mereka yang lain adalah seseorang tidak boleh mengaku beriman, karena dia tidak tahu apa kedudukannya di hari kiamat.
5. Baihasiyah
Mereka menyatakan, "Iman adalah ilmu (pengetahuan). Sehingga, siapa yang tidak mengetahui mana yang haq dan yang bathil, sertia tidak mengetahui mana yang halal dan yang haram, maka dia kafir."
6. Amaliyah
Mereka berkata, "Iman adalah amal."
7. Manqushiyah
Mereka mengatakan, "Iman tidak dapat bertambah dan tidak berkurang."
Imam Ibnul Jauzi sepertinya melakukan perubahan ketika menukil tentang makna manqushiyah, karena yang masyhur, sebutan Manqushiyah adalah julukan yang diberikan oleh kaum Murji'ah kepada Ahlussunnah, karena Ahlussunnah meyakini bahwasanya iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Tetapi Imam Ibnul Jauzi justru menyematkan sebutan Manqushiyah kepada kelompok Murji'ah yang meyakini bahwasanya iman tidak dapat bertambah dan tidak berkurang.
Di antara dalil bahwasanya keimanan bisa bertambah dan berkurang adalah berdasarkan firman-firman Allah di dalam Alquran.
وَلَمَّا رَءَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلْأَحْزَابَ قَالُوا۟ هَٰذَا مَا وَعَدَنَا
ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَصَدَقَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ ۚ وَمَا زَادَهُمْ
إِلَّآ إِيمَٰنًا وَتَسْلِيمًا
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu
itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan RasulNya kepada
kita". Dan benarlah Allah dan RasulNya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. Al Ahzab : 22)
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ
قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ
إِيمَٰنًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabblah mereka
bertawakkal." (QS. Al Anfal : 2)
ٱلَّذِينَ قَالَ لَهُمُ ٱلنَّاسُ إِنَّ ٱلنَّاسَ قَدْ جَمَعُوا۟ لَكُمْ
فَٱخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَٰنًا وَقَالُوا۟ حَسْبُنَا ٱللَّهُ
وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ
"(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka
ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah
mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada
mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka
menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah
sebaik-baik Pelindung". (QS. Ali Imran : 173)
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِى قُلُوبِ ٱلْمُؤْمِنِينَ
لِيَزْدَادُوٓا۟ إِيمَٰنًا مَّعَ إِيمَٰنِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
"Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah
ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" (QS. Al Fath : 4)
وَمَا جَعَلْنَآ أَصْحَٰبَ ٱلنَّارِ إِلَّا مَلَٰٓئِكَةً ۙ وَمَا
جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلَّا فِتْنَةً لِّلَّذِينَ كَفَرُوا۟
لِيَسْتَيْقِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ وَيَزْدَادَ ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓا۟ إِيمَٰنًا ۙ وَلَا يَرْتَابَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ
وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۙ وَلِيَقُولَ ٱلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ
وَٱلْكَٰفِرُونَ مَاذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِهَٰذَا مَثَلًا ۚ كَذَٰلِكَ
يُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَمَا يَعْلَمُ
جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ ۚ وَمَا هِىَ إِلَّا ذِكْرَىٰ لِلْبَشَرِ
"Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat: dan
tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan
bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi
yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya
orang-orang yang diberi Al Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak
ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan
orang-orang kafir (mengatakan): "Apakah yang dikehendaki Allah dengan
bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?" Demikianlah Allah membiarkan
sesat orang-orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada siapa
yang dikehendakiNya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Rabbmu
melainkan Dia sendiri. Dan Saqar itu tiada lain hanyalah peringatan bagi
manusia." (QS. Al Muddatsir : 31)
Ketika akal lebih didahulukan daripada dalil, maka dia akan sesat. Seperti kaum Qadariyyah yang menyimpang dalam bab takdir, karena mereka lebih mendahulukan akalnya daripada dalil. Ketika kita menjauhkan diri dari bimbingan wahyu dan mengedepankan akal, maka kita pasti menyimpang.
8. Mustatsniyah
Mereka menafikan pengecualian dalam iman, seperti kalimat "Saya mukmin, insyaa Allah". Mereka melarang seseorang untuk menyebutkan hal tersebut, karena itu menunjukkan dia ragu pada keimanannya.
Ada beberapa pendapat para ulama tentang ucapan itu, tetapi yang rajih adalah bahwasanya hal itu tidak terlarang dan tidak juga diharuskan. Bahkan sebagian besar ulama justru menyatakan hal itu baik ketika seseorang berkata, "Saya mukmin, Insyaa Allah."
9. Musyabihhah
Mereka mengatakan, "Allah memiliki penglihatan seperti penglihatanku (hamba) dan tangan seperti tanganku (hamba)."
Pemikiran Musyabihhah pertama kali muncul dari kaum Syiah ekstrim bernama Hisham bin al-Hakam.
10. Hasyawiyah
Mereka menjadikan status semua hadits itu sama, maka bagi orang yang meninggalkan amalan sunnah sama seperti meninggalkan amalan fardhu.
Istilah Hasyawiyah ini justru istilah yang disematkan oleh ahlul bid'ah dari kalangan Mu'athilah dan Mu'tazilah mereka yang menolak sifat kepada Ahlussunnah. Bahkan mereka menuduh Ahlussunnah sebagai Hasyawiyah sampai sekarang. Orang pertama yang menyematkan Hasyawiyah kepada Ahlussunnah adalah tokoh Mu'tazilah bernama Amr bin Ubaid. Dia disebutkan sebagai orang begitu zuhud sehingga banyak orang tertipu dengan kesesatannya.
11. Zhahiriyah
Mereka menafikan qiyas.
Dalam kitab Al-Balqi, mereka disebutkan sebagai Al-Atsariyah. Mereka menolak adanya qiyas dan tidak ada ijtihad. Tidak boleh mengamalkan sesuatu kecuali hanya yang berasal dari Alquran dan Hadits saja.
Ada madzhab yang memang bernama Zhahiriyah yang didirikan oleh Daud Al-Zhahiri, di mana di dalam madzhab mereka menolak qiyas. Sementara itu Imam Ibnul Jauzi memasukkannya ke dalam firqoh di dalam Murji'ah.
12. Bid'iyah
Mereka yang pertama kali mengada-adakan bid'ah dalam umat ini.
Bid'iyah disebutkan oleh Abul Hasan Al'Asy'ari, di mana mereka melakukan shalat Subuh dan shalat Isya sama-sama 2 rakaat. Di dalam sebagian kitab maqolat, firqoh ini dimasukkan ke dalam firqoh Khawarij. Mereka juga mengikrarkan diri sebagai ahlul-jannah, yaitu Ahli Surga.
5. RAFIDHAH
Rafidhah terpecah menjadi 12 kelompok.
1. Alawiyah
Mereka berkata, "Kerasulan itu seharusnya diberikan kepada Ali, maka Jibril telah keliru".
Mereka menganggap bahwasanya Jibril keliru ketika menyampaikan risalah, di mana seharusnya Ali yang menjadi seorang rasul, bukan Nabi Muhammad ﷺ. Mereka juga menyatakan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ dan Ali bin Abi Thalib sangat mirip. Bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa mereka mengistilahkan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ dan Ali seperti burung gagak (ghurob) karena kemiripan antara keduanya. Itu yang menyebabkan Jibril salah memberikan wahyu.
Ketika Nabi Muhammad ﷺ mendapatkan risalah kenabian pada usia 40 tahun, Ali bin Abi Thalib masih berusia 10 tahun. Terpaut 30 tahun antara keduanya. Itulah kesesatan pemikiran dari sekte Alawiyah.
2. Amriyah
Mereka berpendapat, "Ali adalah sekutu Nabi Muhammad ﷺ dalam perkara kenabian". Jadi Nabi Muhammad ﷺ dan Ali bin Abi Thalib sama-sama punya wewenang.
3. Syi'iyah
Mereka berkata, "Ali adalah penerima wasiat Rasulullah ﷺ, pemegang urusan umat sepeninggal beliau ﷺ, dan umat ini telah kafir karena membaiat selain Ali".
Masalah Nabi Muhammad ﷺ mewasiatkan kepada Ali sebagai penerus beliau ﷺ, hampir disepakati oleh sekte Syiah. Dari keyakinan inilah, mereka akhirnya mengkafirkan semua yang berbaiat kepada khalifah-khalifah sebelum Ali.
Sekte Syiah memiliki hari raya bernama Idul Ghadir, yang diperingati setiap 18 Dzulhijjah. Mereka meyakini bahwa di hari tersebut Rasulullah mewasiatkan di hadapan para Sahabatnya di tempat yang bernama Ghadir sepulang Haji Wada, bahwasanya Ali yang akan menjadi khalifah setelah Nabi ﷺ meninggal dunia. Berkumpulnya Nabi ﷺ dan para Sahabatnya setelah pulang Haji Wada adalah benar adanya, tetapi Nabi ﷺ mewasiatkan Ali menjadi pemimpin itu sama sekali tidak benar. Itu hanya khayalan orang-orang Syiah. Dari khayalan inilah mereka mengkafirkan hampir seluruh para Sahabat dan siapapun yang menerima dan mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman dikarenakan halusinasi mereka yang seperti itu.
4. Ishaqiyah
Mereka mengungkapkan, "Kenabian akan terus berlanjut hingga hari Kiamat. Siapa saja yang memiliki ilmu seperti ilmu Ahlul Bait, maka dia adalah Nabi."
5. Nawusiyah
Mereka mengatakan, "Ali adalah orang yang paling utama di kalangan umat ini. Maka siapa saja yang mengutamakan selain Ali, berarti dia telah kafir (murtad dari Islam)"
Sekte Nawusiyah ini tidak disebutkan di kitab maqolah yang lain. Nawusiyah ini dinisbatkan kepada seorang bernama Ajlan bin Nawus dari Basrah, Irak.
6. Imamiyah
Inilah sekte Syiah terbesar dan tersebar di dunia saat ini. Sekte ini juga disebut sebagai Imamiyah Itsna Asyariyah (Dua Belas Imam).
Mereka berkata, "Tak mungkin dunia ini ada tanpa imam (pemimpin) dari keturunan al-Husain, dan sosok imam tersebut sudah diketahui oleh Jibril. Jika sang imam mati, maka akan digantikan oleh orang yang semisalnya".
Mereka hanya mengambil jalur keturunan keimaman dari anaknya Husain, tidak mengambil dari keturunan Hasan. Mereka mengambil jalur keturunan tersebut dari salah satu istrinya Husain yang bernama Syahrbanu, yaitu seorang putri dari Kaisar terakhir Kerajaan Persia bernama Yazdegerd III, Syahrbanu menjadi tawanan perang ketika Umar bin Khattab menaklukkan Persia dan dia dihadiahkan kepada Husain. Kemudian Husain menikahinya sehingga lahir seorang anak bernama Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib atau yang lebih dikenal sebagai Ali Zainal Abidin.
Kenapa mereka hanya memilih dari jalur keturunan Syahrbanu, sedangkan Husain memiliki istri yang lain? Para ulama menyebutkan bahwasanya mereka menginginkan ada keturunan darah Persia di antara imam-imam mereka.
Ali Zainal Abidin adalah orang shalih, sehingga ia mendapatkan julukan as-Sajjad, yaitu orang yang selalu bersujud.
Ketika Husain dan keluarganya dihabisi oleh pasukan Ubaidillah bin Ziyad di Karbala dengan pertempuran yang tidak seimbang, Ali Zainal Abidin sedang sakit dan juga belum terlalu dewasa sehingga ia tidak ikut bertempur. Ketika Husain dibunuh, Ali Zainal Abidin kemudian dibawa ke kerajaan di Kuffah dan ia selamat.
Dari jalur keturunan Ali Zainal Abidin itulah kemudian turun imam-imam Syiah yang lainnya.
Di antara 12 imam Syiah adalah:
1. Ali bin Abi Thalib
2. Hasan bin Ali bin Abi Thalib
3. Husain bin Ali bin Abi Thalib
4. Ali Zainal Abidin bin Husain
Ali Zainal Abidin memiliki anak laki-laki dari istri lain yang seorang
budak, anak tersebut bernama Zayid. Dari sinilah muncul sekte Syiah
Zayidiyyah.
5. Muhammad al Baqir
6. Ja'far Ash-Shadiq
Ja'far Ash-Shadiq memiliki dua anak laki-laki bernama Ismail dan Musa al-Kadzim. Ismail meninggal, sehingga tahta keimaman Syiah turun kepada adiknya yang bernama Musa al-Kadzim. Sebagian sekte Syiah mengingkari bahwasanya Ismail meninggal. Menurut mereka, Ismail tidak meninggal. Ja'far Ash-Shadiq sengaja membuat seolah-olah Ismail meninggal untuk menghindari kedzaliman Dinasti Abbasiyah. Dari sinilah muncul sekte Syiah Ismailiyyah.
7. Musa al-Kadzim
8. Ali ar-Ridha
9. Muhammad al-Jawad
10. Ali al-Hadi
11. Hasan al-Asykari
Sebenarnya Hasan al-Asykari tidak memiliki anak laki-laki. Namun Syiah membuat cerita bahwasanya Hasan al-Asykari memiliki anak bernama Muhammad bin al-Hasan atau yang dikenal bernama Imam Mahdi agar menjadi genap 12 imam. Dia bersembunyi dan akan keluar ketika Allah mengizinkan dia keluar di akhir zaman. Inilah keyakinan mereka.
12. Mahdi
Inilah sekte terbesar dari seluruh sekte Syiah di dunia hingga saat ini. Masalah keyakinan keimaman ini disepakati oleh sebagian sekte Syiah harus dari keturunan Ali bin Abi Thalib, namun mereka berbeda tentang rincian jumlah dan siapa imamnya.
7. Zayidiyyah
Mereka berpendapat, "Semua keturunan al-Husain adalah imam shalat. Selama masih ada salah seorang dari mereka, kita tidak boleh shalat di belakang imam selainnya, yakni selain Ahlul Bait, baik dia orang baik maupun orang jahat."
Keyakinan mereka masalah shalat tidak berbeda dengan keyakinan Syiah yang tersebar hingga saat ini.
Zayidiyyah ini nisbat kepada Zayyid bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.
8. Abbasiyah
Mereka mengklaim bahwa al-Abbas lebih utama menjadi khalifah daripada yang lainnya, karena Abbas adalah pamannya Nabi.
Yang pertama kali mempopulerkan pemikiran Abbasiyah ini adalah orang-orang Rawandiyah yang termasuk ke dalam sekte Qadariyyah.
9. Mutanasikhah
Mereka mengatakan, "Sesungguhnya arwah itu bisa saling bereinkarnasi. Jika yang mati adalah orang baik, maka rohnya akan keluar dan masuk ke tubuh seorang yang dia berbahagia dengan kehidupannya. Dan jika yang mati adalah orang jahat, maka rohnya akan masuk ke tubuh seorang yang dia sengsara dengan kehidupannya."
Ada dari sebagian Muslim yang meyakini adanya keyakinan reinkarnasi. Mereka punya dalil yang berasal dari Alquran.
فِىٓ أَىِّ صُورَةٍ مَّا شَآءَ رَكَّبَكَ
"dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu." (QS. Al Infithar : 8)
Itulah sebabnya kita diwajibkan beragama, memahami dalil, memahami agama Islam ini sesuai dengan pemahaman para Salafush-shalih. Kalau tidak, maka semua orang akan berdalil dengan seenaknya.
Bahkan orang-orang Syiah ketika mengkafirkan Abu Bakar, Umar, Aisyah, dan sahabat yang lain juga menggunakan dalil, namun dipahami sesuka hatinya.
10. Raj'iyah
Mereka meyakini Ali dan para sahabatnya akan kembali ke dunia dan membalas dendam kepada musuh-musuh mereka.
11. La'iniyah
Mereka melaknat Utsman, Thalhah, az-Zubair, Mu'awiyah, Abu Musa, Aisyah, dan Sahabat lainnya.
Aqidah Syiah memang dibangun dengan mengkafirkan para Sahabat. Bahkan mereka melaknat dan mengkafirkan orang-orang terbaik seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah Ummul Mukminin seperti mereka sedang berdzikir, setiap saat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
"Kalau engkau ingin tahu perbandingan orang Yahudi, Nasrani, dan Syiah. Tanyakan kepada Yahudi, "Siapakah orang-orang terbaik dalam agama kalian?", maka mereka akan menjawab, "Sahabat-sahabatnya Musa". Tanyakan kepada Nasrani, "Siapakah orang-orang terbaik dalam agama kalian?", maka mereka akan menjawab, "Sahabat-sahabatnya Isa". Lalu tanyakan kepada Syiah, "Siapakah orang-orang terburuk dalam agama kalian?", maka Syiah akan menjawab, "Sahabat-sahabatnya Muhammad".
Kita diperintahkan beristighfar untuk para Sahabat, tapi mereka justru melaknat dan mengkafirkan para Sahabat Nabi.
رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا
بِٱلْإِيمَٰنِ وَلَا تَجْعَلْ فِى قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ
ءَامَنُوا۟ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
"Wahai Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Wahai Rabb kami,
Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (QS. Al Hasyr : 10)
12. Mutarabbishah
Mereka berpakaian seperti ahli ibadah, dan dari waktu ke waktu mereka senantiasa menunjuk satu pemimpin yang segala urusan diserahkan kepadanya. Mereka mengklaim orang itu adalah al-Mahdi umat ini. Jika dia mati, mereka akan memilih orang lain.
Dalam perkara Mahdi ini disepakati oleh seluruh sekte Syiah, tapi siapa yang menjadi Mahdi, itulah yang ada perbedaan.
JABARIYYAH
Jabariyyah adalah lawan atau bertolak belakang dari keyakinan Qadariyyah.
Qadariyyah ekstrim, benar-benar menafikan ilmu Allah dan takdir Allah. Allah tidak mentakdirkan kehidupan di Lauhul Mahfudz. Allah tidak mengetahui sebelum sesuatu itu terjadi. Qadariyyah seperti ini dikafirkan. Mereka sudah muncul di akhir masa Sahabat.
Qadariyyah tidak ekstrim, mereka menafikan bahwasanya Allah menciptakan perbuatan hamba. Menurut mereka, manusia menciptakan perbuatannya sendiri, tidak ada campur tangan Allah sama sekali.
Yang bertolak belakang dengan keyakinan Qadariyyah dalam masalah takdir adalah keyakinan dari Jabariyyah, yaitu manusia tidak berbuat apa-apa. Semua yang dilakukan oleh manusia adalah karena Allah yang melakukannya, paksaan dari Allah, tidak ada qudrah, tidak ada pilihan bagi manusia, dia hanya menjalankan apa yang Allah gerakkan. Ini adalah keyakinan yang sangat aneh.
Ahlussunnah meyakini bahwasanya Allah yang menciptakan perbuatan manusia, tapi Allah memberikan qudrah, memberikan pilihan bagi manusia. Manusia bisa memilih untuk melakukan sesuatu, tidak ada paksaan.
Menurut Imam Ibnul Jauzi, Jabariyyah juga termasuk induk dari sekte menyimpang di dalam Islam.
Jabariyyah terpecah menjadi 12 kelompok.
1. Mudhtharibah / Mudhthariyyah
Mereka berpendapat, "Manusia tidak memiliki perbuatan, tetapi Allah yang melakukan segala sesuatunya."
2. Af'aliyah
Mereka berkata, "Kita memiliki perbuatan, hanya saja kita tidak mempunyai kemampuan untuk dapat mewujudkannya. Kita hanyalah seperti binatang ternak yang digiring dengan tali."
3. Mafrughiyah
Mereka mengatakan, "Segala sesuatu itu telah diciptakan, maka saat ini tidak ada satu pun yang diciptakan lagi."
4. Najjariyah / Husainiyyah
Mereka berkeyakinan Allah mengadzab manusia oleh sebab atau karena perbuatanNya, bukan sebagai akibat perbuatan mereka sendiri.
Ini adalah penghinaan kepada Allah, dan inilah di antara kerusakan pemikiran sekte Jabariyyah.
Di dalam kitab Abul Hasan Al Asy'ari, Maqolatun Islamiyyin, disebutkan bahwa sekte ini dinisbatkan kepada Husain al-Najjar.
5. Mananiyah
Mereka berkata, "Berpeganglah terhadap apa yang terlintas di hatimu, dan lakukanlah apa yang menurutmu baik."
6. Kasbiyah / Kasaliyyah
Mereka berkeyakinan, "Hamba tidak akan mendapatkan pahala maupun siksa."
7. Sabiqiyah
Mereka mengungkapkan, "Siapa yang mau beramal silakan beramal, serta siapa yang mau tidak beramal silakan tidak beramal. Sungguh, orang yang bahagia tidak akan mendapatkan mudharat karena dosa-dosanya. Begitu pun orang yang celaka tidak akan mendapatkan manfaat karena kebaikannya."
8. Muhibbiyah / Habbiyah
Mereka berkata, "Barangsiapa yang telah mereguk cawan cinta atas Allah, maka akan gugurlah baginya kewajiban menegakkan rukun Islam."
Pemikiran ini seperti pemikiran para Sufi.
Di antara madzhab mereka adalah tidak menyembah Allah karena takut dan karena harap, tapi karena cinta. Ini bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah. Ahlussunnah memiliki rasa cinta, takut, dan harap dalam menyembah Allah.
قَالُوٓا۟ إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِىٓ أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ. فَمَنَّ ٱللَّهُ عَلَيْنَا وَوَقَىٰنَا عَذَابَ ٱلسَّمُومِ
"Mereka berkata: "Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diadzab)". Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka." (QS. At-Thur : 26-27)
Allah juga menyebutkan dalam surah Al Ghasiyyah
هَلْ أَتَىٰكَ حَدِيثُ ٱلْغَٰشِيَةِ. وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَٰشِعَةٌ
"Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan (penghuni neraka)? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina" (QS. Al Ghasiyyah : 1-2)
Allah jadikan muka mereka seperti itu, tertunduk ketakutan, karena dulu semasa hidup di dunia tidak ada rasa takut kepada Allah, tidak ada rasa khawatir, tidak memikirkan hidup setelah kematian, tidak memikirkan apakah dia selamat dari adzab kubur atau tidak. Hidupnya selalu bersenang-senang.
Orang beriman memiliki rasa takut dengan apa yang akan dihadapi setelah kematian, dia memikirkan apakah dia akan selamat di alam kubur, dia memikirkan keadaan dirinya di padang mahsyar, sehingga hidupnya penuh dengan rasa khawatir kepada Allah. Begitulah kualitas hidup orang beriman.
Sebagian sekte Sufi beribadah bukan karena takut, bukan karena harap, tapi beribadah karena cinta. Kata mereka, jangan beribadah mengharapkan surga, beribadahlah karena cinta.
Nabi Ibrahim 'alayhissalam, kekasih Allah, bahkan berdoa kepada Allah meminta surga.
وَٱجْعَلْنِى مِن وَرَثَةِ جَنَّةِ ٱلنَّعِيمِ
"Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan" (QS. Asy-Syu'ara : 85)
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ
فِى الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ أَعَدَّهَا اللَّهُ لِلْمُجَاهِدِينَ فِى
سَبِيلِهِ ، كُلُّ دَرَجَتَيْنِ مَا بَيْنَهُمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ
وَالأَرْضِ ، فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ ،
فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ
الرَّحْمَنِ ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ
“Sesungguhnya di surga itu ada 100 tingkatan yang telah Allah janjikan bagi para mujahid di jalan Allah. Jarak antara dua tingkatan adalah bagaikan jarak antara langit dan bumi. Jika kalian ingin meminta pada Allah, mintalah surga Firdaus. Surga Firdaus adalah surga yang paling utama dan paling tinggi, di atasnya adalah ‘Arsy Ar-Rahman, darinya pula mengalir sungai surga.” (HR. Bukhari No. 7423)
9. Khaufiyah
Mereka menegaskan, "Siapa pun yang cinta kepada Allah, pasti dia tidak akan takut kepadaNya. Karena sang pencinta tidak akan takut terhadap orang yang dicintainya."
Ini juga termasuk aqidah sebagian Sufi.
10. Fiqriyyah
Mereka berkata, "Seorang yang semakin bertambah ilmunya, maka semakin gugur kewajibannya untuk beribadah kepada Allah"
Ini pun adalah keyakinan dari para Sufi.
Allah berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin” (QS. Al-Hijr: 99)
Al-yaqin dalam ayat ini maknanya adalah kematian. Karena kematian adalah suatu hal yang pasti akan datang, sehingga disebut al yaqin. Namun sekte Sufi memahaminya jika seseorang sudah yakin terhadap ilmunya atau mencapai makrifat, maka tidak perlu lagi beribadah kepada Allah.
11. Khassiyah / Hissbiyah
Mereka menyatakan, "Dunia di antara para hamba Allah adalah sama, tidak ada perbedaan dalam apa yang diwariskan oleh bapak mereka, Adam 'alayhissalam."
Disebutkan oleh para ulama, bahwa harta dan wanita bagi mereka adalah milik bersama. Naudzubillah.
12. Ma'iyah
Mereka mengatakan, "Perbuatan berasal dari kita, dan kemampuan adalah milik kita".
Ini sebagai renungan bagi kita.
Kita lihat bagaimana banyaknya penyimpangan dari sekte-sekte di dalam Islam. Kita harus menyadari betapa berharganya hidayah di atas Sunnah.
Ketika beraqidah bukan dengan aqidah yang disepakati sebagai ushul Ahlussunnah, maka akan terjadi perpecahan di antara sekte-sekte yang sudah dibahas. Aqidah Ahlussunnah itu kokoh, karena pondasinya kuat, yaitu Alquran dan Sunnah berdasarkan pemahaman Salafush-shalih. Ushul Ahlussunnah kuat.
Ahlul bid'ah mengambil aqidah dari mimpi, dari akalnya, warisan nenek moyang, sehingga pondasi mereka tidak kuat, karena aqidah mereka berbeda satu sama lain. Satu jalan yang lurus adalah jalan Allah, sedangkan jalan lain adalah jalan di mana setan akan menariknya menuju kepada kesesatan.
No comments:
Post a Comment