Saturday, 10 May 2025

Dauroh Keluarga Series: Kewajiban Istri #3 // Ustadz Nizar Sa'ad Jabal hafizhahullah

Dauroh Keluarga Series
Aku Mencintaimu karena Allah
Kewajiban Istri #3
Oleh: Ustadz Nizar Sa'ad Jabal hafizhahullah
Masjid Darsyafii, Pejaten, Jakarta Selatan
12 Dzulqo'dah 1446 / 10 Mei 2025

Suami memiliki kedudukan yang sangat tinggi Di dalam Islam

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya”. (HR. At-Tirmidzi No. 1159, Ibnu Hibban No. 1291 dalam al-Mawaarid, dan al-Baihaqi, VII/291)

Ini bukan makna yang sebenarnya, tapi ini menjelaskan bahwa begitu tinggi kedudukan seorang suami.

Rasulullah ﷺ bersabda,
“Hak suami yang wajib ditunaikan istri itu bagaikan jika suami memiliki luka, lalu sang istri menjilati luka tersebut, atau jika dari kedua lubang hidung suami keluar nanah atau darah, kemudian sang istri menjilatinya, belumlah dinilai memenuhi hak suami.”

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Perhatikanlah posisimu terhadapnya. Sesungguhnya yang menentukan surga dan nerakamu terdapat pada (sikapmu terhadap) suamimu.” (HR. Ahmad: 18233)

Di sinilah pentingnya mempelajari kewajiban seorang istri agar para istri menjadi istri-istri yang shalihah, yaitu istri yang bisa menjaga apa yang sudah Allah jaga. Begitu mulianya seorang mulia.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salehah.” (HR. Muslim No. 1467)

Kenapa Rasulullah ﷺ mengatakan ini?

Dari Anas radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّمَا حُبِّبَ إِلَـيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ: اَلنِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِـيْ فِـي الصَّلَاةِ

"Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang aku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan kesenangan hatiku terletak di dalam shalat." (HR. Ahmad, III/128, 199, 285; An-Nasa’i, VII/61-62)

Imam As-Suyuthi rahimahullah berkata:
"Rasulullah ﷺ banyak mengalami kesulitan dan problem di dalam dakwah yang begitu besar. Maka untuk meringankannya, beliau pulang dan duduk bersama istrinya sehingga Rasulullah ﷺ tenang seolah problem itu hilang karena istrinya bisa menentramkan atau menghilangkan masalah dan mendatangkan kedamaian dari istrinya."

Laki-laki memiliki kelebihan daripada perempuan, sehingga laki-laki mampu mengkondisikan diri ketika bermuamalah dengan perempuan. Bermuamalah dengan perempuan jauh lebih sulit daripada bermuamalah dengan laki-laki, dan yang bisa mengatasinya adalah laki-laki.

Lanjutan KEWAJIBAN ISTRI, yaitu:
3. Tidak keluar rumah kecuali izin suami
Hukum asal bagi seorang istri adalah tetap tinggal di dalam rumahnya. Ketika dia keluar, maka dia harus meminta izin kepada suaminya. Ini adalah ketetapan Allah dan RasulNya.

Allah Ta'ala berfirman:

وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan RasulNya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al Ahzab : 33)

Ini adalah perintah agar perempuan tetap tinggal di rumahnya untuk membersihkan diri mereka dari dosa. Maka tinggal di dalam rumah lebih membersihkan diri mereka dari perbuatan dosa.

Imam Al Jashos
"Di ayat ini terdapat dalil bahwa para perempuan diperintahkan oleh Allah dan RasulNya untuk tetap tinggal di rumahnya dan tidak keluar dari rumahnya." (Kitab Ahkamul Quran)

Allah Ta'ala berfirman:

ا تُخْرِجُوهُنَّ مِنۢ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُۥ ۚ لَا تَدْرِى لَعَلَّ ٱللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا

"Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru." (QS. Ath-Thalaq : 1)

Larangan akan sesuatu berarti perintah terhadap sesuatu. Begitupun sebaliknya, perintah akan sesuatu berarti larangan terhadap sesuatu.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah melarang suami untuk mengusir dari rumah, dan larangan untuk istri keluar dari rumah.

Allah Ta'ala berfirman:

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا۟ عَلَيْهِنَّ ۚ وَإِن كُنَّ أُو۟لَٰتِ حَمْلٍ فَأَنفِقُوا۟ عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۖ وَأْتَمِرُوا۟ بَيْنَكُم بِمَعْرُوفٍ ۖ وَإِن تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُۥٓ أُخْرَىٰ

"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya." (QS. Ath-Thalaq : 6)

Ketika laki-laki memutuskan untuk menikah, maka dia harus menempatkan istrinya di dalam rumahnya, walaupun mengontrak rumah, atau sesuai dengan kemampuan.

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,

اَلْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ ، وَإِنَّهَا إِذَا خَرَجَتْ مِنْ بَيْتِهَا اِسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ، وَإِنَّهَا لاَتَكُوْنُ أَقْرَبَ إِلَى اللهِ مِنْهَا فِيْ قَعْرِ بَيْتِهَا

"Wanita itu aurat, jika ia keluar dari rumahnya maka setan mengikutinya. Dan tidaklah ia lebih dekat kepada Allah (ketika shalat) melainkan di dalam rumahnya." (HR. Ibnu Hibban No. 5559)

Sesuatu yang Indah biasanya akan memicu keburukan. Yang paling indah di dunia ini adalah wanita.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." (QS. Ali Imran : 14)

Dari Ummu Humaid, istri Abu Humaid As-Sa’idi, bahwa ia datang kepada Nabi ﷺ dan berkata:
"Wahai Rasulullah, aku ingin shalat bersamamu (di masjid)." Rasulullah ﷺ menjawab: "Aku telah mengetahui bahwa engkau ingin shalat bersamaku, tetapi shalatmu di rumahmu lebih baik bagimu daripada shalatmu di kamarmu, dan shalatmu di kamarmu lebih baik bagimu daripada shalatmu di halaman rumahmu, dan shalatmu di halaman rumahmu lebih baik bagimu daripada shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik bagimu daripada shalatmu di masjidku. Ummu Humaid lantas meminta dibangunkan tempat shalat di pojok kamar khusus miliknya, beliau melakukan shalat di situ hingga wafat." (HR. Ahmad 27752, Ibnu Hibban 2217)

Kedua hadits ini memberikan pelajaran bahwa tempat paling utama bagi perempuan adalah di rumahnya, bahkan dalam perkara shalat. Ini menguatkan perintah bagi perempuan untuk tetap tinggal di rumah.

- Apakah istri tidak boleh keluar sama sekali?
- Jika diperbolehkan keluar, kondisinapakah yang dibolehkan untuk keluar dari rumahnya.

Seorang istri diperbolehkan keluar dari rumahnya dengan izin dari suaminya. "Hak suami atas istrinya bahwa dia tidak boleh keluar dari rumah kecuali izin suaminya." (Al Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 24/59)

Para ulama Fiqih menyebutkan sebab-sebab diperbolehkannya seorang istri keluar dari rumah.

Di antaranya keluar ke majelis ilmu, jika terjadi suatu kondisi di aman suaminya bukan sosok yang paham ilmu, dan juga keluar untuk menunaikan Haji wajib jika memiliki mahramnyajg dapat keluar bersamanya, dan suami tidak boleh melarangnya."

Jadi, kalau seorang istri memiliki suami yang seorang Ustadz, maka istri tetap tinggal di rumah.

Di antara sebab seorang perempuan atau istri boleh keluar rumah tanpa izin suaminya adalah:
1. Keluar rumah ke majelis ilmu
Selama tidak dalam kategori safar, seorang istri boleh keluar tanpa izin suami untuk ke majelis ilmu

Dari Abu Said Al-Khudry bahwa seorang perempuan datang menemui Rasulullah ﷺ, dan perempuan itu berkata:
"Wahai Rasulullah, para lelaki banyak berbicara denganmu, tolong tentukan waktu dalam suatu hari di mana kami bisa mendatangimu di waktu itu. Engkau mengajarkan kepada kami apa yang Allah telah ajarkan kepadamu." Beliau bersabda, "berkumpullah di hari ini dan di tempat ini." Mereka berkumpul dan Rasulullah ﷺ menemui mereka, mengajarkan kepada mereka apa yang telah Allah ajarkan kepadanya." (HR. Bukhari No. 7310 dan Muslim No. 2634)

Kisah ini diriwayatkan dari Amr bin al-Harits dari Zainab ats-Tsaqafiyah, istri Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Wahai para wanita, bersedekahlah sekalipun dari perhiasan milik kalian!" Kemudian aku pulang menemui Abdullah bin Mas’ud (suamiku), dan menyatakan, “Sesungguhnya engkau laki-laki yang sedikit penghasilannya sedangkan Rasulullah ﷺ memerintahkan kami bersedekah maka datangilah dan bertanyalah kepada beliau. Kalau boleh, saya bersedekah kepadamu dan kalau tidak boleh saya berikan kepada orang lain.’’ Ibnu Mas’ud berkata kepadaku, "Engkau saja yang pergi menemui beliau." Lantas aku pun beranjak pergi, ternyata di depan pintu Rasulullah ﷺ sudah menunggu seorang wanita Anshar, aku dan dia sama-sama hendak menanyakan sesuatu. Rasulullah ﷺ adalah seorang yang sangat berwibawa. Ada Bilal di depan rumah Rasulullah. Kemudian Bilal keluar menemui kami. Kami katakan kepadanya, ”Temuilah Rasulullah dan sampaikan bahwa ada dua orang wanita di depan pintu rumahnya hendak menanyakan apakah keduanya boleh bersedekah kepada suaminya dan anak yatim yang berada dalam pengasuhannya. Tapi jangan sebut siapa kami ini."

Lantas Bilal pun masuk menemui Rasulullah ﷺ dan menyampaikan pertanyaan itu. Rasulullah lalu bertanya kepada Bilal, ‘Siapa dua wanita itu? Bilal menjawab, ‘Seorang wanita Anshar dan Zainab.’ Rasulullah bertanya lagi, "Zainab yang mana?" Bilal menjawab, "Istri Abdullah bin Mas’ud." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Mereka berdua akan mendapatkan pahala menjalin kekerabatan dan pahala sedekah.” (HR. Bukhari No. 1466 dan Muslim No. 1000)

2. Keluar dengan tujuan Haji dan Umroh wajib
Dari Aisyah Binti Thalhah dia berkata: Aisyah Ummul Mu’minin radhiyallahu 'anha memberitahuku, dia berkata: "Wahai Rasulullah, bukankah kami ikut berjihad bersamamu? Karena aku tidak melihat suatu amalan di dalam Alquran yang paling utama dari Jihad." Beliau ﷺ menjawab: "Tidak. Jihad yang paling bagus dan indah adalah haji mabrur.” (HR. Bukhari No. 1520)

Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
"Sejak aku mendengar hadits ini, aku tidak pernah meninggalkan haji."

Dari Aisyah binti Thalhah, dari Aisyah radhiyallahu 'anha berkata,
"Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi perempuan?" Beliau bersabda, "Iya, bagi mereka jihad tanpa pertempuran di dalamnya, yaitu haji dan umrah." (HR. Ahmad No. 25959, Ibnu Majah No. 2901, dan Ibnu Khuzaimah No. 374)

Ini menunjukkan bahwasanya perempuan dibolehkan untuk mengulang ibadah hajinya.

3. Keluar untuk memenuhi kebutuhan
Perempuan dibolehkan untuk memenuhi kebutuhan seperti belanja kebutuhan rumah atau bekerja jika tidak ada yang memenuhi kebutuhannya, atau silaturahmi ke rumah orang tua atau keluarga yang terikat dalam satu rahim.

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata:
"Saudah bintu Zam'ah keluar di malam hari. Umar melihatnya dan mengenalinya. Lalu berkata, "Demi Allah, itu engkau wahai Saudah. Kamu tidak bisa menutupi dirimu dari kami. Beliau pun dan menemui Nabi ﷺ dan menceritakan hal itu, sedangkan beliau berada di rumahku makan malam dan di tangannya ada daging yang menempel pada tulang. Lalu Allah menurunkan wahyuNya." Beliau ﷺ mengangkat kepalanya kemudian berkata, "Allah telah mengizinkan kalian untuk keluar memenuhi kebutuhan-kebutuhan kalian." (HR. Bukhari No. 5237 dan Muslim No. 2170)

4. Keluar untuk ke masjid
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,
"Jangan kalian larang perempuan-perempuan itu ke masjid-masjid, jika mereka meminta izin kepada kalian untuk ke sana." (HR. Muslim No. 442, Abu Daud No. 567, dan Ahmad No. 5140)

Dalam riwayat Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan redaksi,
"Dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka."

5. Keluar untuk mengunjungi orang sakit dan bertakziyah
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata,
"Ketika Rasulullah ﷺ datang ke kota Madinah, Abu Bakar dan Bilal sakit." Aku menemui keduanya dan berkata, "Wahai Ayahku, bagaimana kondisimu? Wahai Bilal, bagaimana kondisimu?" (HR. Muslim No. 442, Abu Daud No. 567, dan Ahmad No. 5140), 

Keluar rumah selain apa yang disebutkan tadi adalah keluar rumah tanpa izin dan ini tidak dibolehkan.

Memasukkan orang lain yang bukan mahram ke dalam rumah sedangkan suami tidak di rumah. Bagaimana hukumnya?
"Hak kalian (para suami) atas istri-istri kalian hendaknya mereka tidak memasukkan ke dalam rumah-rumah kalian seseorang yang kalian tidak sukai." (HR. Muslim No. 1218)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidak boleh bagi istri mengizinkan seseorang ke dalam rumahnya kecuali atas izin suaminya." (HR. Bukhari No. 5195 dan Muslim No. 1026)

An-Nawawi, Ibnu Hajar Al-Asqolani, dan Babdruddin Al-Aini berkata:
"Jika kondisi mendesak untuk melakukan itu, maka dibolehkan untuk memasukkannya dengan meminta izin kepada suaminya, seperti dalam ruangan umum atau ruang tamu."

Bahkan An-Nawawi menyatakan bahwa jika istri meyakini akan ridho dan izin suaminya, maka itu tidak perlu meminta izin. Wallahu a'lam.

2 comments: