Kajian Kamis
Etika Muslim di Dunia Digital
Jari Jemari yang Bersaksi
Oleh: Ustadz Abdurrahman Zahier hafizhahullah
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Kamis, 11 Dzulqo'dah 1446 / 8 Mei 2025
Kita ketahui bersama, Nabi ﷺ telah menggambarkan bahwa di antara tanda hari Kiamat adalah banyaknya orang yang berbicara.
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Menjelang hari Kiamat nanti akan terjadi: pengucapan salam kepada orang tertentu saja, maraknya perniagaan hingga kaum wanita membantu suaminya berdagang, pemutusan hubungan tali silaturrahim, munculnya persaksian palsu, dan penyembunyian persaksian yang benar.” (HR. Ahmad)
Kita menyaksikan banyaknya fitnah terjadi yang disebabkan oleh sosial media. Betapa banyak dosa lahir dari jari jemari.
Tidak semua tanda Kiamat itu buruk. Mengapa? Karena di antara hari Kiamat adalah diutusnya Nabi ﷺ dan begitu dekat bagaikan jari telunjuk dan jari tengah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jarak antara pengutusanku dan hari kiamat bagaikan dua jari ini.” (HR. Muslim no. 7597)
1. Sosial media banyak menjauhkan yang dekat
Waktu kita banyak terbuang sia-sia pada tontonan yang tidak ada hentinya, menikmati kesenangan yang semua, sehingga manusia mudah terpengaruh dengan hal-hal yang semu.
Abu Juhaifah Wahb bin `Abdillah radhiyallahu anhu berkata, “Nabi ﷺ mempersaudarakan Salman al-Farisi dan Abu Darda' radhiyallahu 'anhu.” Setelah itu Salman radhiyallahu 'anhu mengunjungi Abu Darda' radhiyallahu 'anhu. Dia melihat Ummu Darda' radhiyallahu anha memakai pakaian kerja dan tidak mengenakan pakaian yang bagus. Salman radhiyallahu 'anhu bertanya kepadanya, “Wahai Ummu Darda', kenapa engkau berpakaian seperti itu?”
Ummu Darda' radhiyallahu 'anha menjawab, “Saudaramu Abu Darda' radhiyallahu 'anhu sedikit pun tidak perhatian terhadap istrinya. Di siang hari dia berpuasa dan di malam hari dia selalu shalat malam.”
Lantas datanglah Abu Darda' radhiyallahu 'anhu dan menghidangkan makanan kepadanya seraya berkata, “Makanlah (wahai saudaraku), sesungguhnya aku sedang berpuasa”
Salman radhiyallahu 'anhu menjawab, “Aku tidak akan makan hingga engkau makan.” Lantas Abu Darda' radhiyallahu 'anhu pun ikut makan.
Ketika malam telah tiba, Abu Darda' radhiyallahu 'anhu pergi untuk mengerjakan shalat. Akan tetapi, Salman radhiyallahu 'anhu menegurnya dengan mengatakan, “tidurlah” dan dia pun tidur. Tak lama kemudian dia bangun lagi dan hendak shalat, dan Salman Radhiyallahu anhu berkata lagi kepadanya, “tidurlah.” (dia pun tidur lagi)
Ketika malam sudah lewat Salman radhiyallahu 'anhu berkata kepada Abu Darda' radhiyallahu 'anhu, “Wahai Abu Darda', sekarang bangunlah”. Maka keduanya pun mengerjakan shalat”
Setelah selesai shalat, Salman radhiyallahu 'anhu berkata kepada Abu Darda' radhiyallahu 'anhu, “ (Wahai Abu Darda`) sesungguhnya Rabbmu mempunyai hak atas dirimu, badanmu mempunyai hak atas dirimu dan keluargamu (istrimu) juga mempunyai hak atas dirimu. Maka, tunaikanlah hak mereka.”
Kemudian Abu Darda' radhiyallahu 'anhu mendatangi Rasulullah ﷺ dan menceritakan kejadian tersebut kepadanya.
Nabi ﷺ menjawab, “Salman benar” [HR. Bukhari No. 1867)
Yang terpenting pada waktu kita bukanlah kuantitas, tetapi kualitas yang dibutuhkan. Betapa banyak komunikasi gagal atau salah paham disebabkan oleh sosial media.
Istri dan anak kita punya hak untuk diajak ngobrol, mereka punya hak atas waktu kita. Jangan sampai ketika kita bersama mereka, justru kita disibukkan dengan gadget. Jangan sampai waktu kita dihabiskan di layar-layar yang tidak ada manfaatnya.
Betapa banyak kita tertawa di sosial media, grup WhatsApp, lalu kirim stiker, bahkan kita buat stiker menggunakan wajah stiker teman kita untuk meme. Betapa beratnya tanggung jawab kita di hari Kiamat.
Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan,
من علامة إعراض الله تعالى عن العبد أن يجعل شغله فيمالا يعنيه
“Termasuk tanda bahwa Allah berpaling dari seorang hamba adalah Dia menjadikannya si hamba sibuk pada hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (at-Tamhid hadits ke 21 hal 200 karya Ibnu Abdill Barr)
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,
إضاعةُ الوقت أشدُّ من الموت ؛ لأنَّ إضاعة الوقت تقطعك عن الله والدار الآخرة، والموتُ يقطعك عن الدنيا وأهلها
“Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya dari kematian, karena menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutuskan dirimu dari dunia dan penduduknya”. (Al-Fawaid hal 44)
Ada sebuah riwayat dari Imam Al-Syafi’i, bahwa Imam Al-Syafi’i pernah bertanya pada Imam Malik tentang umurnya. Imam Malik pun menjawab dengan tidak senang: “Urusi saja dirimu! Laki-laki yang tidak menjaga marwahnya adalah orang yang menceritakan umurnya.” Imam Malik memang tidak suka jika ditanya tentang umurnya. Alasannya, jika seseorang menceritakan usianya yang sudah tua, niscaya akan dicap pelupa dan lalai. Seandainya dia berusia muda pun, dia akan dianggap kurang pengalaman dan minim pengetahuan.
Salah satu yang menjadikan seseorang mendapatkan ketenangan hati adalah tidak banyak tahu terhadap hal yang bukan menjadi urusannya.
2. Semua yang kita tulis akan dihisab oleh Allah
Allah Ta'ala berfirman:
مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaf : 18)
Semua yang kita lakukan di sosial media, semuanya akan ditanya, bahkan walau apa yang kita tulis sudah dihapus.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا وَاجْمَعْ الْإِيَاسَ مِمَّا فِي يَدَيْ النَّاسِ
“Jika kamu hendak melaksanakan shalat, shalatlah seperti shalat terakhir, jangan mengatakan sesuatu yang membuatmu minta maaf di kemudian hari dan kumpulkan keputus-asaan terhadap apa yang ada pada manusia”. (Musnad Imam Ahmad dan Sunan Ibnu Majah)
Jangan menyebar apa saja yang kita lihat atau kita baca tanpa klarifikasi terlebih dahulu. Zaman sekarang banyak orang yang berfatwa tanpa ilmu. Bahkan kalaupun dia benar, maka dia juga akan dituntut di hari Kiamat. Cukuplah menukilkan riwayat yang ada, tanpa harus berfatwa. Bijaklah dalam menggunakan sosial media.
3. Niatkan bersosial media karena Allah, untuk mendapatkan pahala
Semakin kita membuat akun baru di sosial media, maka semakin banyak hisabnya. Maka, gunakanlah sosial media karena Allah, seperti untuk berdakwah atau mengajak orang pada kebaikan.
Sosial media hanyalah wasilah, berpahala atau tidak itu tergantung tujuannya.
“Wasilah adalah suatu perkara yang sama hukumnya seperti tujuannya. Maka, berhukumlah dengan hukum ini sebagai penyempurna.” (Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah, Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah)
4. Dalam sosial media, tidak semua hal harus kita komentari atau kita tanggapi.
Kita harus memahami kaidah dalam bersosial media, yaitu:
1. Sebelum berkomentar, maka perhatikan niat kita
Pikirkan dahulu sebelum berkomentar di sosial media. Tujuan kita harus karena Allah.
2. Yang disampaikan adalah benar. Kroscek lebih dahulu kebenarannya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujurat: 6)
3. Harus benar dari sisi penyampaiannya.
Seseorang harus benar dalam menyampaikan. Ketika seseorang sudah mengenal Sunnah, maka dia harus menyampaikannya dengan baik.
4. Efeknya positif
Pikirkan jika apa yang kita share di sosial media harus memiliki efek yang baik. Jangan sampai menjadi mudhorot.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,
إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ المَشْرِقِ
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya dia terlempar ke neraka sejauh antara jarak ke timur.” (HR. Bukhari No. 6477 dan Muslim No. 2988)
Orang yang berhijrah dengan Tauhid dan Aqidah yang benar, maka dia akan mudah meninggalkan maksiatnya.
Seperti halnya para Sahabat ketika turun surat pengharaman khamr, mereka langsung membuang khamr-khamr tersebut ke selokan. Itu karena kuatnya Tauhid dan Aqidah mereka.
5. Ungkapan kita di sosial media sangat rentan menjadi permusuhan dengan setan
Allah Ta'ala berfirman:
وَقُل لِّعِبَادِى يَقُولُوا۟ ٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ ٱلشَّيْطَٰنَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ ٱلشَّيْطَٰنَ كَانَ لِلْإِنسَٰنِ عَدُوًّا مُّبِينًا
Dan katakanlah kepada hamha-hambaKu: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS. Isra' : 53)
Berusahalah untuk terus memiliki sikap kasih sayang dan berlemah lembut. Ketika ada kesalahan dari orang lain, maka sampaikan dengan kelemahlembutan.
Allah Ta’ala berfirman.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
“Dengan sebab rahmat Allah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentu mereka menjauh dari sekelilingmu” (QS. Ali Imran : 159)
Salah satu tugas terberat kita adalah bagaimana kita bisa menyampaikan sunnah dan menyampaikan akhlak yang baik. Berusaha untuk menyampaikan dakwah dengan penuh pertimbangan.
Dalam sebuah riwayat dalam Shahihain, diceritakan bahwa Mu’adz bin Jabal shalat Isya bersama Rasulullah ﷺ lalu pulang ke masjid kampungnya di Bani Salimah (sekarang dikenal dengan Masjid Qiblatain) dan mengimami shalat orang-orang di sana dengan membaca surat Al Baqarah. Ada seorang laki-laki yang keluar dari barisan dan shalat sendiri. Maka setelah itu Mu’adz menegurnya. Laki-laki ini tidak terima lalu mengadu kepada Rasulullah bahwa Mu’adz shalatnya panjang, sedangkan dia telah lelah bekerja seharian. Rasulullah pun menegur Mu’adz, lalu bersabda, “Sesungguhnya di antara kalian ada yang membuat lari orang lain.”
Waktu dan tempat yang tidak tepat bisa membuat orang justru lari dari dakwah. Maka kita harus mengetahui waktu dan tempat yang tepat.
5. Kita harus bisa membedakan yang mana ranah pribadi dan mana ranah publik
Jangan sampai ketika ada orang yang menyampaikan sesuatu kepada kita secara pribadi, kemudian kita sampaikan lagi secara publik.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila ada seseorang yang mengajak bicara dan sebelum berbicara dia menoleh ke kanan dan kiri lebih dulu, maka itu rahasia, itu amanah.” (HR. Tirmidzi No. 1959)
Pribadi adalah salah satu yang menjadi privilege di dalam Islam.
6. Tidak semua hal yang baru kita lihat dan dengar langsung kita share
Saat ini banyak orang yang asal share postingan. Ini berbahaya sekali.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Cukuplah seseorang (dikatakan) berdusta, (jika) ia menyampaikan setiap apa yang ia dengar." (HR. Muslim No. 6)
7. Hati-hati terhadap ghibah di sosial media.
Kalau di dunia nyata saja kita harus berhati-hati terhadap ghibah, maka kita harus lebih berhati-hati lagi di sosial media.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih tahu.” Nabi ﷺ berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ﷺ ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi ﷺ, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , Rasulullah ﷺ bersabda, “Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat radhiyallahu anhuma menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau ﷺ bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amalan) shalat, puasa dan zakat. Tetapi dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.” (HR. Muslim No. 2581)
Kita harus berpikir ulang jika ingin membicarakan orang lain atau mengghibahi mereka, karena ghibah akan menjadikan kita rugi di hari Kiamat.
8. Waspada dengan fitnah di sosial media
Ketika ada isu yang kita temukan di sosial media, maka lebih baik kita jauhkan.
Dari al Miqdad bin al Aswad radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Demi Allah. Aku telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang dijauhkan dari fitnah. Dan barangsiapa yang mendapat ujian lalu bersabar, maka alangkah bagusnya”. (HR. Abu Daud)
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِۦٓ أَزْوَٰجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
"Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. Thaha : 131)
9. Masalah yang ada diserahkan kepada ulil amri
Ketika kita melihat sebuah permasalahan di sosial media, maka jangan berkomentar sampai ulil amri yang menetapkan.
Di antara sifat orang Yahudi adalah mereka senang menyampaikan berita yang belum jelas kebenarannya.
10. Hati-hati ketika membagikan postingan dakwah
Seringkali ketika kita menyebarkan dakwah, justru kita terjatuh dalam kesalahan.
Imam Malik rahimahullah berkata,
"Aku tidak akan berfatwa, hingga telah bersaksi 70 ulama bahwa aku ahli dalam hal itu."
Lebih baik lagi ketika kita mengamalkan sebuah ilmu terlebih dahulu sebelum menyampaikan ilmu tersebut kepada orang lain.
11. Hati-hati terhadap fitnah lawan jenis
Jangan pernah membuka fitnah dengan lawan jenis.
Atho' bin Rabah rahimahullah berkata,
“Jika aku diamanahi untuk menjadi penjaga baitul mal maka aku yakin akan mampu menjaga amanah, namun aku tidak pernah merasa aman dari (fitnah wanita) sekalipun terhadap seorang budak wanita hitam yang jelek." (Siyar, 5/87).
Dari Usamah Bin Zaid radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari No. 5096 dan Muslim No. 2740)
Tidak ada cara yang paling ampuh untuk menghindari fitnah wanita adalah dengan tidak membuka pintu untuk mereka masuk.
No comments:
Post a Comment