Wednesday, 14 May 2025

Kajian Rabu: Menjadi yang Terbaik // Ustadz Firanda Andirja hafizhahullah

Kajian Rabu // The Rabbaanians
Menjadi yang Terbaik
Oleh: Ustadz Firanda Andirja hafizhahullah
Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Rabu, 17 Dzulqo'dah 1446 / 14 Mei 2025

Kita sudah terbiasa mencari penilaian audiens, kita terbawa dengan sendirinya. Apalagi yang suka membuat konten, ia terbawa dengan penilaian, sehingga kita menjadi lalai untuk menjadi yang terbaik di sisi Allah. Kondisi yang menjadikan seperti itu, karena kita berinteraksi dengan sosial media, sehingga kita lupa dan menjadi lalai untuk beribadah kepada Allah.

Orang yang menjadi terbaik di mata manusia, belum tentu menjadi yang terbaik di sisi Allah.

"Pada hari dinampakkan segala rahasia" (QS. Ath-Thariq : 9)

"Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya. Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain)." (QS. Al Waqi'ah : 1-3)

“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling bertaqwa.” (QS Al Hujuraat: 13)

Untuk meraih yang terbaik, maka paramaternya harus di hadapan Allah.

Orang yang terbaik di sisi Allah terkadang dia yang dipandang sebelah mata oleh manusia.

Suatu hari ada seseorang melewati Rasulullah ﷺ yang sedang bersama para Sahabat.
Rasulullah ﷺ berkata kepada para Sahabat, “Bagaimana menurut kalian tentang orang ini?”

Maka mereka menjawab: “Orang ini, kalau dia melamar pasti sangat mudah untuk diterima, kalau dia memberi syafaat maka mudah untuk diterima syafaatnya, kalau dia bicara akan didengar.”

Kemudian Rasulullah ﷺ pun diam.

Tidak lama kemudian lewatlah seorang lelaki dari kaum fuqara (miskin), maka Rasulullāh shallallāhu ‘alaihi wasallam bertanya kepada para shahabat: “Bagaimana menurut kalian tentang orang ini?”

Mereka berkata:
“Orang ini, kalau melamar tidak diterima, kalau memberi syafaat tidak diterima, kalau dia ngomong tidak didengar.”

Maka Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang yang kedua ini (yang miskin) lebih baik dari pada sepenuh bumi orang pertama tadi.” (HR. Bukhari, dan Fathul Bari No. 6447)

Di sini sangat jelas bahwasannya kebanyakan orang menilai seseorang dengan masalah dunia, tapi Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa orang ini (orang yang kedua) lebih mulia di sisi Allah dari ketaqwaannya dibandingkan dengan orang yang kaya tadi, kenapa?

Karena penilaian Allah adalah masalah hatinya (yang ada di hati).

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kalian, tidak melihat penampilan kalian tapi Allāh melihat hati kalian.” (HR Muslim No. 4650)

Dari Usair bin Jabir, ia berkata,
Umar bin Al Khattab ketika didatangi oleh serombongan pasukan dari Yaman, ia bertanya, “Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bernama Uwais bin ‘Amir?” Sampai ‘Umar mendatangi ‘Uwais dan bertanya, “Benar engkau adalah Uwais bin ‘Amir?” Uwais menjawab, “Iya, benar.” Umar bertanya lagi, “Benar engkau dari Murod, dari Qarn?” Uwais menjawab, “Iya.”

Umar bertanya lagi, “Benar engkau dahulu memiliki penyakit kulit lantas sembuh kecuali sebesar satu dirham.”

Uwais menjawab, “Iya.”

Umar bertanya lagi, “Benar engkau punya seorang ibu?”

Uwais menjawab, “Iya.”

Umar berkata, “Aku sendiri pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”

Umar pun berkata, “Mintalah pada Allah untuk mengampuniku.” Kemudian Uwais mendoakan Umar dengan meminta ampunan pada Allah.

Umar pun bertanya pada Uwais, “Engkau hendak ke mana?” Uwais menjawab, “Ke Kufah”.

Umar pun mengatakan pada Uwais, “Bagaimana jika aku menulis surat kepada penanggung jawab di negeri Kufah supaya membantumu?”

Uwais menjawab, “Aku lebih suka menjadi orang yang lemah (miskin).”

Tahun berikutnya, ada seseorang dari kalangan terhormat dari mereka pergi berhaji dan ia bertemu ‘Umar. Umar pun bertanya tentang Uwais. Orang yang terhormat tersebut menjawab, “Aku tinggalkan Uwais dalam keadaan rumahnya miskin dan barang-barangnya sedikit.” Umar pun mengatakan sabda Rasulullah ﷺ, “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”

Orang yang terhormat itu pun mendatangi Uwais, ia pun meminta pada Uwais, “Mintalah ampunan pada Allah untukku.”

Uwais menjawab, “Bukankah engkau baru saja pulang dari safar yang baik (yaitu haji), mintalah ampunan pada Allah untukku.”

Orang itu mengatakan pada Uwais, “Bukankah engkau telah bertemu ‘Umar.”

Uwais menjawab, “Iya benar.” Uwais pun memintakan ampunan pada Allah untuknya.

“Orang lain pun tahu akan keistimewaan Uwais. Lantaran itu, ia mengasingkan diri menjauh dari manusia.” (HR. Muslim No. 2542)

Sebaik-baik Tabi'in adalah Uwais Al Qorni.

Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku,
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?”

Aku menjawab, “Ya”

Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi ﷺ lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.’

Nabi ﷺ berkata, "Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu."

Wanita itu menjawab, "Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap."

Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Beliau berkisah tentang seorang wanita yang biasa membersihkan masjid (di masa Nabi).

Nabi ﷺ menanyakan tentang kabar wanita itu, para sahabat menjawab, “Ia telah meninggal.”
"Mengapa kalian tidak mengabariku?” Tanya Nabi ﷺ kepada sahabatnya.

Para sahabat mengira, bahwa pekerjaannya tersebut tidak terlalu terpandang.

“Tunjukkan aku makamnya”, pinta Rasulullah ﷺ.

Merekapun menunjukkan makam wanita tersebut, kemudian beliau mensholatkannya” (Muttafaqun ‘ alaihi).

Sampai Rasulullah ﷺ saja menyempatkan diri untuk menyolatkan jenazahnya, meski sudah dikuburkan. Sebuah kemuliaan bila orang termulia saja sampai menegur para sahabatnya, karena lupa mengabarkan perihal kematiannya. Saat beliau tahu bahwa perempuan tersebut telah dikuburkan, beliau sempatkan diri untuk tetap menshalati jenazahnya, meski sudah dimakamkan." (HR. Bukhari)

Marilah kita sama-sama instropeksi diri, sejauh mana kepedulian kita terhadap akhirat.

Untuk menjadi yang terbaik, ada 2 cara, yaitu:
1. Memperbaiki hubungan dengan Allah, bagaimana interaksi kita dengan Allah, bagaimana kita bersikap, bagaimana shalat-shalat kita.

Bagaimana untuk bisa memperbaiki hubungan dengan Allah?
✓ Kita berusaha untuk mencari dan mengamalkan amalan yang Allah paling cintai.

Orang yang paling baik di dunia ini ada 2 yaitu, Nabi Ibrahim 'alayhissalam dan Nabi Muhammad ﷺ.

Semakin kita dicintai oleh Allah, maka derajat kita akan semakin tinggi.

Sifat yang menjadikan orang dicintai Allah
1. Menjadi orang yang penyabar
"Allah menyukai orang-orang yang sabar." (QS. Ali Imran : 146)

"Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al Baqarah : 153)

Semakin kita sabar, maka Allah semakin mencintai kita.

"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya". (QS. Yusuf : 86)

2. Bertaqwa
Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa. Tinggalkan dosa besar dan dosa kecil.

"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya." (QS. Al A'raaf : 201)

"Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Rabbnya ada dua surga” (QS. Ar Rahman : 46)

3. Orang-orang yang berbuat baik
Allah Ta'ala berfirman:
"Karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al Baqarah : 195)

Ihsan terdiri dari dua tingkatan.
Tingkatan pertama: Bahwa manusia menyembah Rabbnya seolah-olah dia melihat-Nya dalam  melaksanakan ibadah yang bersifat permohonan (ibadah thalab), rasa rindu, mengharap dan cinta. Dia meminta kepada Dzat yang dicintanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia menuju dan menyembahNya seolah-olah melihatNya. Ini adalah tingkatan yang tertinggi dari dua tingakatan ihsan, yaitu engkau menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala seolah-olah melihatNya”.

Tingkatan kedua: Apabila  saat dirimu  menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak bisa bersikap seakan-akan melihat-Nya dan memintaNya, maka sembahlah Dia seakan-akan Dia melihatmu, sebagai penyembahan orang yang takut dariNya, berlari dari siksa dan hukumanNya, merendahkan diri bagiNya ” maka jika engkau tidak bisa (seolah-olah) melihatNya, maka sesungguhnya Dia Subhanahu wa Ta’ala melihatmu”.

Makna Ihsan hilang ketika kita terlalu banyak berinteraksi dengan manusia, seperti di sosial media.

4. Adil
Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al Hujuraat : 9)

Kita harus bersikap adil.
Adil terhadap istri jika lebih dari satu, adil terhadap anak-anak. Adil dalam bersikap, meskipun kepada musuh.

"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa." (QS. Al Maidah : 8)

5. Qana'ah
Orang yang tidak bersyukur atas nikmat dari Allah, maka dia tidak akan dicintai oleh Allah.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh beruntung orang yang berislam, memperoleh kecukupan rezeki dan dianugerahi sifat qana’ah atas segala pemberian” (HR. Tirmidzi)

6. Tidak suka tampil
Ketika seseorang tidak suka tampil dan lebih menyukai kesendirian, dia akan menjadi orang yang ikhlas dalam beribadah kepada Allah.

7. Zuhud terhadap dunia

Dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ada seseorang datang kepada Nabi ﷺ lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amal yang apabila aku lakukan, Allah mencintaiku dan manusia juga mencintaiku.” Beliau menjawab, “Zuhudlah di dunia, maka Allah akan mencintaimu. Begitu pula, zuhudlah dari apa yang ada di tangan manusia, maka manusia akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan – sebagaimana dinukil oleh muridnya, Ibnu al-Qayyim – bahwa zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan akhirat.

Semua perkara yang tidak membawa manfaat bagi akhirat, maka tidak perlu dilakukan.

8. Melakukan amalan yang rutin walaupun sedikit
Suatu ketika Rasulullah ﷺ masuk ke masjid. Ia melihat ada tali memanjang yang diikat antara dua tiang. Rasulullah ﷺ melihatnya dengan heran. Lalu bertanya kepada para sahabat yang kebetulan ada di sana, “Tali apakah kiranya ini?” Orang-orang menjawab, “Milik Zainab binti Jahsy”.

Rasulullah ﷺ bertanya, “Untuk apakah dia merentangkan tali seperti itu?” Orang-orang menjawab, “Jika ia merasa lelah dalam mengerjakan shalat, maka dia menggantung pada tali itu. ” Rasulullah ﷺ kemudian menyuruh untuk melepaskan tali itu. “Jangan, lepaskan tali itu. Hendaknya di antara kalian shalat sesuai dengan kemampuan saja. Jika lelah dan tidak mampu berdiri, bisa shalat dengan duduk.” (HR. Bukhari)

9. Shalat di awal waktu
Dari Ummu Farwah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, amalan apakah yang paling afdhol. Beliau pun menjawab, “Shalat di awal waktunya.” (HR. Abu Daud No. 426)

10. Carilah keridhoan Allah
Di antara amalan yang membuat Allah ridho
1. Senantiasa memuji Allah meskipun pada nikmat yang dianggap sepele
Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya Allah ridho pada seorang hamba ketika dia menyantap makanan lalu dia memuji Allah atas makanan itu, atau minum lalu dia memuji Allah atas minuman itu." (HR. Muslim No. 2734)

2. Ketika terkena musibah, kita berusaha untuk memuji Allah
Rasulullah ﷺ bersabda ketika anaknya, Ibrahim meninggal dunia,
“Sungguh mata menangis dan hati bersedih, akan tetapi tidak kita ucapkan kecuali yang diridhai oleh Allah, dan sungguh kami sangat bersedih berpisah denganmu wahai Ibrahim.” (HR. Bukhari No. 1303)

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika anak seorang hamba meninggal, Allah berfirman kepada para malaikatNya, ‘Kalian telah mencabut anak hambaKu.’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ (Allah Ta’ala) berfirman, ‘Kalian telah mencabut buah hatinya.’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ (Allah Ta’ala) bertanya, ‘Apa yang dikatakan hambaKu.’ Mereka menjawab, ‘Dia memujiMu dan mengucapkan istirja’.’ Allah berkata, ‘Bangunlah untuk hambaKu satu rumah di surga, dan berilah nama dengan Baitulhamd’.” (HR. Tirmidzi No.1021 dan Ahmad dalam Al-Musnad No. 19725)

3. Mencari muka di hadapan Allah dengan kemurkaan manusia
Dari seseorang penduduk Madinah, ia berkata bahwa Mu’awiyah pernah menuliskan surat pada ‘Aisyah -Ummul Mukminin- radhiyallahu ‘anha, di mana ia berkata, “Tuliskanlah padaku suatu nasihat untuk dan jangan engkau perbanyak.” ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pun menuliskan pada Mu’awiyah, “Salamun ‘alaikum (keselamatan semoga tercurahkan untukmu). Amma ba’du. Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridho manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia.” (HR. Tirmidzi no. 2414 dan Ibnu Hibban no. 276

2. Memperbaiki hubungan dengan sesama manusia
Ketika kita memperbaiki hubungan dengan sesama, maka ini harus ikhlas kepada Allah. Kapan kita hanya mencari sanjungan manusia, maka ini bahaya.

Di antara hal yang membuat Allah ridho dengan memperbaiki hubungan dengan sesama manusia adalah:
1. Berusaha menjadi suami terbaik bagi istrinya
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku“ (HR. Tirmidzi No. 3895 dan Ibnu Majah No. 197)

Berkatalah yang baik terhadap istri. Di balik kekurangannya, masih ada kebaikannya.

2. Berusaha menjadi yang terbaik bagi tetangga
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berbuat baik kepada terangganya." (HR. Bukhari No. 4787 dan Muslim No. 69)

Jabir radhiyallau ‘anhu bercerita bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (Shahihul Jami’ No. 3289)

Jika kita ingin menjadi pemimpin atau pejabat, maka jadilah seorang pemimpin yang adil.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
“Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allâh.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR. Bukhari No. 660, 1423, 6479, 6806, dan Muslim No. 1031)

3. Berusaha menjadi yang terbaik dalam membayar hutang
Nabi  ﷺ pernah meminjam seekor unta muda dari seseorang, lalu beliau mengembalikan berupa unta pilihan lagi bagus seraya bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” Muttafaqun ‘alaih)

Ketika kita ditakdirkan memiliki hutang, maka jadilah orang yang beradab dalam membayar hutang. Jangan dzalim.

4. Menjadi orang yang ketika orang lain melihat, membuat mereka ingat kepada Allah

Dari Asma bintu Yazid ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Maukah aku kabarkan kepada kalian orang yang terbaik?" Mereka berkata, "Mau wahai Rasulullah."

Beliau ﷺ bersabda, "Yaitu orang-orang yang apabila dilihat, membuat ingat kepada Allah."

Beliau bersabda, "Maukah aku beritahu siapa orang terburuk?" Mereka berkata, "Mau wahai Rasulullah."

Beliau ﷺ bersabda, "Yaitu orang yang berjalan mengadu domba. Menceraikan orang-orang yang saling mencintai dan menyusahkan orang yang tak berdosa." (HR. Ahmad)

No comments:

Post a Comment