Wednesday, 7 May 2025

Kajian Rabu: Kitab Dosa-Dosa Besar - Menunda Panggilan atau Perintah Suami // Ustadz Khalid Basalamah hafizhahullah

Kajian Rabu
Kitab Dosa-Dosa Besar karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
Dosa ke-200: Menunda Kewajiban
Oleh: Ustadz Khalid Basalamah hafizhahullah
Rabu, 10 Dzulqo'dah 1446 / 7 Mei 2025
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan

Poin #7 - Menunda Panggilan atau Perintah Suami

Allah memilih dan menciptakan hanya 2 jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Allah memilih seorang pemimpin dari salah satunya, yaitu suami.

Dari Abu Hurairah Radhyallahu anhu ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Kalian jangan saling mendengki, jangan saling najasy, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi. Janganlah sebagian kalian membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh mendzaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya. Taqwa itu di sini –beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali-. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap orang Muslim, haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim lainnya." (HR. Muslim)

Jika seorang wali perempuan, ketika dia telah menikahkan anaknya, maka dengan akad nikah, kewajiban tersebut berpindah dari sang wali (Ayah) kepada suami anaknya tersebut.

Segerakan pernikahan ketika seseorang khawatir terjerumus ke dalam zina, atau jika dia mau menjalankan sunnah Nabi ﷺ.

Di antara bentuk ketaatan kepada Allah adalah taat kepada suami. Banyak suami menggunakan dalil-dalil sebagai senjata untuk menjatuhkan istrinya. Begitupun istri, banyak yang keluar dari koridor syariah karena membangkang kepada suami atau dalam istilah syariat disebut sebagai nusyuz.

Jangankan menolak, seorang istri yang menunda perintah suami saja sudah terkena dosa. Haram hukumnya. Apapun yang diperintahkan suami, istri harus bisa melakukannya selama bukan dalam perkara maksiat kepada Allah.

Yang paling aman di dalam rumah tangga adalah saling komunikasi dengan pasangan. Yang menilai rumah tangga baik atau tidak, benar atau salah, semuanya adalah Islam. Maka di dalam rumah tangga harus selalu mengacu kepada Islam, bukan budaya atau tradisi.

Abu Darda’ berkata kepada istrinya,
“Jika engkau melihatku marah, maka redakanlah kemarahanku. Jika aku melihatmu marah kepadaku, maka aku meredakanmu. Jika tidak, kita tidak harmonis.”

Dari Jabir radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat (setan) seperti engkau” (HR Muslim IV/2167 No 2813)

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak ajakan suaminya melainkan yang di langit (penduduk langit) murka pada istri tersebut sampai suaminya ridho kepadanya.” (HR. Muslim No. 1436)

Kebanyakan wanita menolak ajakan suami dikarenakan ego dan perasaannya, juga karena lingkungan teman-temannya yang memengaruhinya.

Ketika istri melakukan semua perintah suami, dia taat, maka suami harus menambah perhatian dan sayangnya kepada istri.

Seorang pemimpin, semakin ia dihormati, maka ia akan semakin menaungi. Namun jika dia dibantah atau ditentang, maka ia akan semakin menghancurkan penentangnya.

Dari Abu Said Al Khudri radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
“Seseorang datang menemui Rasulullah ﷺ disertai anak perempuannya. Kemudian dia berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya anakku ini, dia enggan untuk menikah.”

Maka Rasulullah ﷺ berkata kepada perempuan tersebut, “Patuhilah bapakmu.”

Perempuan itu berkata, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebanaran, aku tidak mau menikah sampai Engkau mengabarkan kepadaku apa hak suami yang wajib ditunaikan istri.” Dia terus mengulang-ulang permintaan tersebut.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Hak suami yang wajib ditunaikan istri itu bagaikan jika suami memiliki luka, lalu sang istri menjilati luka tersebut, atau jika dari kedua lubang hidung suami keluar nanah atau darah, kemudian sang istri menjilatinya, belumlah dinilai memenuhi hak suami.” 

Perempuan itu berkata, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebanaran, aku tidak akan menikah selamanya.” 

Rasulullah ﷺ bersabda kepada sang ayah, “Janganlah Engkau menikahkannya, kecuali dengan seizinnya.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, 4: 303; Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, 7: 291; An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra, 3: 383)

Nabi ﷺ mewasiatkan terhadap mereka di akhir kehidupannya, dan hal itu pada haji Wada’.
“Ingatlah, berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka itu (bagaikan) tawanan di sisi kalian. Kalian tidak berkuasa terhadap mereka sedikit pun selain itu, kecuali bila mereka melakukan perbuatan nista. Jika mereka melakukannya, maka tinggalkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Jika ia mentaati kalian, maka janganlah berbuat aniaya terhadap mereka. Mereka pun tidak boleh memasukkan siapa yang tidak kalian sukai ke tempat tidur dan rumah kalian. Ketahui-lah bahwa hak mereka atas kalian adalah kalian berbuat baik kepada mereka (dengan mencukupi) pakaian dan makanan mereka.” (HR. At-Tirmidzi No. 1163)

Di antara hikmah Allah menikahkan Rasulullah ﷺ dengan Khadijah adalah karena pekanya Khadijah sehingga ia melayani Rasulullah ﷺ dengan sangat baik.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata
“Pada suatu ketika Jibril pernah datang kepada Rasulullah ﷺ sambil berkata, ‘Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah. Ia datang kepada engkau dengan membawa wadah berisi lauk pauk, atau makanan atau minuman.’ ‘Apabila ia datang kepada engkau, maka sampaikanlah salam dari Allah dan dariku kepadanya. Selain itu, beritahukan pula kepadanya bahwa rumahnya di surga terbuat dari emas dan perak, yang di sana tidak ada kebisingan dan kepayahan di dalamnya.’” (HR. Bukhari No. 3820 dan Muslim No. 2432)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
“Wanita-wanita yang paling utama sebagai penduduk surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim (istri Fir’aun) dan Maryam binti ‘Imran.” (HR. Ahmad, 1:293)

Di antara tugas istri kepada suami adalah untuk mendampingi, bukan mengawasi. Sudah ada malaikat yang mengawasi di kanan dan kiri kita sehingga tidak perlu lagi menjadi pengawas terhadap pasangan.

Seorang istri harus bisa membuat suaminya ridho.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, seorang wanita tidak akan bisa menunaikan hak Allah sebelum ia menunaikan hak suaminya. Andaikan suami meminta dirinya padahal ia sedang berada di atas punggung unta, maka ia (istri) tetap tidak boleh menolak.” (Ibnu Majah No. 1853), Ahmad, IV/381, Ibnu Hibban No. 1290 dalam al-Mawaarid)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu Subuh” (HR. Bukhari No. 5193 dan Muslim No. 1436)

Seorang istri sangat dianjurkan untuk bisa berpenampilan yang bisa membuat suami tertarik, terlihat cantik, berdandan, bahkan untuk berpakaian seksi di hadapan suami.

Allah Ta'ala berfirman:
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. An Nisaa : 34)

Ketika istri tidak mau melayani suami, maka hajr atau pisahkan dia dari ranjang. Jika dia masih tidak mau melayani, maka pukul-lah istri dengan pukulan yang tidak meninggalkan luka. Jika masih tetap tidak mau melayani suami, maka istri boleh diceraikan dan suami menikah lagi untuk membangun rumah tangga dengan wanita shalihah.

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku“ (HR. At Tirmidzi No. 3895 dan Ibnu Majah No. 1977)

No comments:

Post a Comment