Aku Mencintaimu Karena Allah
Penampilan Terjaga, Rumah Tangga Bahagia
Oleh: Ustadz Nizar Sa'ad Jabal hafizhahullah
Masjid Darsyafii, Pejaten, Jakarta Selatan
Sabtu, 16 Muharram 1447 / 12 Juli 2025
Pada pertemuan ke-9, kali ini kita akan membahas satu pembahasan yang sangat penting di dalam rumah tangga, dan itu tidak bisa disepelekan, walaupun banyak yang menganggap itu tidak penting.
Penampilan suami atau istri di dalam rumah bukan hanya sekadar berpakaian, tapi penampilan di dalam rumah mencakup kondisi rumah itu sendiri. Itu berpengaruh besar terhadap keharmonisan dan kenyamanan rumah tangga itu sendiri. Artinya, membuat orang nyaman dipengaruhi oleh lingkungan orang yang berada di sana.
Ini bisa kita lihat dengan jelas. Restoran berbondong-bondong memberikan tempat yang nyaman. Mereka berlomba-lomba untuk melakukan training kepada pelayan-pelayan mereka agar bisa menyajikan, menampilkan, memberikan pelayanan yang nyaman, enak kepada orang-orang yang berada di sana. Begitupun area perkantoran, mereka pun ingin menyajikan yang sama, dengan tujuan yang sama, yaitu agar semua yang berada di situ merasa nyaman dan betah. Sampai taman-taman pun dibuat bukan hanya sekadar kesehatan bagi masyarakat sekitar, tetapi juga untuk menciptakan kenyamanan.
Ini hal yang memang dilakukan banyak orang dalam lini atau bidang masing-masing. Kalau hal itu benar-benar tidak dipedulikan, maka keharmonisan, kenyamanan, sakinah itu bisa hilang. Makanya ini jadi bahasan yang perlu kita ingat.
Apakah syariat Islam juga memerhatikan hal yang seperti ini? Pasti. Islam pasti memerhatikan itu, terutama berkaitan dengan masalah keluarga agar terlahir pada diri mereka masing-masing sakinah, kenyamanan, keharmonisan bagi mereka semua.
Allah Mencintai Keindahan
Kita perlu lihat secara umum, bahwa Allah mencintai keindahan. Allah itu indah. Begitu pula pada diri hambaNya, Allah mencintai keindahan.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ. قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قَالَ : إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.
Dari Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi ﷺ, Beliau ﷺ bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang ada kesombongan seberat biji sawi di dalam hatinya.” Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya semua orang senang bajunya bagus, sandalnya bagus, apakah itu kesombongan?” Beliau ﷺ menjawab, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. (HR. Muslim No. 2749, Ahmad, dan Ibnu Hibban)
Hadits ini menarik untuk kita renungkan bersama. Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa Kesombongan walau hanya sedikit itu akan menghalangi pelakunya dari surga. Sombong sangat berbahaya bagi diri pelakunya walaupun hanya sedikit, karena sombong adalah sifatnya iblis, dan itu dosa pertama yang dilakukan oleh makhluk. Dia merasa dirinya lebih hebat dari yang lain.
Di sinilah kecerdasan Para Sahabat radhiyallahu 'anhuma. Mereka berusaha untuk mencari indikator kesombongan.
Apakah seseorang yang ingin berpenampilan baik, kemudian sepatu, sandal, atau tasnya bagus, apakah saat itu dia dikatakan sombong?
Di sinilah Rasulullah ﷺ menjawab dengan jawaban yang luar biasa, "Sesungguhnya Allah Maha Indah, dan mencintai keindahan."
Apa keindahan Allah?
Para ulama Ahlussunnah menjelaskan bahwa:
1. Dzat Allah itu memang indah
2. Nama-nama dan sifat-sifat Allah itu indah, maknanya adalah sempurna, tidak ada kekurangan, tidak keburukan aib sekalipun. Kalau Allah memberikan rezeki kepada hambaNya, maka rezeki itu sempurna.
3. Perbuatan Allah juga indah, seperti menciptakan, menentukan rezeki dan kenikmatan pada apa yang ada dalam diri seseorang. Semua ketentuan Allah indah, baik ketentuan yang berkaitan dengan alam, individu, atau yang berkaitan dengan syariat. Semua tidak ada yang cacat dan kekurangan.
Kalau kita menilai dengan hawa nafsu dan selera, hidup ini akhirnya akan capek, karena semuanya diukur dengan keinginan pribadi.
Apapun yang Allah tentukan, tetapkan dan perbuat, semuanya adalah keindahan dan sempurna. Fisik, penampilan, dan bahkan wajah kita akan dipenuhi dengan keindahan.
Sombong bukanlah kita memakai pakaian baru, sepatu baru, sandal baru, atau tas baru. Sombong yang dimaksud adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.
Ada di antara para ulama yang memiliki sifat sombong. Begitupun dengan orang yang belajar di majelis ilmu, mereka juga memiliki sifat sombong. Ini adalah hal yang berbahaya.
Muhammad bin Shalih Al-Ustaimin rahimahullah berkata:
"Sabda Rasulullah ﷺ (mencintai keindahan) yaitu memperindah diri, mencintai seseorang yang memperindah pakaiannya, sendalnya, badannya, dan semua urusannya. Karena keindahan itu menarik hati untuk mencintainya, menjadikan orang lain mencintainya. Berbeda dengan penampilan lusuh, dia kotor pada rambutnya, atau pakaiannya. Oleh karena itu Beliau ﷺ mengatakan (Sesungguhnya Allah indah dan mencintai keindahan)" (Syarah Riyadhu Ash-Shalihin, 3/542)
Mula Ali Qari berkata:
"Sabda Rasulullah ﷺ (seseorang yang ingin pakaiannya baik dan sandalnya baik) yaitu tanpa memerhatikan pandangan orang, dan apa yang terlahir darinya berupa kesombongan, sum'ah, dan riya'. Tanda kejujurannya adalah dia mencintai itu juga di saat dia sendiri." (Mirqothu Al-Mafathih 8/3189)
Ketika kita berpakaian rapi karena agar dihargai orang, maka itu adalah penyakit. Berarti dia berbuat karena ingin mendapatkan sanjungan. Perbedaannya sangat tipis. Maka hendaknya kita berpakaian indah dan rapi adalah karena Allah Maha Indah. Allah tidak melihat penampilan, tapi Allah melihat hati kita.
Berpakaian rapi adalah bagian dari rasa syukur kepada Allah.
Seseorang yang paling baik adalah yang paling baik akhlaqnya. Seseorang yang paling baik akhlaqnya adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap keluarganya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
"Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaqnya terhadap keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku." (HR. Tirmidzi dan ad-Darimi)"
Berpenampilan rapi yang lebih utama di saat seseorang di dalam rumah. Maknanya bukanlah jenis pakaiannya, tetapi pakaian yang rapi dan bersih. Ketika dia berpakaian bukan karena penilaian orang, maka dia akan mendapatkan pahala ketika merujuk kepada kalimat Allah Maha Indah, dan Allah mencintai keindahan.
Dari Abu Al-Ahwash dari Ayahnya berkata: "Aku menemui Nabi ﷺ dengan baju yang lusuh. Beliau ﷺ bertanya: "Apa kamu punya harta?" Dia menjawab: iya. Beliau bertanya: apa jenisnya? Dia berkata: Allah memberiku berupa unta, kambing, kuda, dan budak sahaya. Beliau bersabda: "Jika Allah memberimu harta, hendaknya nikmat Allah itu terlihat pada dirimu dan kemuliaannya." (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i)
Siapakah yang paling berhak mendapatkan keindahan itu?
Dari Aisyah, semoga Allah meridhoinya, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik pada keluarganya, dan aku yang paling baik di antara kalian dengan keluargaku. Jika teman kalian wafat doakan dia." (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ad-Darimi, dan Ibnu Hibban)
Suami Berpenampilan Baik dan Rapi di Hadapan Istrinya
Bahasan ini sering kali dipahami hanya berkaitan dengan istri saja. Tetapi suami melupakan dirinya, seolah suami bebas berpenampilan yang tidak baik di rumah dan di hadapan istrinya.
Hafshah jadi sebab turunnya ayat,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Tahrim: 1).
Dalam Shahihain dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia mengatakan, “Rasulullah ﷺ minum madu di tempat Zainab binti Jahsy dan tinggal bersamanya. Aku membuat kesepakatan dengan Hafshah bahwa siapa pun dari kami yang ditemui beliau hendaknya ia menanyakan kepada beliau, apakah engkau makan maghafir? Aku mencium bau maghafir darimu. Beliau pun mengatakan, “Tidak, akan tetapi aku minum madu di tempat Zainab binti Jahsy. Aku tidak akan mengulangi lagi. Aku pun sudah bersumpah. Jangan diberitahukan itu kepada siapa pun.” (HR. Bukhari No. 4912 dan Muslim No. 1474)
Rasulullah ﷺ tidak suka masuk ke dalam rumah dalam keadaan bau tidak sedap. Beliau bersiwak sebelum masuk ke dalam rumah.
Dari Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, dia berkata,
سَأَلْتُ عَائِشَةَ قُلْتُ بِأَىِّ شَىْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ قَالَتْ بِالسِّوَاكِ
Aku bertanya pada Aisyah, “Apa yang Nabi ﷺ lakukan ketika mulai memasuki rumah beliau?” Aisyah menjawab, “Bersiwak” (Muttafaqun ‘alaihi)
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan pergaulilah istri dengan baik." (QS. An-Nisaa` :19)
Al-Qurthubi menjelaskan:
"Sebagian para ulama tafsir mengatakan itu adalah suami yang berpenampilan baik 1untuk istrinya, sebagaimana istrinya berpenampilan baik untuk suaminya."
Yahya bin Abdurahman Al-Hanzhali berkata,
Aku menemui Muhammad bin Al-Hanafiyah, beliau datang menemuiku dengan memakai selimut berwarna merah dan jenggotnya menetes minyak wangi. Aku berkata: "Apa ini? Beliau berkata, "Selimut ini dipakaikan istriku kepadaku dan dia yang memberikan minyak wangi ini, dia sangat menyukai ini pada diriku sebagaimana kamu menyukai pada diri mereka." (Al-Jami' Li Ahkami Al-Quran 5/97)
Ibnu Abbas, semoga Allah meridhainya, berkata:
"Sungguh aku suka berhias untuk istriku, sebagaimana aku suka dia berhias untuk diriku, karena Allah berfirman (dan mereka (perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut) (QS. Al-Baqarah: 228)
Dan aku tidak suka membersihkan (mengambil secara utuh) semua hakku padanya, karena Allah berfirman (tetapi para suami memiliki kelebihan atas mereka) (QS. Al-Baqarah: 228)". (Ibnu Abi Syaibah 19263, dan dishahihkan oleh Sa'ad As-Satsri di nomor 20404)
Istri Berpenampilan Baik dan Rapi di Hadapan Suaminya
Fenomena di kalangan istri ketika mereka berada dalam rumah: banyak dari mereka kurang memperhatikan penampilan diri, baik pada badannya, pakaiannya, kerapian rumah, dan kamarnya.
Apakah ini berdampak buruk?
PINTU SETAN
Tentu, setan tidak akan membiarkan fenomena ini berjalan tanpa godaan dan tiupan setan. Suami yang pulang dari aktivitasnya mendambakan pemandangan dan sikap yang indah dari istrinya. Jika dia tidak mendapatkan itu, sedang di jalan dan di tempat kerja banyak perempuan-perempuan yang menampakkan semua itu, ini pintu besar bagi setan.
Memotong Mata Rantai Setan
Syariat Islam menetapkan:
Kewajiban istri dan suami yang menginginkan keshalihan pada dirinya untuk menutup pintu pintu keburukan dengan kuat. Yaitu, berpenampilan indah pada diri dirinya, menyajikan keindahan dan kerapian pada rumahnya.
Dari Abu Juhaifah Wahb bin ‘Abdullah berkata,
آخَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَ سَلْمَانَ ، وَأَبِى الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً . فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِى الدُّنْيَا . فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ ، فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا . فَقَالَ كُلْ . قَالَ فَإِنِّى صَائِمٌ . قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ . قَالَ فَأَكَلَ . فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ . قَالَ نَمْ . فَنَامَ ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ . فَقَالَ نَمْ . فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمِ الآنَ . فَصَلَّيَا ، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ . فَأَتَى النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « صَدَقَ سَلْمَانُ »
“Nabi ﷺ pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?” Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.”
Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.” Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali.
Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!” Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.”
Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari No. 1968)
Orang Syiah tidak mengkafirkan Salman, karena Salman orang Persia.
Kenapa mereka mengkultuskan Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, padahal anak Ali ada banyak? Kenapa hanya dari jalur Husein yang dijadikan imam 12 oleh Syiah? Karena Husein punya istri orang Persia.
Mempersaudarakan Salman dengan Abu Darda' agar tidak ada gesekan antara Muhajirin dengan Anshar karena adanya perbedaan kultur atau budaya sampai turun ayat tentang mahram dan waris.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai No. 3231 dan Ahmad 2: 251)
Al-Mula Ali Al-Qari menjelaskan makna dari sifat istri terbaik tersebut:
"Membahagiakannya, yaitu suaminya, maksudnya dia menjadikan suaminya bahagia di saat melihatnya, dia melihat pada diri istrinya:
a. Basyasyah (wajah yang selalu cerah ceria),
b. Akhlaq yang baik,
c. Lembut dalam bergaul.
Jika terkumpul pada dirinya penampilan dan akhlaq maka itulah kebahagiaan, cahaya di atas cahaya." (Mirqatu Al-Mafatiih Syarhu Misykati Al-Mashabih 5/2132)
Para ulama melihat makna dari sabda Rasulullah ﷺ "membahagiakannya ketika melihatnya" yaitu istri yang menjaga kecantikannya (menata dan merawat diri dengan baik) sehingga suami bahagia melihatnya, tentu tidak berlebihan dan diluar dari kemampuan suami, hal ini akan membantu dia untuk menjaga kehormatannya, dan menunjukan kebaikan agamanya. (Lihat Faidhu Al-Qadir, Al-Munawi, 3/481 dan At-Tanwir Syarhu Al-Jami' Ash-Shaghir, Ash-Shan'ani, 5/567)
Abdurrazzaq dalam Mushanafnya meriwayatkan:
Istri dari Ibnu Abi Ash-Shaqer bersama dengan Aisyah, lalu datang seorang perempuan, dia bertanya: "Wahai Ummul Mukminin, di wajahku tumbuh beberapa helai rambut. Apakah aku boleh mencabutnya, sehingga aku bisa berhias untuk suamiku?" Aisyah menjawab: "Singkirkan kotoran itu darimu, berhiaslahnuntuk suamimu sebagaimana kamu berhias ketika keluar untuk berziarah, jika dia menyuruhmu maka kamu harus mentaatinya jika dia bersumpah kepadamu maka penuhilah sumpahnya, dan jangan izinkan seseorang yang dia tidak sukai untuk masuk rumahnya." (Mushannaf Abdurrazzaq 5104)
Keindahan Istri
Seperti apakah berhias dan penampilan indah?
1. Keindahan akhlak.
Bentuk keindahan terlihat pada sikap dan tutur kata yang santun. Inilah keindahan yang paling utama.
2. Keindahan fisik.
Yaitu dengan berpakaian yang bagus dan indah, pakaian yang disukai pasangannya, model, warna, dan sebagainya. Dengan aroma parfum yang wangi, serta rambut dan wajah yang sangat menyenangkan ketika memandangnya.
3. Keindahan rumah.
"Memperindah rumah dan perabot rumahnl dengan cara membersihkannya dan merapikannya merupakan perkara yang dianjurkan dalam syariat."
(Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 11/274)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى فِرَاشِهِ فَلْيَأْخُذْ دَاخِلَةَ إِزَارِهِ فَلْيَنْفُضْ بِهَا فِرَاشَهُ وَلْيُسَمِّ اللهَ فَإِنَّهُ لاَ يَعْلَمُ مَا خَلَفَهُ بَعْدَهُ.
“Jika salah seorang di antara kalian akan tidur, hendaklah mengambil potongan kain dan mengibaskan tempat tidurnya dengan kain tersebut sambil mengucapkan, ‘bismillaah,’ karena ia tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalnya tadi.” (HR. Bukhari No. 6320, Muslim No. 2714, Tirmidzi No. 3401 dan Abu Dawud No. 5050)
Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad menjelaskan hadits di atas:
"Ada yang mengatakan bahwa hikmah dari itu adalah dimungkinkan ada sesuatu di atasnya berupa kotoran, atau binatang-binatang kecil, atau lainnya. Dianjurkan bagi setiap orang untuk mengibas dan membersihkan kasurnya, baik di atasnya ada sesuatu atau di atasnya tidak ada sesuatu." (Syarah Sunan Abi Dawud 13/573)
Uswatun Hasanah
Dari Anas bin Malik berkata:
"Anak Abu Thalhah dari Ummu Sulaim wafat. Lalu dia berkata kepada keluarganya: Kalian jangan sampaikan berita anaknya ini kepada Abu Thalhah, biarkan aku yang menyampaikan kepadanya. Dia berkata: Abu Thalhah datang dan dia menyiapkan makan malam, dia makan dan minum, kemudian berdandan dan berhias dengan yang lebih baik dari dandanan yang biasanya, lalu dia menggaulinya. Setelah dia melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan menggaulinya, dia berkata: Wahai Abu Thalhah, bagaimana menurutmu jika ada satu kaum meminjam sesuatu kepada satu rumah, kemudian pemilik rumah itu meminta barangnya apakah mereka berhak mencegahnya? Dia menjawab: tidak. Dia berkata: berharaplah kamu pahala atas anakmu..."
(HR Bukhari No. 1301, Muslim No. 2144, dan Ahmad 13226)
Larangan-Larangan Berhias
Satu pertanyaan,
"Apakah istri bebas berhias dan berdandan dengan dalil menyenangkan suaminya?"
Dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Berhias sesuai dengan kemampuan finansial pada dirinya,
2. Tidak berlebihan walaupun dia memiliki kemampuan, apalagi kemampuannya kurang. Ini akan mendorong terjadinya kemaksiatan kemaksiatan untuk memenuhi hawa nafsunya.
Hal yang harus diperhatikan:
Tidak boleh berdandan dan berhiasan dengan dandanan dan hiasan yang dilarang Rasulullah ﷺ, bahkan itu termasuk dosa besar.
Dari Abdullah bin Mas'ud berkata:
لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ، وَالْوَاصِلاَتِ، وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ، وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ، الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ.
"Allah melaknat wanita yang membuat tato, wanita yang meminta di tato, wanita yang mencukur bulu alisnya, dan wanita yang merenggangkan gigi-giginya untuk keindahan. Mereka telah merubah ciptaan Allah."
Hadits ini sampai kepada seorang perempuan dari suku Asad, dia dipanggil dengan Ummu
Ya'kub. Dia berkata: telah sampai kepadaku tentang dirimu bahwa kamu melaknat ini dan ini." Beliau berkata: "kenapa aku tidak melaknat apa yang telah dilaknat Rasulullah ﷺ dan apa yang ada dalam Alquran."
Perempuan itu berkata: aku telah membaca semua Alquran tetapi saya tidak mendapati apa yang kamu ucapkan di dalamnya." Beliau berkata: "jika kamu membacanya pasti kamu akan mendapatinya. Tidakkah kamu membaca,
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya." (QS. Al Hasyr : 7)
Perempuan itu berkata: benar.
Beliau berkata: "dia telah melarang hal itu."
Perempuan itu berkata: saya melihat keluargamu melakukan. Beliau berkata: "pergilah dan lihatlah. Diapun pergi dan melihat, tetapi dia tidak melihat apapun dari apa yang diinginkan. Beliau berkata: "jika benar saya tidak akan menggaulinya." (HR. Bukhari No. 4886 dan Muslim No. 2124)
Dari Aisyah, semoga Allah meridhainya:
"Ada seorang perempuan Anshar ingin menikah, dan dia sakit, rambutnya rontok. Mereka ingin menyambung rambut. Mereka bertanya kepada Rasulullah ﷺ dan Beliau ﷺ bersabda:
لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang dipasangkan rambut."
(HR. Bukhari No. 5934 dan Muslim No. 2123. Hadits yang semisal disampaikan pula Asma bintu Abu Bakar dan Abdullah bin Umar)
Cantik yang paling indah adalah yang natural. Jangan termakan oleh rayuan sales. Kalau kita mengandalkan skincare untuk kecantikan, yang benar adalah wajah kita akan berantakan. Ketika kita terlambat menggunakannya, dan terkena panas matahari, maka itu akan berakibat buruk dengan wajah kita.
No comments:
Post a Comment