Kajian Ahad
Kitab Ar-Riyadh An-Nadhirah Fii Shahih Daril-Akhirah
Suasana Kehidupan di Alam Kubur
Oleh: Ustadz Yovin Abu Hammam hafizhahullah
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Ahad, 10 Muharram 1447 / 6 Juli 2025
Nabi ﷺ pernah berkata kepada Muadz bin Jabal radhiyallahu 'anhu:
يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ
“Wahai Mu’adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu, sungguh aku mencintaimu.”
Rasulullah ﷺ selanjutnya bersabda,
أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Aku memberikanmu nasihat, wahai Mu’adz. Janganlah engkau tinggalkan saat di penghujung shalat (di akhir shalat setelah sama) bacaan doa: Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik (Ya Allah, tolonglah aku dalam berdzikir, bersyukur dan beribadah yang baik padaMu).”
Disebutkan di akhir hadits,
وَأَوْصَى بِذَلِكَ مُعَاذٌ الصُّنَابِحِىَّ وَأَوْصَى بِهِ الصُّنَابِحِىُّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ.
“Mu’adz mewasiatkan seperti itu pada Ash Sunabihi. Lalu Ash Shunabihi mewasiatkannya lagi pada Abu ‘Abdirrahman.” (HR. Abu Daud No. 1522 dan An Nasai No. 1304. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Seorang yang bersyukur kepada Allah, maka Allah akan memberikan nikmat yang banyak.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nahl: 18)
Sesuatu yang harus kita yakini, dan ini termasuk aqidah bahwasanya seseorang sebelum berjumpa dengan Allah, dia pasti bertemu dengan alam barzakh.
Alam barzakh menjadi bahasan yang sangat penting. Orang yang selamat dari alam barzakh, maka selanjutnya lebih mudah. Namun seandainya seseorang celaka di alam barzakh, maka urusan setelahnya semakin sulit.
Hani maula ‘Utsman bin Affan meriwayatkan, bahwasanya ‘Utsman bin Affan berdiri di samping kuburan, beliau menangis tersedu-sedu, hingga jenggotnya basah, kemudian ditanyakan kepada beliau: “Engkau ini bagaimana, ketika surga dan neraka disebut, engkau tidak menangis, tapi mengapa ketika engkau di sini Anda menangis?
Maka ‘Utsman bin Affan menjawab: ‘Sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنْزِلٍ مِنْ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ
“Sesungguhnya kubur adalah tempat singgahan yang pertama di antara tempat persinggahan-persinggahan akhirat yang lainnya. Kalau dia berhasil selamat dari adzab kubur, setelah itu akan lebih mudah. Namun kalau dia tidak selamat dari adzab kubur, apa yang selanjutnya lebih dahsyat dan lebih mengerikan daripada kuburan.”
Dan beliau ﷺ juga pernah mengatakan:
مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا الْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ
“Aku tidak pernah melihat penampakan yang lebih mengerikan selain daripada kuburan.” (HR. Tirmidzi)
Sebelum membahas surga atau neraka, maka seharusnya seseorang berpikir setelah kematian apakah mendapatkan nikmat kubur atau adzab kubur. Adapun fitnah kubur itu berkaitan dengan 3 pertanyaan malaikat di alam kubur.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ – أَوْ شَابًّا – فَفَقَدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَ عَنْهَا – أَوْ عَنْهُ – فَقَالُوا مَاتَ. قَالَ « أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِى ». قَالَ فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا – أَوْ أَمْرَهُ – فَقَالَ « دُلُّونِى عَلَى قَبْرِهِ ». فَدَلُّوهُ فَصَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِى عَلَيْهِمْ ».
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa seorang wanita hitam -atau seorang pemuda- biasa menyapu masjid Nabawi pada masa Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ tidak mendapatinya sehingga beliau ﷺ menanyakannya. Para sahabat menjawab, ‘Dia telah meninggal’. Beliau ﷺ, ‘Kenapa kalian tidak memberitahukan kepadaku?’ Abu Hurairah berkata, ‘Seolah-olah mereka meremehkan urusannya’. Beliau ﷺ bersabda, ‘Tunjukkan kuburnya kepadaku’. Lalu mereka menunjukkannya, beliau pun kemudian menshalati wanita itu, lalu bersabda, “Sesungguhnya kuburan-kuburan ini dipenuhi kegelapan bagi para penghuninya, dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyinarinya bagi mereka dengan shalatku terhadap mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari sekarang kita harus memikirkan bahwa nanti kita akan mati sendiri, tidak perlu sibuk mengurusi urusan orang.
Nabi ﷺ tidak meremehkan seseorang yang membersihkan masjid, karena itu adalah pekerjaan mulia. Nabi ﷺ tidak pernah meremehkan kebaikan sekecil apapun.
Pelajaran yang bisa diambil di atas adalah:
1. Jangan pernah meremehkan kebaikan sekecil apapun
2. Bolehnya wanita haid masuk ke dalam masjid
3. Bolehnya seseorang untuk shalat jenazah di pemakaman, karena tidak ada rukuk dan sujudnya dan ada contoh dari Nabi ﷺ.
Sesekali cobalah hidup dalam kegelapan. Dahulu para Salaf membuat pemakaman kosong di dekat rumahnya. Ketika Iman mereka turun, mereka masuk ke dalam kubur tersebut sehingga mereka menangis. Tidak ada nasihat yang lebih penting daripada kematian.
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian)” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no. 2307 dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292)
Di akhir hayatnya, beliau ﷺ sering berkunjung ke makam Baqi'.
Di dalam kubur juga ada himpitan kubur.
Rasulullah ﷺ bersabda :
إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً وَلَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِياً مِنْهَا نَجَا مِنْهَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ
"Sesungguhnya kubur memiliki himpitan yang bila seseorang selamat darinya, maka (tentu) Saad bin Muâdz telah selamat." (HR. Ahmad, No. 25015; 25400)
Sa'ad bin Muadz hanya 6 tahun masuk Islam kemudian meninggal.
Dalam Sunan an-Nasa’i diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
هَذَا الَّذِى تَحَرَّكَ لَهُ الْعَرْشُ وَفُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَشَهِدَهُ سَبْعُونَ أَلْفًا مِنَ الْمَلاَئِكَةِ لَقَدْ ضُمَّ ضَمَّةً ثُمَّ فُرِّجَ عَنْهُ
"Inilah yang membuat ‘Arsy bergerak, pintu-pintu langit dibuka, dan disaksikan oleh tujuh puluh ribu malaikat. Sungguh ia dihimpit dan dijepit (oleh kubur), akan tetapi kemudian dibebaskan.” (Dishahihkan oleh syaikh al-Albani; Lihat Misykatul Mashabih 1/49; Silsilah ash-Shahîhah, no. 1695)
Himpitan kuburnya orang-orang beriman tidak sampai menyiksa mereka. Bahkan anak kecil pun terkena himpitan kubur.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَوْ أَفْلَتَ أَحَدٌ مِنْ ضَمَّةِ الْقَبْرِ لَنَجَا هَذَا الصَّبِيُّ
"Seandainya ada seseorang selamat dari himpitan kubur, maka anak kecil ini pasti selamat." (Mu’jam ath-Thabrani dari Abu Ayyub radhiyallahu 'anhu dengan sanad shahih dan riwayat ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami, 5/56)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ يَهُودِيَّةً دَخَلَتْ عَلَيْهَا فَذَكَرَتْ عَذَابَ الْقَبْرِ فَقَالَتْ لَهَا أَعَاذَكِ اللَّهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَسَأَلَتْ عَائِشَةُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَقَالَ نَعَمْ عَذَابُ الْقَبْرِ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدُ صَلَّى صَلَاةً إِلَّا تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. رواه البخاري.
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata bahwa ada seorang perempuan Yahudi menemuinya, lalu menceritakan perihal siksa kubur kemudian berkata kepadanya. “Semoga Allah melindungimu dari siksa kubur". Kemudian setelah itu, Aisyah radhiyallahu 'anha bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang siksa kubur, maka beliau menjawab, “Ya benar, siksa kubur itu ada.” Kemudian Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Maka, sejak itu aku tidak melihat Rasulullah ﷺ setelah melaksanakan shalat kecuali beliau memohon perlindungan dari siksa kubur.” (HR. Bukhari)
Jangan sampai karena teman, kita tidak bisa hijrah di jalan Allah. Karena setelah kita mati, teman-teman akan pulang.
Tinggalkan teman-teman yang buruk, dan Allah akan menggantikan dengan teman-teman buruk.
Seperti halnya kisah Abu Thalib tidak mau masuk Islam bukan karena tidak cinta kepada Nabi ﷺ, tapi dia tidak masuk Islam karena dihasut oleh Abu Jahal.
لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِى أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – لأَبِى طَالِبٍ « يَا عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ » . فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِى أُمَيَّةَ يَا أَبَا طَالِبٍ ، أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ ، وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ الْمَقَالَةِ ، حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ .
“Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, maka Rasulullah ﷺ mendatanginya. Di sisi Abu Thalib ada Abu Jahal bin Hisyam dan ‘Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Rasulullah ﷺ berkata kepada Abu Thalib, “Wahai pamanku! Katakanlah ‘laa ilaaha illallah’, suatu kalimat yang dapat aku jadikan sebagai hujjah (argumentasi) untuk membelamu di sisi Allah”. Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah berkata, “Apakah Engkau membenci agama Abdul Muthallib?” Maka Rasulullah ﷺ terus-menerus mengulang perkataannya tersebut, sampai Abu Thalib akhirnya tidak mau mengucapkannya. Dia tetap berada di atas agama Abdul Muthallib dan enggan untuk mengucapkan ‘laa ilaaha illallah’.” (HR. Bukhari No. 1360 dan Muslim No. 141)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwasanya Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
إِنَّ الْمَيِّتَ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ، إِنَّهُ يَسْمَعُ خَفْقَ نِعَالِهِمْ حِينَ يُوَلَّوْنَ عَنْهُ، فَإِنْ كَانَ مُؤْمِنًا كَانَتِ الصَّلَاةُ عِنْدَ رَأْسِهِ، وَكَانَ الصِّيَامُ عَنْ يَمِينِهِ، وَكَانَتِ الزَّكَاةُ عَنْ شِمَالِهِ، وَكَانَ فِعْلُ الْخَيْرَاتِ مِنَ الصَّدَقَةِ وَالصِّلَةِ وَالْمَعْرُوفِ وَالْإِحْسَانِ إِلَى النَّاسِ عِنْدَ رِجْلَيْهِ. فَيُؤْتَى مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ، فَتَقُولُ الصَّلَاةُ: مَا قِبَلِي مَدْخَلٌ، ثُمَّ يُؤْتَى عَنْ يَمِينِهِ، فَيَقُولُ الصِّيَامُ: مَا قِبَلِي مَدْخَلٌ. ثُمَّ يُؤْتَى عَنْ يَسَارِهِ، فَتَقُولُ الزَّكَاةُ: مَا قِبَلِي مَدْخَلٌ، ثُمَّ يُؤْتَى مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْهِ، فَيَقُولُ: فَعَلَ الْخَيْرَاتِ مِنَ الصَّدَقَةِ وَالصِّلَةِ وَالْمَعْرُوفِ وَالْإِحْسَانِ إِلَى النَّاسِ: مَا قِبَلِي مَدْخَلٌ. فَيُقَالُ لَهُ: اجْلِسْ، فَيَجْلِسُ وَقَدْ مُثِّلَتْ لَهُ الشَّمْسُ قَدْ آذَنَتْ لِلْغُرُوبِ، فَيُقَالُ لَهُ: أَرَأيْتَكَ هَذَا الرَّجُلَ الَّذِي كَانَ فِيكُمْ، مَا تَقُولُ فِيهِ؟ وَمَاذَا تَشْهَدُ بِهِ عَلَيْهِ؟. فَيَقُولُ: دَعُونِي حَتَّى أُصَلِّي. فَيَقُولُ: إِنَّكَ سَتَفْعَلُ، أَخْبِرْنِي عَمَّا نَسْأَلُكَ عَنْهُ أَرَأيْتَكَ هَذَا الرَّجُلَ الَّذِي كَانَ فِيكُمْ: مَا تَقُولُ فِيهِ، وَمَاذَا تَشْهَدُ عَلَيْهِ؟. فَيَقُولُ: مُحَمَّدٌ، أَشْهَدُ أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ، وَأَنَّهُ جَاءَ بِالْحَقِّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ. فَيُقَالُ لَهُ: عَلَى ذَلِكَ حَيِيتَ، وَعَلَى ذَلِكَ مُتَّ، وَعَلَى ذَلِكَ تُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ. ثُمَّ يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ، فَيُقَالُ لَهُ: هَذَا مَقْعَدُكَ مِنْهَا، وَمَا أَعَدَّ اللَّهُ لَكَ فِيهَا، فَيَزْدَادُ غِبْطَةً وَسُرُورًا، ثُمَّ يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الْنَّارِ، فَيُقَالُ لَهُ: هَذَا مَقْعَدُكَ مِنْهَا، وَمَا أَعَدَّ اللَّهُ لَكَ فِيهَا لَوْ عَصَيْتَهُ، فَيَزْدَادُ غِبْطَةً وَسُرُورًا، ثُمَّ يُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ سَبْعُونَ ذِرَاعًا، وَيُنَوَّرُ لَهُ فِيهِ، وَيُعَادُ الْجَسَدُ لِمَا بَدَأَ مِنْهُ، فَيجْعَلُ نَسْمَتُهُ فِي النَّسِيمِ الطَّيِّبِ، وَهِيَ طَيْرٌ تَعْلُقُ فِي شَجَرِ الْجَنَّةِ. قَالَ: فَذَلِكَ قَوْلِهِ تَعَالَى: {يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ} [إبراهيم: 27] إلى آخر الآية قَالَ: وَإِنَّ الكَافِرَ إِذَا أُتِيَ مِنْ قِبَلِ رَأْسِهِ لَمْ يُوجَدْ شَيْءٌ ثُمَّ. أُتِيَ عَنْ شِمَالِهِ فَلَا يُوجَدْ شَيْءٌ ثَمَّ، أُتِيَ مِنْ قِبَلِ رِجْلَيْهِ، فَلاَ يُوجَدْ شَيْءٌ. فَيُقَالُ لَهُ: اجْلِسْ. فَيَجْلِسُ خَائِفًا مَرْعُوبًا، فَيُقَالُ لَهُ: أَرَأَيْتَكَ هَذَا الرَّجُلَ الَّذِي كَانَ فِيكُمْ، فَلَا يَهْتَدِي لِاسْمِهِ، حَتَّى يُقَالُ لَهُ: مُحَمَّدٌ. فَيَقُولُ: مَا أَدْرِي، سَمِعْتُ النَّاسَ قَالُوا قَوْلًا، فَقُلْتُ كَمَا قَالَ النَّاسُ. فَيُقَالُ لَهُ: عَلَى ذَلِكَ حَيِيتَ، وَعَلَى ذَلِكَ مُتَّ، وَعَلَى ذَلِكَ تُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ، ثُمَّ يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ النَّارِ، فَيُقَالُ لَهُ: هَذَا مَقْعَدُكَ مِنَ النَّارِ، وَمَا أَعَدَّ اللَّهُ لَكَ فِيهَا، فَيَزْدَادُ حَسْرَةً وَثُبُورًا. ثُمَّ يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ، فَيُقَالُ لَهُ: هَذَا مَقْعَدُكَ مِنَ الْجَنَّةِ وَمَا أَعَدَّ اللَّهُ لَكَ فِيهَا لَوْ أَطَعْتَهُ، فَيَزْدَادُ حَسْرَةً وَثُبُورًا، ثُمَّ يُضَيَّقُ عَلَيْهِ فِي قَبْرُهُ حَتَّى تَخْتَلِفَ فِيهِ أَضْلَاعُهُ، فَتِلْكَ المَعِيشَةُ الضَّنْكَةُ الَّتِي قَالَ اللَّهِ: {فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا * وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى} [طه: 124]
“Sesungguhnya jenazah apabila sudah diletakkan dalam kuburnya, ia mendengar suara tali sandal orang-orang yang mengantarkannya, tatkala mereka pergi meninggalkan dirinya. Jika dirinya adalah seorang mukmin maka sholat berdiri di sisi kepalanya, sedangkan puasa berada di sebelah kanannya, adapun zakat berada di sebelah kirinya, dan perbuatan baik, dari sedekah, menyambung kekerabatan, mengajak kebaikan pada orang, berbuat bajik pada orang lain, maka ia berada di kakinya.
Lalu datanglah sholat dari arah kepalanya, lantas berkata; ‘Tidak ada sesuatu yang masuk sebelumku”. Kemudian dari sisi kanan datang, dia adalah puasa, lalu mengatakan: “Tidak ada seuatu yang masuk sebelum aku”. Kemudian datang dari sisi kiri, dia adalah zakat, lalu berkata: “Tidak ada sesuatu yang masuk sebelum aku”. Kemudian datang dari arah kakinya, maka perbuatan baik, dari sedekah, menyambung tali silaturahim, menyuruh kepada perbuatan yang ma’ruf, kebajikan pada orang, mengatakan: “Tidak ada sesuatu yang masuk sebelum aku".
Datanglah malaikat, lalu berkata padanya: “Duduklah”. Dia kemudian duduk sedangkan rupanya telah berubah bagaikan matahari yang akan tenggelam. Lalu ditanyakan padanya: “Apa pendapatmu tentang orang ini yang berada ditengah-tengah kalian, apa yang engkau katakan padanya? Apa yang engkau saksikan darinya? Lantas orang tersebut mengatakan: “Biarkan aku mengerjakan sholat terlebih dahulu”. Silahkan sesungguhnya engkau dibolehkan, katanya.
Setelah selesai lalu ditanya kembali: “Kabarkan padaku tentang pertanyaan tadi yang aku ajukan padamu. Apa pendapatmu tentang orang ini yang berada di tengah-tengah kalian. Apa yang engkau katakan tentangnya? Apa yang engkau persaksikan padanya?
Dia menjawab: “Dia adalah Muhammad ﷺ. Aku bersaksi bahwa dia adalah utusan Allah Ta’ala, dan bahwasannya dia datang dengan membawa kebenaran dari sisi Allah Azza wa jalla”.
Lalu dikatakan padanya: “Atas itu kamu di hidupkan, dan karena itu kamu dimatikan. Atas itu pula kamu akan dibangkitkan nanti sesuai yang Allah Subhanahu wa ta’ala kehendaki”.
Setelah itu dibukakan baginya pintu dari pintu-pintu surga, seraya dikatakan padanya: “Ini tempat dudukmu di surga, dan segala kesenangan yang telah Allah Subhanahu wa ta’ala siapkan untukmu di sana”. Maka tidak ada yang menambah dirinya melainkan keinginan agar segera dimasukkan ke sana dan rasa senang yang luar biasa. Selanjutnya dibukakan baginya pintu dari pintu-pintu neraka, lalu dikatakan padanya: “Ini adalah tempat dudukmu dineraka, dan apa yang Allah Shubhanahu wa ta’alla persiapkan untukmu di dalamnya, jika kamu bermaksiat padaNya”. Maka tidak ada rasa melainkan keinginan agar segera di cepatkan kiamat dan rasa bahagia yang sangat.
Kemudian dibentangkan kuburnya seluas tujuh puluh dira’, disinari kiri kanannya, dan dikembalikan jasadnya seperti tatkala diciptakan pertama kali. Maka dijadikan ruhnya berada di nasim yang indah, dia adalah burung yang bergelantungan di pohon surga. Rasulullah ﷺ melanjutkan: “Itulah makna firman Allah Ta’ala:
قال الله تعالى : ﴿ يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱلۡقَوۡلِ ٱلثَّابِتِ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِۖ وَيُضِلُّ ٱللَّهُ ٱلظَّٰلِمِينَۚ وَيَفۡعَلُ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ ﴾ (إبراهيم : 27)
“Allah meneguhkan (keimanan) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki“. (QS. Ibrahim : 27)
Adapun orang kafir jika sudah berada di kuburnya, ia menengok ke arah kepalanya maka ia tidak mendapati apa-apa, lalu menengok sebelah kirinya juga tidak menjumpai apa-apa, sebelah kanannya juga demikian, lantas menengok ke arah kakinya juga tidak menjumpai apa-apa.
Setelah itu, datang malaikat, lantas berkata padanya: “Duduklah”. Kemudian dia duduk dengan rasa takut yang sangat, lalu ditanyakan: “Apa pendapatmu tentang orang ini yang berada ditengah-tengah kalian? Dirinya tidak mendapat petunjuk siapa namanya. Sampai dikasih pilihan apakah namanya Muhammad ﷺ. Dirinya menjawab: “Aku tidak tahu, aku mendengar manusia mengatakan perkataan, maka aku katakan seperti apa yang mereka dikatakan“. Lantas dikatakan padanya: “Atas itu kamu dihidupkan, dan dimatikan, dan dengan itu kamu akan dibangkitkan sampai waktu yang Allah Subhanahu wa ta’ala kehendaki”.
Selanjutnya dibukakan baginya pintu dari pintu-pintu neraka, seraya dikatakan: “Ini tempatmu di neraka, dan apa yang dipersiapkan untukmu oleh Allah Subhanahu wa ta’ala". Maka tidaklah bertambah pada dirinya melainkan penyesalan dan kerugian. Lalu dibukakan untuknya pintu dari pintu-pintu surga, dan dikatakan padanya: “Itulah tempatmu yang ada di surga, dan apa yang telah Allah Subhanahu wa ta’ala siapkan untukmu, kalau seandainya kamu taat padaNya”. Maka tidaklah bertambah melainkan rasa penyesalan dan kebinasaan.
Kemudian kuburnya menjadi lebih sempit sampai menghancurkan tulang belulangnya. Itulah yang dinamakan penghidupan yang sempit seperti yang Allah Ta’ala firmankan:
قال الله تعالى : ﴿ وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةٗ ضَنكٗا وَنَحۡشُرُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَعۡمَى ﴾ (سورة طه :124)
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta“ (QS. Thaaha : 124) (HR. Ibnu Hibban)
Kita bersyukur karena Allah telah memberikan kita Hidayah Islam dan Sunnah.
Imam Ahmad rahimahullah berkata:
"Aku tidak tahu di atas nikmat apa aku bersyukur kepada Allah, apakah bersyukur di atas nikmat Islam atau bersyukur di atas nikmat Sunnah."
Maknanya adalah keduanya adalah hal yang sangat besar. Betapa banyak orang yang diberi hidayah Muslim tapi tidak diberikan hidayah Sunnah kepada mereka, sehingga sepanjang hayat mereka tidak bisa membedakan mana Tauhid dan mana Syirik. Mereka beribadah hanya ikut-ikutan. Dalam konsep manhaj beragama, maka itu adalah pintu kesesatan.
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ﴿١١٦﴾إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persanggkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalanNya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al-An’am : 116-117)
Maka bergembiralah kita ketika menjadi orang yang asing.
Rasulullah ﷺ tidak mengetahui hal ghaib kecuali Allah yang memberikan wahyu.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau ﷺ bersabda, ”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namimah (adu domba).” Kemudian Beliau ﷺ mengambil pelepah basah. Beliau ﷺ belah menjadi dua, lalu Beliau ﷺ tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya, ”Wahai, Rasulullah. Mengapa engkau melakukan ini?” Beliau menjawab,” Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Banyak yang salah paham tentang Hadits ini. Kekeliruan banyak orang yang menyiram kuburan dan menancapkan batang pohon adalah:
1. Ini kekhususan bagi Nabi ﷺ dan beliau mengatakan diringankan siksanya karena sebab ini, maka itu benar, karena berdasarkan wahyu.
2. Jika seseorang menyiram kuburan, maka dia sudah mengira bahwa saudaranya sedang diadzab di kuburan.
Syaikh bin Baz menafsirkan Hadits Nabi ﷺ tentang tanda hari kiamat, beliau berkata
"Banyaknya sarana transportasi dan telekomunikasi, sehingga zaman terasa sangat cepat dan pasar menjadi dekat." (Fath al-Bari karya Ibnu Al-Hajar, tahqiq: Syaikh Ibnu Baz, 5/522)
Nabi ﷺ melarang kita menjadi orang yang pertama kali masuk ke pasar.
Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu berkata,
لاَ تَكُونَنَّ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَوَّلَ مَنْ يَدْخُلُ السُّوقَ، وَلاَ آخِرَ مَنْ يَخْرُجُ مِنْهَا، فَإِنَّهَا مَعْرَكَةُ الشَّيْطَانِ وَبِهَا يَنْصِبُ رَايَتَهُ
“Jika engkau mampu, janganlah menjadi orang yang pertama kali masuk pasar. Jangan pula menjadi yang terakhir keluar dari pasar. Sebab pasar adalah tempat perangnya setan, di sanalah ia menancapkan benderanya.” (HR Muslim No. 2451)
Beberapa dalil yang menyebutkan orang-orang yang dilindungi dari fitnah dan adzab kubur:
1. Orang-orang yang meninggal pada hari Jumat. Para ulama ada khilaf, tapi Syaikh Albani menshahihkan dalam Ahkamul Janaiz.
Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhu, beliau berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
مَـا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَـوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ.
“Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jumat atau malamnya, kecuali Allah akan men-jaganya dari fitnah kubur.” (HR. Tirmidzi)
2. Meninggal karena sakit perut
‘Abdullah bin Yasar, beliau berkata:
كُنْتُ جَـالِسًا وَسُلَيْمَانُ بْنُ صُرَدٍ وخَالِدُ بْنُ عُرْفُطَةَ، فَذَكَرُوا أَنَّ رَجُلاً تُوُفِّيَ، مَاتَ بِبَطْنِهِ، فَإِذَا هُمَا يَشْتَهِيَـانِ أَنْ يَكُونَا شُهَدَاءَ جَنَازَتِهِ فَقَـالَ أَحَدُهُمَا لِلآخَرِ: أَلَمْ يَقُلْ رَسُولُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ يَقْتُلُهُ بَطْنُهُ فَلَنْ يُعَذَّبَ فِيْ قَبْرِهِ؟ فَقَـالَ اْلآخَرُ: بَلَى. وفي رواية [صَدَقْتَ].
“Aku duduk bersama Sulaiman bin Shurad dan Khalid bin ‘Urfuthah, mereka menyebutkan ada seseorang yang meninggal karena sakit perut. Keduanya berkeinginan untuk menyaksikan jenazahnya, maka salah satu dari keduanya berkata kepada yang lainnya, ‘Bukankah Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Siapa saja yang meninggal karena sakit perut, maka dia tidak akan disiksa di dalam kuburnya.’ Lalu yang lainnya berkata, ‘Betul apa yang kamu ucapkan.’” (HR. An-Nasa-i, IV/98, Tirmidzi No. 1064, Ibnu Hibban No. 728 dalam Kitab Mawaarid, dan Ahmad IV/262)
3. Meninggal dalam peperangan di jalan Allah (jihad fisabilillah)
أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ مَا بَالُ الْمُؤْمِنِينَ يُفْتَنُونَ فِيْ قُبُورِهِمْ إِلاَّ الشَّهِيدَ، قَـالَ: كَفَى بِبَارِقَةِ السُّيُوفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنَةً.
“Sesungguhnya seseorang bertanya kepada Rasulullah ﷺ, ‘Wahai Rasulullah! Kenapa hanya orang-orang yang mati syahid saja yang tidak dikenai fitnah di dalam kuburnya?’ Beliau menjawab, ‘Kilatan pedang yang mengenai kepalanya sudah cukup merupakan fitnah.’” (HR. An-Nasa'i)
4. Meninggal saat menjaga perbatasan
5. Orang yang membaca Surah Al Mulk semasa hidupnya
6. Memperbanyak doa untuk berlindung dari siksa kubur
Orang yang menjadi penduduk surga yang sudah masuk ke alam kubur, akan diperlihatkan nikmat-nikmat kubur dan surga. Adapun seorang dari penduduk neraka, Allah perlihatkan neraka kepada mereka.
Jika ada yang bertanya, kenapa kita mengikuti Sunnah, maka kita jawab bahwasanya kita ingin masuk ke dalam surga.
وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَٰنٍ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى تَحْتَهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. At-Taubah : 100)
Mengirim Al Fatihah kepada orang yang sudah meninggal, maka pahalanya TIDAK SAMPAI. Tidak ada dalil menyebutkannya.
No comments:
Post a Comment