Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah
Bab 37
Termasuk Syirik, Seseorang Menginginkan Dunia dengan Amalnya
Oleh: Ustadz Arman Amri hafizhahullah
Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan
Ahad, 27 Agustus 2023
Allah Ta'ala berfirman:
"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Hud 15-16)
Allah menegaskan kepada siapa saja yang menginginkan dunia dari apa yang dikerjakannya, maka Allah akan memberikan keinginannya tanpa memberikan kebaikan di akhirat.
Pada dasarnya, secara khusus ayat ini tertuju kepada kaum kafir, karena mereka hanya hidup untuk mengejar dunia.
"Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir." (QS. Al Israa' : 18)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
"Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah (pakaian yang terbuat dari wol dan sutra) dan celakalah hamba khamisah. Jika diberi ia senang, tetap jika tidak diberi ia marah. Celakalah ia dan tersungkurlah. Apabila terkena duri, semoga dia tidak dapat mencabutnya. Berbahagialah seorang hamba yang memacu kudanya (berjihad di jalan Allah), dengan kusut rambutnya dan kedua kakinya berlumur debu. Jika ia berada di pos penjagaan, dia akan tetap setia berada di pos penjagaan itu, dan jika ditugaskan di garis belakang, dia akan tetap setia berada di garis belakang itu. Jika dia meminta izin (untuk menemui penguasa), dia tidak diizinkan, dan jika bertindak sebagai perantara, tidak diterima perantaranya." (HR. Bukhari)
Allah tidak melihat rupa atau jabatan seseorang, yang Allah lihat hanyalah ketaqwaan seorang hamba dan itulah yang mulia di sisi Allah.
Orientasi hidup seorang beriman adalah akhirat.
Jika kita diberikan kelapangan harta oleh Allah, maka tirulah para Sahabat radhiyallahu 'anhuma dalam memanfaatkan hartanya seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan para Sahabat yang lainnya. Jika mereka bersedekah, maka mereka tidak lagi melihat angkanya. Mereka selalu berlomba untuk bersedekah. Harta berada di tangan mereka, sedangkan akhirat berada di hati mereka.
Umar bin Khattab mengeluarkan 50% dari seluruh hartanya. Abu Bakkar justru mengeluarkan 100% dari seluruh hartanya karena Allah.
Nabi ﷺ bertanya, apa yang engkau tinggalkan jika engkau keluarkan semua hartamu?
Abu Bakkar menjawab, "Aku tinggalkan kepada mereka Allah dan RasulNya"
Nabi ﷺ membenarkan perbuatan Abu Bakkar.
"Ada Sahabat yang sedang sakit dan merasa ajalnya sudah dekat. Kemudian ia bertanya kepada Nabi ﷺ. "Wahai Nabi, aku adalah orang yang kaya. Apakah Aku boleh menginfakkan setengah dari hartaku?", Nabi ﷺ menjawab, "Tidak boleh".
Kemudian Sahabat tersebut bertanya, "Bagaimana jika sepertiga?", Nabi ﷺ menjawab, "Jika kurang sepertiga, itu sudah baik."
Karena orang yang sudah merasa dekat dengan ajalnya adalah supaya ia bisa membagi hartanya untuk ahli warisnya. Sehingga tidak diizinkan oleh Nabi ﷺ untuk Sahabat tersebut mengeluarkan hartanya.
Keimanan tidak akan pernah menyatu dengan sifat kikir atau pelit. Seorang yang shalih akan selalu mengeluarkan hartanya untuk bersedekah.
Bersungguh-sungguhlah dengan kehidupan akhiratmu, namun jangan lupakan kehidupan dunia. Jadikan akhirat sebagai tujuan utama, dan dunia hanya sekadarnya saja.
No comments:
Post a Comment